Archive for 2016

Apabila Anda ke Bandung jangan lupa mampir ke “Kawah Putih”. Apa daya tariknya? Objek wisata ini merupakan kawah indah yang terbentuk dari letusan Gunung Patuha. Sesekali air kawah berubah-ubah, terkadang putih sperti susu, terkadang hijau pucat seperti telur asin, dan bahkan terkadang kebiruan. Eksotisme itu bertambah dengan bebatuan berwarna putih dan pepohonan kering yang berada di sekitar kawah. Lebih-lebih di sini tempatnya sangat tenang dan suasananya hening. Sentuhan alam puncak gunung ini menawarkan perasaan rileks dari penatnya rutinitas wisatawan.
Bagaimana sejarahnya? Pada abad ke 10 dan 12 terjadi letusan Gunung Patuha yang membentuk sebuah kawah yang sangat indah. Nama Gunung Patuha itu sendiri berasal dari kata Pak Tua. Maksudnya ialah gunung itu adalah gunung yang tertua di Pulau Jawa. Keindahan kawahnya tidak diketahui masyarakat setempat karena adanya anggapan bahwa area sekitar gunung sangat angker. Masyarakat sekitar meyakini bahwa setiap burung yang terbang melewati kawasan gunung akan mati. Menurut cerita, “Kawah Putih” adalah kerajaan mahluk halus dan tempat arwah para leluhur berkumpul. Akibatnya tidak ada yang berani mendekati kawasan gunung yang sebenarnya menyimpan pesona alam ini.
Akhir tahun 1837, seorang Belanda keturunan Jerman melunturkan kesan angker Kawah Gunung Patuha. Seorang ahli bernama Dr. Franz Wilhelm Junghuhn yang memutuskan untuk pergi ke puncak Gunung Patuha karena penasaran dengan kepercayaan masyarakat setempat. Di puncak, ia melihat sebuah danau berwarna putih dengan bau belerang yang sangat menyengat. Setelah diteliti, penyebab burung enggan melintasi kawah gunung adalah karena ada kandungan belerang yang sangat menyengat. Sejak saat itu, keberadaan “Kawah Putih” menjadi terkenal dan tahun 1987 pemerintah mulai mengembangkannya sebagai tempat wisata.
Bagaimana menuju kesana? Jalan menuju “Kawah Putih” tidaklah terlalu sulit, dapat ditempuh dengan kendaraan pribadi atau umum. Daerah ini berada di kawasan Rancabali, Jalan Raya Soreang Ciwidey, sekitar 26 Km dari ibukota kabupaten Bandung selatan. Sekitar 2.090 m di atas permukaan air laut. Jalannya berkelok-kelok dan menanjak namun cukup mudah untuk dilalui. Untuk mencapai lokasi, Anda harus menggunakan kendaraan, sejenis angkot, yang disebut dengan ontang-anting. Sedangkan kendaraan yang Anda bawa diparkir di bawah dekat pintu gerbang. Setibanya di area parkir atas, keindahan Kawah Putih dapat Anda nikmati setelah berjalan kaki kurang lebih 100 meter.
Demikianlah sekelumit cerita tentang “Kawah Putih”, sebuah pesona alam yang sangat menakjubkan. Keindahan alam tersebut telah mengingatkan kita akan kebesaran Tuhan dan menambah keimanan kita kepada Allah SWT. Sebagai wujud keimanan kita, kita dapat ikut menjaga dan melestarikan keindahannya dengan berbagai macam cara yang kita mampu. 

Daftar Pustaka
https://id.wikipedia.org/wiki/Kawah_Putih
http://tempatwisatadibandung.info/kawah-putih-ciwidey/
http://news.okezone.com/read/2013/09/23/528/870519/misteri-domba-lukutan-di-kawah-putih



Pesona Alam "Kawah Putih"

Selasa, 27 September 2016
0 Comments


Salah satu jenis penelitian ialah penelitian kualitatif. Hakikatnya penelitian kualitatif bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami subjek penelitian, seperti: perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain secara holistik pada suatu konteks dengan berbagai metode alamiah. Artinya peneliti berangkat ke lapangan dengan mengamati fenomena yang terjadi di lapangan secara alamiah. Namun yang membedakan ialah fokus penelitiannya; apakah fokus ke budaya, kasus atau fenomena. Penelitian kualitatif yang fokus pada fenomena disebut fenomenologi.
Fenomenologi pada awalnya adalah kajian filsafat dan sosiologi. Edmund Hursserl, seorang filsuf dari Jerman, menginginkan fenomenologi dapat melahirkan ilmu yang lebih bisa bermanfaat bagi kehidupan manusia, setelah sekian lama ilmu pengetahuan mengalami krisis dan disfungsional. Fenomenologi kemudian berkembang menjadi semacam metode riset yang diterapkan dalam berbagai ilmu sosial, termasuk di dalamnya pendidikan, sebagai satu varian penelitian kualitatif. Untuk memahami lebih jauh dalam makalah ini akan dibahas tentang fenomenologi dari segi pengertian, konsep dasar, dan metode penelitian. 


A.     Pengertian Fenomenologi
Fenomenologi berasal dari bahasa Yunani, phaenesthai, berarti menunjukkan dirinya sendiri, menampilkan. Fenomenologi juga berasal bahasa Yunani, pahainomenon, yang secara harfiah “gejala” atau “apa yang telah menampakkan diri” sehingga nyata bagi si pengamat. Dalam bahasa indonesia biasa dipakai istilah gejala. Secara istilah, fenomenologi adalah ilmu pengetahuan (logos) tentang apa yang tampak. Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa fenomenologi adalah suatu aliran yang membicarakan fenomena atau segala sesuatu yang tampak atau yang menampakkan diri. Seorang Fenomenolog suka melihat gejala.
 Hasbiansyah (2008:164) menuturkan bahwa istilah fenomenologi diperkenalkan oleh J.H. Lambert dan dicetuskan secara intens oleh Edmund Husserl. J.H. Lambert pertama kali mengenalkan Teori Kebenaran dengan istilah fenomenologi. Istilah ini diperluas pengertiannya dan digunakan dalam filsafat tahun 1765 sehingga ditemukan dalam karya-karya Immanuel Kant. Selanjutnya didefinisikan oleh Hegel sebagai pengetahuan yang muncul dalam kesadaran, sains yang mendeskripsikan apa yang dipahami seseorang dalam kesadaran dan pengalamannya.
Fenomenologi kemudian dicetuskan oleh Edmund Husserl pada tahun 1859-1938 yang selanjutnya sering disebut sebagai Bapak Fenomenologi. Filsafatnya sangat populer sekitar tahun 1950-an yang bertujuan memberi landasan bagi filsafat agar berfungsi sebagai ilmu yang murni dan otonom. Dalam faham fenomenologi sebagaimana diungkapkan oleh Husserl, bahwa kita harus kembali kepada benda-benda itu sendiri (zu den sachen selbst), obyek-obyek harus diberikan kesempatan  untuk berbicara melalui deskripsi fenomenologis guna mencari hakekat gejala-gejala (Wessenchau). Husserl berpendapat bahwa kesadaran bukan bagian dari kenyataan  melainkan asal kenyataan, dia menolak bipolarisasi  antara kesadaran dan alam, antara subyek dan obyek, kesadaran tidak menemukan obyek-obyek, tapi obyek-obyek diciptakan oleh kesadaran.
Kesadaran merupakan sesuatu yang bersifat intensionalitas (bertujuan), artinya kesadaran tidak dapat dibayangkan tanpa sesuatu yang disadari. Supaya kesadaran timbul perlu diandaikan tiga hal yaitu  : ada subyek, ada obyek, dan subyek yang terbuka terhadap obyek-obyek. Kesadaran tidak bersifat pasif karena menyadari sesuatu berarti mengubah sesuatu, kesadaran merupakan suatu tindakan, terdapat interaksi antara tindakan kesadaran dan obyek kesadaran, namun yang ada hanyalah kesadaran sedang obyek kesadaran pada dasarnya diciptakan oleh kesadaran.
Berkaitan dengan hakekat obyek-obyek, Husserl berpendapat bahwa untuk menangkap hakekat obyek-obyek diperlukan tiga macam reduksi guna menyingkirkan semua hal yang mengganggu yaitu:  Reduksi pertama. Menyingkirkan segala sesuatu yang subyektif, sikap kita harus obyektif, terbuka untuk gejala-gejala yang harus diajak bicara. Reduksi kedua. Menyingkirkan seluruh pengetahuan tentang obyek yang diperoleh dari sumber lain, dan semua teori dan hipotesis yang sudah ada. Reduksi ketiga. Menyingkirkan seluruh tradisi pengetahuan. Segala sesuatu yang sudah dikatakan orang lain harus, untuk sementara, dilupakan, kalau reduksi-reduksi ini  berhasil, maka gejala-gejala akan memperlihatkan dirinya sendiri/dapat menjadi fenomin.
Menurut Jailani (2013:42), penelitian fenomenologi adalah pandangan berpikir yang menekankan pada pengalaman-pengalaman manusia dan bagaimana manusia menginterpretasikan pengalamannya. Ditinjau dari hakikat pengalaman manusia dipahami bahwa setiap orang akan melihat realita yang berbeda pada situasi yang berbeda dan waktu yang berbeda. Sebagai contoh, “perasaan” pada pagi ini berbeda pada esok pagi. Kalau kita melakukan wawancara kepada seseorang pada pagi hari akan berbeda pada pagi hari lainnya. Sehingga jarak, waktu, hubungan manusia, tempat tinggal, akan mempengaruhi setiap pengalaman manusia. Maka metode dalam fenomenologis menekankan kepada bagaimana seseorang memaknai pengalamannya.
Hasbiansyah (2008:166-167) merangkum pengertian fenomenologi, yakni:
1.  Fenomenologi adalah studi tentang esensi-esensi, misalnya esensi persepsi, esensi kesadaran, dsb.
2.    Fenomenologi merupakan filsafat yang menempatkan esensi-esensi dalam eksistensi; bahwa manusia dan dunia tak dapat dimengerti kecuali dengan bertitik tolak pada aktivitasnya.
3.    Fenomenologi adalah suatu filsafat transendental yang menangguhkan sikap natural dengan maksud memahami secara lebih baik.
4. Fenomenologi adalah ikhtiar untuk secara langsung melukiskan pengalaman kita sebagaimana adanya, tanpa memerhatikan asal-usul psikologisnya dan keterangan kausal yang dapat disajikan oleh ilmuwan, sejarawan, dan sosiolog.
Berdasarkan pendapat para ahli maka dapat disimpulkan bahwa penelitian fenomenologi adalah penelitian yang berusaha mengungkap makna konsep atau fenomena pengalaman yang yang dialami individu. Peneliti masuk ke dalam dunia subjek yang diteliti sehingga peneliti mengerti tentang apa dan bagaimana sesuatu pengertian dikembangkan oleh subjek di sekitar peristiwa. Penelitian ini dilakukan dalam situasi yang alami.
B.     Konsep Dasar Fenomenologi
Untuk memahami fenomenologi (Hasbiansyah, 2008:167-169), terdapat konsep dasar yang perlu dipahami, antara lain konsep fenomena, epoche, konstitusi, kesadaran dan reduksi.
  1. Fenomena
Fenomena adalah objek yang dikaji dalam studi fenomenologi. Fenomenologi adalah tampilan suatu objek, peristtiwa dalam persepsi. Sesuatu yang tampil dalam kesadaran, bisa rekaan atau kenyataan. Realitas yang tampak tanpa terselubung atau tirai antara manusia dengan realitas itu. Fenomena dapat dipandang dari dua sudut. Pertama, fenomena selalu “menunjuk ke luar” atau berhubungan dengan realitas di luar pikiran. Kedua, fenomena dari sudut kesadaran kita, karena fenomenologi selalu berada dalam kesadaran kita.
  1. Epoche
Epoche adalah cara pandang lain yang baru dalam melihat sesuatu. Kita belajar menyaksikan apa yang tampak sebelum mata kita memandang, kita menyaksikan apa yang kita dapat kita bedakan dan deskripsikan.
  1. Konstitusi
Konstitusi ialah proses konstruksi dalam kesadaran manusia. Ketika ia melihat suatu bentuk benda, yang tampak pada indera kita selalu sebagian. Ia tampak dari mana kita lihat. Tapi kesadaran kita melakukan konstitusi, sehingga kita menyadari tentang (kemungkinan) bentuk benda itu bila dilihat dari sisi lain. Konstitusi adalah hal yang diihat dari sudut pandang subjek, memaknakan dunia dan alam semesta yang dialami.
  1. Kesadaran
Kesadaran adalah pemberian makna yang aktif. Kita selalu mempunyai pengalaman tentang diri kita sendiri, tentang kesadaran yang identik dengan diri kita sendiri.
  1. Reduksi
Reduksi adalah kelanjutan dari epoche. Reduksi ialah memilah pengalaman untuk mendapatkan fenomena dalam wujud semurni-murninya. Segala yang tampak tidak bisa diterima bergitu saja tetapi harus ditilik dalam kesadaran kita. Seorang fenomenolog hendaknya menanggalkan segenap teori praanggapan, serta prasangka, agar dapat memahami fenomena sebagaimana adanya.
C. Metode Penelitian Fenomenologi
Setiap penelitian memerlukan objektivitas. Objektivitas dalam penelitian fenomenologi adalah membiarkan fakta berbicara untuk dirinya sendiri. Hal ini dapat dilakukan dengan epoche dan eiditik. Epoche adalah proses dimana si peneliti menangguhkan atau menunda penilaian terhadap fakta/fenomena yang diamatinya walaupun ia telah memiliki prakonsepsi atau penilaian tertentu sebelumnya terhadap fenomena itu. Fenomena dibiarkan berbicara sendiri tanpa penilaian baik-buruk, positif-negatif, bermoral-tidak bermoral dari sisi si peneliti. Eiditik adalah memahami fenomena melalui pemahaman atas ungkapan-ungkapan atau ekspresi-ekspresi yang digunakan subjek. Peneliti berempati dan mencoba memasuki wilayah pemikiran subjek melalui proses imajenatif.
1.      Prosedur dan Fokus Penelitian
Menurut Hasbiansyah (2008:171-172), terdapat prosedur penting dalam studi fenomenologi, yaitu:
a         Menetapkan lingkup fenomena yang akan diteliti: Peneliti berusaha memahami perspektif filosofis di balik pendekatan yang digunakan, terutama konsep mengenai kajian bagaimana orang mengalami sebuah fenomena. Peneliti menetapkan fenomena yang hendak dikaji melalui para informan.
b        Menyusun daftar pertanyaan: peneliti menuliskan pertanyaan yang mengungkapkan makna pengalaman bagi para individu, serta menanyakan kepada mereka untuk menguraikan pengalaman penting setiap harinya.
c         Pengumpula data: Peneliti mengumpulkan data dari individu yang mengalami fenomena yang diteliti. Data diperoleh melalui wawancara mendalam dengan cukup lama. Teknik lain ialah: observasi, dan penelusuran dokumen.
d        Analisis Data: analisis data melewati tahap awal, tahap horizontalisasi, dan tahap cluster of meaning.
e         Tahap deskripsi esensi: peneliti mengontruksi (membangun) deskripsi menyeluruh mengenai makna dan esensi pengalaman subjek.
f         Peneliti melaporkan hasil penelitiannya. Laporan ini memberikan pemahaman yang lebih baik kepada pembaca tentang bagaimana seseorang mengalami fenomena. Laporan penelitian menunjukkan adanya kesatuan makna tunggal dari pengalaman, dimana seluruh pengalaman itu memiliki “struktur” yang penting.
Pada dasarnya ada dua hal utama yang menjadi fokus dalam penelitian fenomenologi, yakni:
  • Textural description: apa yang dialami oleh subjek penelitian tentang sebuah fenomena. Apa yang dialami adalah aspek objektif, data yang bersifat faktual, hal yang terjadi dalam empiris.
  • Structural description: bagaimana subjek mengalami dan memaknai pengalamannya. Deskripsi ini menyangkut aspek subjektif. Aspek ini menyangkut pendapat, penilaian, perasaan, harapan serta respons subjektif lainnya dari subjek penelitian berkaitan dengan pengalaman itu.
Dengan demikian pertanyaan penelitian dalam studi fenomenologi mencakup pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
a         Apa pengalaman subjek tentang suatu fenomena/peristiwa?
b        Apa perasaannya tentang pengalaman tersebut?
c         Apa makna yang diperoleh bagi subjek atas fenomena itu?
  1. Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data utama dalam studi fenomenologi adalah wawancara mendalam dengan subjek penelitian. Untuk memperoleh hasil wawancara yang utuh, maka wawancara itu harus direkam. Kelengkapan data dapat diperdalam dengan menggunakan teknik lain, seperti observasi partisipan, penelusuran dokumen dan lain-lain.
  1. Analisis Data
Analisis data fenomenologis terbagi menjadi tiga, yaitu tahap awal, tahap horizontalisasi, dan tahap cluster of meaning. Pada tahap awal peneliti mendeskripsikan sepenuhnya fenomena yang dialami subjek penelitian. Seluruh rekaman hasil wawancara mendalam dengan subjek penelitian ditranskripsikan ke dalam bahasa tulisan. Pada tahap horizontalisasi, dari hasil trasnkripsi, peneliti mengiventarisir pernyataan-pernyataan penting yang relevan dengan topik. Pada tahap ini unsur subjektivitas tidak boleh mencampuri. Pada tahap cluster of meaning, peneliti mengklasifikasi pernyataan-pernyataan tadi ke dalam tema-tema atau unit-unit makna, serta menyisihkan penyataan yang tumpang tindih atau berulang-ulang. Pada tahap ini peneliti melakukan deskripsi tekstural dan dilanjutkan dengan deskripsi struktural.
 Uraian di atas memberikan pemahaman bahwa penelitian fenomenologi hanya menggali dua dimensi, yaitu apa yang dialami subjek dan bagaimana subjek memaknai pengalaman tersebut. Dimensi pertama merupakan pengalaman faktual subjek, bersifat objektif. Sedangkan dimensi kedua merupakan opini, penilaian, evaluasi, harapan, dan pemaknaan subjek terhadap fenomena yang dialaminya. Dimensi kedua bersifat subjektif. Peneliti harus memahami prinsip-prinsip penelitian fenomenologi. Tanpa memahami prinsip penelitian fenomenologi analisis data yang telah ditranskripkan dalam uraian atau tabel akan sulit dilakukan.


DAFTAR PUSTAKA

Hasbiansyah, O. “Pendekatan Fenomenologi: Pengantar Praktik Penelitian dalam Ilmu Sosial dan Komunikasi” dalam Mediator Vol. 9 No. 1 Juni 2008.
Jailani, M. Syahran. “Ragam Penelitian Qualitative: Etnografi, Fenomenologi, Grounded Theory dan Studi Kasus” dalam Edu-Bio; Vol 4, Tahun 2013.




Penelitian Fenomenologi

Mohammad Arifin, S.Pd

SD Negeri Kemijen 04
Jl. Cilosari Dalam VI RT 04 RW 06 Kec. Semarang Timur Kota Semarang
email: arifinasan@yahoo.co.id dan arifinwinduaji@gmail.com

Profil

Senin, 26 September 2016
0 Comments

Kuesioner Sikap Sosial

Kamis, 22 September 2016
0 Comments
Judul           : Kinerja Guru Profesional: 
                     Instrumen Pembinaan, Peningkatan & Penilaian
Penulis        : Barnawi dan Mohammad Arifin
ISBN          : 978-602-188-955-8 
Penerbit      : Ar Ruzz Media
Terbit          : 2014
Tebal          : 176 Halaman
Ukuran       : 14,8 x 21 cm

Kinerja Guru Profesional

Senin, 19 September 2016
0 Comments


Judul           : Teknik Penulisan Karya Ilmiah
Penulis        : Barnawi dan M. Arifin
ISBN          : 978-602-313-036-8
Penerbit      : Ar Ruzz Media
Terbit          : 2015
Tebal          : 228 Halaman
Ukuran       : 14,8 x 21 cm
                             Menulis belum menjadi budaya yang melekat dalam kehidupan masyarakat kita, terlebih menulis dalam bentuk karya tulis ilmiah. Ini bisa dilihat dari rendahnya publikasi internasional masyarakat kita dan banyaknya akademisi yang kariernya terhambat disebabkan minimnya publikasi dan penelitian. Lesunya budaya menulis ini tidak hanya disebabkan oleh rendahnya minat baca dan tidak memadainya apresiasi  terhadap penulis, tetapi juga disebabkan minimnya keterampilan menulis itu sendiri.
                             Siapa pun yang menguasai seluk-beluk menulis karya tulis ilmiah, tentu ia dapat dengan mudah menuliskan hasil pemikiran dan penelitian ilmiah yang telah dilakukannya. Mahasiswa, dosen dan para guru pun akan dengan mudah untuk menuliskan segala pengetahuan ilmiah mereka dalam bentuk karya tulis, dari skripsi, tesis, disertasi, hingga jurnal. Buku ini tidak hanya akan membantu Anda untuk menguasai seluk-beluk karya tulis ilmiah, tetapi juga membuktikan bahwa menulis karya ilmiah itu gampang kok!

Teknik Penulisan Karya Ilmiah

- Copyright © Mohammad Arifin - Blogger Templates - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -