Archive for 2011


UKM Jurnalistik STKIP Islam Bumiayu berdiri pada tanggal 11 Februari 2010. Organisasi ini terbentuk untuk memenuhi kebutuhan saluran komunikasi antar mahasiswa sehingga Dewan Mahasiswa menunjuk seorang koordinator pembentukan organisasi tersebut. Pada rapat pertamanya, anggota berkomitmen untuk mengelola media komunikasi antar mahasiswa. Forum tidak mempunyai kesepakatan dalam memilih ketua sehingga koordinator pada waktu itu mengambil inisiatif menjadi ketua untuk sementara waktu.

Pengurus pertama mengalami kevakuman karena kebanyakan anggota berasal dari Dewan Mahasiswa. Di samping itu juga karena gairah anggota terhadap bidang kejurnalistikannya yang masih rendah. Hingga pada akhirnya terbentuk pengurus kedua yang diisi oleh mahasiswa angkatan pertama dan angkatan kedua. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan berupa diskusi, workshop penulisan majalah, pelatihan lay out majalah dan penerbitan mading dan bulletin. Bulletin yang terbit diberi nama “DIALEKTIKA” yang bertagline “Wahana Komunikasi Mahasiswa”. Pengurusnya terdiri atas; Penanggung Jawab/Ketua UKM Jurnalistik: Ari Wibowo BS, Pemimpin Redaksi: Mohammad Arifin, Dewan Redaksi: Safiq Ni’ami, Yus Ummy Farkhaini, Umi Uswatun, Wiwin Aryani, Supriyatna, Mesti Mubarokatul Khasanah, Iin Siti Aisyah, dan Elviyah. Kerabat Kerja: Hesti Medianti, Sri Fatikha, Elly Fitriyani, Esti Priatiningsih, Ayu Sheila Yustisia, Elistiana, Erniati, Hanifah, Dede T., Aufa Hanany, Solehudin, Siska Indri A., Ani Mugiati, Lilis Oktarina dan Iin Amelia Shofiana.

UKM Jurnalistik dapat diartikan sebagai organisasi mahasiswa intra kampus yang merupakan wahana penyaluran bakat, minat dan kreativitas di bidang jurnalistik. Anggotanya adalah mahasiswa yang memiliki kegemaran dalam menggali potensinya di bidang jurnalistik. Manfaat yang dapat diperoleh dalam mengikuti organisasi ini ialah;
1. Mahasiswa dapat belajar menuangkan ide dan pemikiran secara konsepsional serta membuat berita.
2. Mahasiswa dapat melatih kepekaan terhadap dinamika kampus.
3. Mahasiswa dapat belajar mengelola sebuah penerbitan
4. Mahasiswa dapat belajar hidup berorganisasi yang mana akan sangat bermanfaat ketika kelak terjun di tengah-tengah masyarakat.
5. Mahasiswa dapat menambah teman dan menjalin keakraban sesama rekan mahasiswa

Sejarah UKM Jurnalistik STKIP Islam Bumiayu

Selasa, 01 November 2011
0 Comments
Dalam membantu perkembangan kognitif anak usia dini seharusnya dilakukan dengan memegang beberapa prinsip agar dalam pelaksanaannya tidak justru menghambat perkembangannya. Berikut ini beberapa prinsip yang dapat digunakan mendukung perkembangan kognitif anak:
1. Memberikan banyak kesempatan.
Sebaiknya anak diberi banyak kesempatan untuk melakukan sesuatu yang ia. Contoh: jika anak ingin menhitung uang ibunya sebaiknya jangan dilarang tetapi didampingi.
2. Membantu anak memahami informasi yang diterima
Pada masa perkembangan kognitifnya rasa ingin tahu anak biasanya cukup besar. Oleh karena itu guru/orang tua harus menjelaskan apa yang ditanyakan anak dengan benar dan proposional. Contoh: Ketika anak bertanya tentang kenapa pesawat bisa terbang, guru/orang tua menjelaskannya sesuai dengan tingkat pemahaman anak.
3. Katakan pada anak apa yang terjadi
Biasanya apabila ada kejadian sesuatu anak ingin bertanya. Atau bahkan jika ada perubahan perilaku pada ibunya anak juga suka bertanya. Dalam hal ini anak harus mendapat penjelasan bukan menutup-nutupi. Contoh: saat ibunya mengalami perubahan perilaku seperti murung karena sedang sedih anak biasanya bertanya mengapa. Meskipun belum saatnya anak memahami persoalan orang dewasa tetapi anak perlu diberi tahu dengan bahasa yang mudah dipahami. Jangan sampai ada ketidakterbukaan antara anak dan ibu. Karena hal tersebut akan menimbulkan rasa tidak percaya.
4. Berikan contoh yang baik
Untuk mendukung perkembangan anak, terutama dalam menanamkan nilai-nilai kebaikan orang dewasa harus memberikan teladan sehingga anak dapat menerima dengan baik tanpa ada keraguan. Contoh; ketika guru/orang tua mengajarkan kepada anak untuk selalu mengucap bismillah saat memulai pekerjaan, maka guru/orang tua harus sudah memiliki kebiasaan untuk mengucapkan bismilah saat memulai pekerjaan.
5. Bantulah anak untuk mengingat sesuatu
Biasanya anak sulit mengingat sesuatu, padahal sesuatu itu sangat bermanfaat bagi perkembangannya dan bagi masa depan anak. Oleh karena itu guru seharunya berkreasi untuk membuat sesuatu itu mudah diingat oleh anak. Contoh: untuk menghafal nama bagian-bagian tubuh, guru mengajarkannya dalam bentuk nyanyian (dua mata saya, hidung saya satu…dst). Atau dalam mengajarkan adab dalam beraktivitas (sebelum makan baca bismillah, sesudah makaan alhamdulillah…dst).
6. Memberikan Motivasi
Anak terkadang kehilangan motivasi setelah gagal melakukan sesuatu. Guru seharusnya memberikan motivasi agar siswa tidak merasa kecil hati. Contoh: guru memberikan perhatian labih dan anak diberi pengertian bahwa kegagalannya merupakan awal dari keberhasilan.
7. Memberikan Permainan
Dunia anak adalah dunia bermain. Permainan adalah satu-satunya aktivitas dalam hidupnya. Oleh karena itu dalam mendukung perkembangan kognitif anak guru harus menggunakan pendekatan permainan. Contoh: anak diberi permainan puzzle.
8. Biarkan anak bereksplorasi
Anak kadang suka bereksplorasi melakukan hal-hal yang aneh dan keinginannya kadang tidak sesuai nalar orang dewasa. Meskipun demikian sebaiknya anak tidak boleh dilarang namun tetap pengawasan. Contoh: anak suka memencet semua tombol di televisi atau bahkan memukul-mukulnya. Hal ini ia lakukan untuk mencari tahu respon televisi atas tindakannya itu. Orang dewasa harus melakukan pendampingan dan memberikan penjelasan sesuai dengan daya tangkap siswa dan sesuai dengan bahasa yang dapat dipahami oleh anak.

PRINSIP PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK USIA DINI

LAPORAN KETUA PANITIA OSMA STKIP DAN STIE ISLAM BUMIAYU
PADA ACARA PENUTUPAN OSMA 2011
DI KAMPUS STKIP ISLAM BUMIAYU
TANGGAL 13 SAMPAI 15 SEPTEMBER 2011


YANG TERHORMAT, WAKIL BUPATI BREBES, IBU HJ. IDZA PRIYANTI, AMD.
YANG KAMI HORMATI,
KETUA BPH STKIP DAN STIE ISLAM BUMIAYU, PROF. DR. H. YAHYA A. MUHAIMIN.
KETUA YAYASAN TA’ALLUMUL HUDA BUMIAYU, BAPAK ABDUL KARIM, S. AG. BESERTA PENGURUS.
KETUA STKIP ISLAM BUMIAYU, BAPAK M. SHOFI MUBAROK, M. PD.
KETUA STIE ISLAM BUMIAYU, DR. SULIYANTO, SE, MM. ATAU YANG MEWAKILI
PARA DOSEN DAN STAF KARYAWAN
PARA TAMU UNDANGAN
DAN PESERTA OSMA YANG BERBAHAGIA

ASSALAMU’ALAIKUM WARAHMATULLAHI WABARAKATUH
SELAMAT SIANG, DAN SALAM SEJAHTERA UNTUK KITA SEMUA.
PUJI SYUKUR KE HADIRAT ALLAH SUBHANAHU WATA’ALA YANG TELAH MELIMPAHKAN NIKMAT, RAHMAT DAN KARUNIANYA, HINGGA KITA TELAH SAMPAI PADA ACARA PENUTUPAN ORIENTASI STUDI MAHASISWA STKIP ISLAM BUMIAYU DAN STIE ISLAM BUMIAYU TAHUN 2011.

PADA KESEMPATAN YANG BAIK INI, PERKENANKAN KAMI SELAKU PANITIA MELAPORKAN RANGKUMAN PENYELENGGARAAN KEGIATAN ORIENTASI STUDI MAHASISWA TAHUN 2011, SEBAGAI BERIKUT :

1. JUMLAH PESERTA YANG HADIR PADA KEGIATAN OSMA TAHUN INI ADALAH 266 MAHASISWA, YANG TERDIRI ATAS 235 MAHASISWA STKIP ISLAM BUMIAYU DAN 31 MAHASISWA STIE ISLAM BUMIAYU. MAHASISWA TERSEBUT BERASAL DARI BEBERAPA DAERAH, DARI PAMEKASAN MADURA HINGGA DKI JAKARTA.

2. PESERTA OSMA TELAH MENGIKUTI KEGIATAN INI SELAMA 3 (TIGA) HARI DENGAN BAIK DAN PENUH DENGAN KESUNGGUHAN.

3. SECARA UMUM KEGIATAN OSMA TERDIRI DARI MATERI AKADEMIK DAN NON AKADEMIK, PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TENGAH, SOFSKILL DAN ORGANISASI KEMAHASISWAAN SERTA PENGEMBANGAN ESQ. ADAPUN BENTUKNYA, BERUPA ABSTRAKSI, REFLEKSI, PERLOMBAAN PENTAS SENI DAN BHAKTI SOSIAL.


HADIRIN YANG KAMI HORMATI,
SELANJUTNYA, PADA KESEMPATAN INI, KAMI MENGUCAPKAN TERIMA KASIH KEPADA PENGELOLA SMP ISLAM BUMIAYU YANG TELAH BERKENAN MEMINJAMKAN TEMPAT UNTUK MELAKSANAKAN KEGIATAN OSMA INI. KEMUDIAN, KAMI UCAPKAN TERIMA KASIH PULA KEPADA PEMERINTAH DAERAH YANG TELAH MENDUKUNG TERSELENGGARANYA OSMA, MUDAH-MUDAHAN DENGAN DUKUNGAN PEMDA BREBES, DI TAHUN-TAHUN MENDATANG, BU HJ. IDZA PRIYANTI, AMD BISA HADIR KEMBALI SEBAGAI PEMIMPIN DAERAH. BUKAN DI KEGIATAN OSMA STKIP DAN STIE ISLAM BUMIAYU LAGI, TETAPI DI OSMA UNIVERSITAS PERADABAN. TAK LUPA, KAMI UCAPKAN TERIMA KASIH KEPADA SEMUA PIHAK YANG TELAH MEMBERIKAN KONTRIBUSI BAIK MORIL MAUPUN MATERIL.

KEPADA PESERTA OSMA, KAMI UCAPKAN SELAMAT ATAS PENGUKUHANNYA, MENJADI MAHASISWA, DAN SELAMAT MENEMPUH PERKULIAHAN. SEMOGA APA YANG DIPEROLEH SELAMA OSMA, DAPAT BERMANFAAT UNTUK MERAIH SUKSES BELAJAR DI PERGURUAN TINGGI INI. DI SAMPING ITU, SELAKU PANITIA PENYELENGGARA MEMOHON MAAF APABILA ADA HAL-HAL YANG KURANG BERKENAN SELAMA KEGIATAN BERLANGSUNG.

AKHIRNYA, KAMI MOHON KEPADA WAKIL BUPATI BREBES, IBU HJ. IDZA PRIYANTI, AMD. BERKENAN MEMBERIKAN SAMBUTAN SEKALIGUS MENUTUP KEGIATAN OSMA STKIP ISLAM BUMIAYU DAN STIE ISLAM BUMIAYU TAHUN 2011 INI.

SEKIAN DAN TERIMA KASIH
Dan JAYALAH TERUS INDONESIA,
JAYALAH TERUS MAHASISWA..!!

WASSALAMU’ALAIKUM WARAHMATULAHI WABARAKATUH

KETUA PANITIA OSMA 2011
TTD
MOHAMMAD ARIFIN

Laporan Ketua Panitia OSMA 2011

Senin, 10 Oktober 2011
0 Comments

Mahasiswa sebagai bagian dari masyarakat kampus tidak bisa lepas dari kehidupan organisasi. Dengan adanya organisasi kemahasiswaan, mahasiswa dapat menyalurkan aspirasi yang menjadi kebutuhan mahasiswa itu sendiri. Organisasi kemahasiswaan di kampus kita (Baca: STKIP Islam Bumiayu) seperti DM, MPM dan UKM hendaknya mampu menunjukan kewibawaanya sebagai organisasi yang mengusung kedaulatan mahasiswa. Organisasi tersebutlah yang sekarang menjadi harapan ratusan mahasiswa di kampus kita.
Mahasiswa, baik yang organisatoris ataupun yang bukan, perlu memahami posisi organisasi kemahasiswaan di lingkungan kampus agar organisasi tersebut dapat berjalan sesuai dengan fungsinya sehingga semakin dapat dirasakan manfaatnya oleh mahasiswa itu sendiri. Organisasi mahasiswa mempunyai banyak fungsi, di antaranya ialah sebagai sarana pengembangan potensi diri dan sebagai wahana belajar mengelola organisasi dengan prinsip good governance, yaitu akuntabilitas, transparan, kesetaraan dan tertib hukum.
Organisasi kemahasiswaan merupakan bagian dari sistem kampus, tetapi secara struktural tidaklah berada di bawah pimpinan perguruan tinggi. Dengan kata lain, tidak ada pola hubungan superordinat-subordinat atau subyek-obyek. Organisasi kemahasiswaan memiliki otoritas penuh dalam menentukan arah kebijakan organisasinya. Arah kebijakan organisasi yang dibuat secara independen merupakan perwujudan dari masyarakat kampus yang demokratis, yang memiliki wewenang penuh dalam menjalankan aktivitas di dalam fungsi dan bidang masing-masing. Oleh sebab itu tanggung jawab aktivitas mahasiswa yang diselenggarakan oleh organisasi kemahasiswaan tetap di tangan organisasi kemahasiswaan itu sendiri.
Tetapi perlu diketahui bahwa pimpinan perguruan tinggi adalah penanggungjawab sistem yang ada di kampus. Pola hubungan yang dikembangkan antara organisasi kemahasiswaan dan manajemen kampus adalah pola hubungan kerjasama dalam suasana saling menghormati dan saling bertanggung jawab dengan dilandasi aturan hukum dan moral yang disepakati bersama. Dengan kata lain, hubungan yang diharapkan adalah hubungan yang demokratis dan saling menghormati posisi masing-masing sehingga organisasi kemahasiswaan tetap memiliki hak penuh untuk menentukan arah kebijakan dan sistem organisasinya.
Secara teknis hubungan organisasi kemahasiswaan dengan manajemen kampus terbagi menjadi 3 (tiga) pola. Pertama, untuk hal-hal yang merupakan kepentingan mahasiswa sepenuhnya maka menjadi wewenang penuh organisasi kemahasiswaan. Dalam konteks ini, manajemen kampus memiliki fungsi partisipatif untuk memberikan masukan. Contoh: (1) Penentuan arah kebijakan dan tata organisasi intern organisasi kemahasiswaan; (2) Pemilihan, pengangkatan dan pertanggungjawaban badan kelengkapan organisasi kemahasiswaan; (3) Pelaksanaan dan pengawasan aktivitas program organisasi kemahasiswaan.
Yang kedua, untuk hal-hal yang merupakan irisan antara kepentingan manajemen kampus dan organisasi kemahasiswaan memerlukan koordinasi dan kesepakatan antara kedua belah pihak. Contohnya: penyelenggaraan kegiatan yang diselenggarakan oleh kedua belah pihak dan pemakaian fasilitas fisik kampus.
Yang ketiga, untuk hal-hal yang merupakan kepentingan manejemen sepenuhnya. Hal ini merupakan wewenang manajemen sepenuhnya dan organisasi kemahasiswaan hanya berperan partisipatif dan memberi masukan. Contohnya: (1) Penentuan kebijakan akademik perguruan tinggi, seperti; kurikulum, sanksi akademik, biaya pendidikan dll; (2) Penentuan kebijakan tata organisasi manajemen; (3) Pengelolaan fasilitas fisik kampus.
Posisi organisasi kemahasiswaan memiliki peran yang strategis bukan hanya untuk mengembangkan potensi diri tetapi juga untuk menyiapkan diri sebagai pemimpin masyarakat di masa depan. Akhirnya, semoga organisasi kemahasiswaan dapat mendorong lahirnya insan akademik yang cerdas dan kompetitif serta berahlakul karimah. Amien..!!

Posisi Organisasi Kemahasiswaan

Selasa, 04 Oktober 2011
0 Comments
Indonesia memiliki aneka ragam suku bangsa yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Aneka ragam suku bangsa juga diikuti dengan aneka ragam budaya dan bahasa sehingga menjadikan bangsa Indonesia rawan akan perpecahan. Kondisi seperti inilah yang menginspirasi penjajah untuk melancarkan strategi ‘adu dombanya’ sehingga bangsa Indonesia terjajah hingga 353,5 tahun oleh Belanda dan Jepang. Kemerdekaan yang kita nikmati tidak lepas dari bahasa Indonesia sebagai pemersatu yang menghubungkan cita-cita suku bangsa sehingga menjadi satu bangsa yang utuh dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Peranan bahasa bagi bangsa Indonesia juga sebagai sarana utama untuk berpikir dan bernalar. Dengan bahasa ini pula manusia menyampaikan hasil pemikiran dan penalaran, sikap, serta perasannya. Bahasa juga berperan sebagai alat penerus dan pengembang kebudayaan sehingga nilai – nilai dalam masyarakat dapat diwariskan dari satu generasi ke generasi selanjutnya.
Bahasa Indonesia tidak lah ada dengan sendirinya dan memiliki sejarah yang panjang. Namun tidak semua putra bangsa mengetahui sejarah dan perkembangan bahasa Indonesia. Meminjam istilah bung Karno, “Jas Merah”, jangan pernah sekali-kali meninggalkan sejarah. Kita tidak akan mencintai apa yang ada hari ini tanpa melihat sejarah yang terjadi kemarin. Dengan memahami sejarah dan perkembangan bahasa kita akan menghargai bahasa ini dengan meneruskan cita-cita luhur bangsa.

Perkembangan Bahasa Indonesia Berdasarkan Prasasti
Penelusuran perkembangan bahasa Indonesia bisa dimulai dari pengamatan beberapa inskripsi (batu bertulis) atau prasasti yang merupakan bukti sejarah keberadaan bahasa Melayu di kepulauan Nusantara. Prasasti-prasasti itu mengungkapkan sesuatu yang menggunakan bahasa Melayu, atau setidak-tidaknya nenek moyang bahasa Melayu. Nama-nama prasasti adalah; (1) Kedukan Bukit (683 Masehi), (2) Talang Tuwo (684 Masehi), (3) Kota Kapur (686 Masehi), (4) Karang Brahi (686 Masehi), (5) Gandasuli (832 Masehi), (6) Bogor (942 Masehi), dan (7) Pagaruyung (1356) (Abas, 1987: 24).
Prasasti-prasasti itu memuat tulisan Melayu Kuno yang bahasanya merupakan campuran antara bahasa Melayu Kuno dan bahasa Sanskerta.
Prasasti Kedukan Bukit yang ditemukan di tepi Sungai Tatang di Sumatera Selatan, yang bertahun 683 Masehi atau 605 Saka ini dianggap prasasti yang paling tua, yang memuat nama Sriwijaya.
Prasasti Talang Tuwo, bertahun 684 Masehi atau 606 Saka, menjelaskan tentang konstruksi bangunan Taman Srikestra yang dibangun atas perintas Hyang Sri-Jayanaca sebagai lambang keselamatan raja dan kemakmuran negeri. Prasasti ini juga memuat berbagai mantra suci dan berbagai doa untuk keselamatn raja.
Prasasti Kota Kapur di Pulau Bangsa dan prasasti Karang Brahi di Kambi, keduanya bertahun 686 Masehi atau 608 Saka, isinya hampir sama, yaitu permohonan kepada Yang Maha Kuasa untuk keselamatan kerajaan Sriwijaya, agar menghukum para penghianat dan orang-orang yang memberontak kedaulatan raja. Juga berisi permohonan keselamatan bagi mereka yang patuh, taat, dan setia kepada raja Sriwijaya.
Masa Kerajaan Malaka, sekitar abad ke-15. Sejarah Melayu karya Tun Muhammad Sri Lanang adalah peninggalan karya sastra tertua yang ditulis pada masa ini. Sekitar tahun 1521, Antonio Pigafetta menyusun daftar kata(semacam kamus) Italy-Melayu yang pertama. Daftar itu dibuat di Tidore dan berisi kata-kata yang dijurnpai di sana.
Jika berbagai prasasti tersebut bertahun pada zaman Sriwijaya, bisa disimpulkan bahwa Bahasa Melayu Kuno pada zaman itu telah berperan sebagai lingua franca. Atau, ada kemungkinan sebagai bahasa resmi pada zaman Sriwijaya. Kesimpulan ini diperkiat oleh keterangan I Tsing tentang bahasa itu bahwa bersama dengan Bahasa Sanskerta, Bahasa Melayu (diistilahkan Kw’en Lun) memegang peranan penting di dalam kehidupan politik dan keagamaan di negara itu (Sriwijaya).
Banyak yang menyimpulkan pada saat itu Bahasa Melayu telah Berfungsi sebagai :
1. Bahasa Kebudayaan yaitu bahasa buku-buku yang berisi aturan-aturan hidup dan sastra.
2. Bahasa Perhubungan (Lingua Franca) antar suku di Indonesia.
3. Bahasa Perdagangan baik bagi suku yang ada di indonesia mapupun pedagang yang berasal dari luar indonesia.
4. Bahasa resmi kerajaan.
Kedudukan Resmi
Bahasa Indonesia adalah suatu varian bahasa Melayu. Dasar yang dipakai adalah bahasa Melayu Riau dari abad ke-19, namun mengalami perkembangan akibat penggunaanya sebagai bahasa kerja dan proses pembakuan di awal abad ke-20. Bahasa ini sejak dahulu telah digunakan sebagai bahasa perantara atau bahasa pergaulan. Bahasa melayu tidak hanya digunakan di Kepulauan Nusantara, tetapi juga digunakan hampir diseluruh Asia Tenggara.
Bahasa Indonesia digunakan untuk pertama kalinya dalam acara resmi yaitu pada tanggal 16 Juni 1927 dalam sidang Volksraad, waktu itu Jahja Datoek Kajo menggunakan bahasa Indonesia dalam pidatonya. Namun Bahasa Indonesia secara resmi diakui sebagai bahasa nasional pada saat Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa nasional merupakan usulan dari Muhammad Yamin, seorang politikus, sastrawan, dan ahli sejarah. Dalam pidatonya pada Kongres Nasional kedua di Jakarta, Yamin mengatakan bahwa : “Jika mengacu pada masa depan bahasa-bahasa yang ada di Indonesia dan kesusastraannya, hanya ada dua bahasa yang bisa diharapkan menjadi bahasa persatuan yaitu bahasa Jawa dan Melayu. Tapi dari dua bahasa itu, bahasa Melayulah yang lambat laun akan menjadi bahasa pergaulan atau bahasa persatuan.
Secara Sosiologis kita bisa mengatakan bahwa Bahasa Indonesia resmi di akui pada Sumpah Pemuda tanggal 28 Onktober 1928. Hal ini juga sesuai dengan butir ketiga ikrar sumpah pemuda yaitu “Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.” Namun secara Yuridis Bahasa Indonesia diakui pada tanggal 18 Agustus 1945 atau setelah Kemerdekaan Indonesia.
Ada empat faktor yang menyebabkan bahasa Melayu diangkat menjadi bahasa Indonesia yaitu :
1. Faktor Historis, Bahasa melayu sudah merupakan lingua franca di Indonesia, bahasa perhubungan dan bahasa perdangangan.
2. Faktor kesederhanaan sistem. Sistem bahasa Melayu sederhana, mudah dielajari karena dalam bahasa melayu tidak dikenal tingkatan bahasa (bahasa kasar dan bahasa halus).
3. Faktor Psikologis. Suku jawa, suku sunda dan suku suku yang lainnya dengan sukarela menerima bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional.
4. Faktor kesanggupan, bahasa melayu mempunyai kesanggupan untuk dipakai sebagai bahasa kebudayaan dalam arti yang luas.
Tahun 1933 berdiri sebuah angkatan sastrawan muda yang menamakan dirinya sebagai Pujangga Baru. Pujangga baru adalah nama majalah sastra pada waktu itu yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisyahbana. Perkembangan bahasa Indonesia banyak dipengaruhi oleh sastrawan Minangkabau, seperti Marah Rusli, Abdul Muis, Nur Sutan Iskandar, Sutan Takdir Alisyahbana, Hamka, Roestam Effendi, Idrus, dan Chairil Anwar. Sastrawan tersebut banyak mengisi dan menambah perbendaharaan kata, sintaksis, maupun morfologi bahasa Indonesia.
Tahun 1936 Sutan Takdir Alisyahbana menyusun Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia. Dan pada tanggal 25-28 Juni 1938 dilangsungkan Kongres Bahasa Indonesia I di Solo. Dari hasil kongres itu dapat disimpulkan bahwa usaha pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia telah dilakukan secara sadar oleh cendekiawan dan budayawan Indonesia saat itu. Akhirnya pada tanggal 18 Agustus 1945 ditandatanganilah Undang-Undang Dasar 1945, yang salah satu pasalnya (Pasal 36) menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara.
Bahasa Indonesia memiliki kedudukan yang sangat penting seperti yang tercantum dalam Ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 dengan bunyi, ”Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia dan Undang-Undang Dasar RI 1945 Bab XV (Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan) Pasal 36 menyatakan bahwa ”Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia”.
Dari Kedua hal tersebut, maka bahasa Indonesia memiliki kedudukan sebagai bahasa kebangsaan dan bahasa Negara.

Ejaan Ch. A. van Ophuijsen
Ejaan ialah penggambaran bunyi bahasa dengan kaidah tulis-menulis yang distandardisasikan. Keraf (dalam Sri Haryatmo 1988:51) mengatakan bahwa ejaan ialah keseluruhan peraturan bagaimana menggambarkan lambang-lambang bunyi ujaran dan bagaimana interrelasi antara lambang-lambang itu (pemisahannya, penggabungannya) dalam suatu bahasa. Sedangkan ejaan menurut Sri Haryatmo (2009) adalah seperangkat kaidah tulis-menulis yang meliputi kaidah penulisan huruf, kata, dan tanda baca.
Sebelum tahun 1900 setiap peneliti bahasa Indonesia (pada waktu itu bahasa Melayu) membuat sistem ejaannya sendiri-sendiri dalam menulis huruf, kata dan tanda baca. Tidak ada kesatuan dalam ejaan menjadikan tulisan-tulisan itu menjadi sulit dipahami karena cukup bervariasi. Pada tahun 1900, Ch. van Ophuysen mendapat perintah untuk menyusun ejaan Melayu dengan mempergunakan aksara Latin. Dalam usahanya itu ia sekedar mempersatukan bermacam-macam sistem ejaan yang sudah ada, dengan bertolak dari sistem ejaaan bahasa Belanda sebagai landasan pokok. Ditetapkannya Ejaan van Ophuyson merupakan hal yang sangat bermanfaat pada masa itu.
Ejaan Van Ophuijsen merupakan ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin. Charles Van Ophuijsen menyusun ejaan ini pada tahun 1896 dengan bantuan Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim. Pedoman tata bahasa yang kemudian dikenal dengan nama ejaan van Ophuijsen resmi diakui pemerintah kolonial pada tahun 1901 dan dimuat dalam Kitab Logat Melayu.
Intervensi pemerintah terhadap bahasa Melayu semakin kuat dengan dibentuknya Commissie voor de Volkslectuur ("Komisi Bacaan Rakyat" - KBR) pada tahun 1908. Pada tahun 1910 di bawah pimpinan D.A. Rinkes komisi ini melancarkan program Taman Poestaka dengan membentuk perpustakaan kecil di berbagai sekolah pribumi dan beberapa instansi milik pemerintah. Perkembangan program ini sangat pesat, dalam dua tahun telah terbentuk sekitar 700 perpustakaan.
Kemudian pada tahun 1917 diubah menjadi Balai Pustaka. Balai Pustaka banyak menerbitkan karya-karya sastra. Novel-novel yang diterbitkan seperti Siti Nurbaya dan Salah Asuhan. Pada ragam karya sastra prosa timbul genre baru ialah roman, yang sebelumnya belum pernah ada. Buku roman pertama Indonesia yang diterbitkan oleh Balai Pustaka berjudul Azab dan Sengsara karya Merari Siregar pada tahun 1920. Roman Azab dan Sengsara ini oleh para ahli dianggap sebagai roman pertama lahirnya sastra Indonesia. Isi roman Azab dan Sengsara sudah tidak lagi menceritakan hal-hal yang fantastis dan istanasentris, melainkan lukisan tentang hal-hal yang benar terjadi dalam masyarakat yang dimintakan perhatian kepada golongan orang tua tentang akibat kawin paksa dan masalah adat. Ejaan Van Ophuisjen tidak sekali jadi tapi tetap mengalami perbaikan dari tahun ke tahun dan baru pada tahun 1926 mendapat bentuk yang tetap.
Ciri-ciri dari ejaan Van Ophuijsen yaitu:
1. Huruf ï untuk membedakan antara huruf i sebagai akhiran dan karenanya harus disuarakan tersendiri dengan dipotong seperti mulaï dengan ramai. Juga digunakan untuk menulis huruf y seperti dalam Soerabaïa.
2. Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang, dsb.
3. Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer, dsb.
4. Tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan kata-kata ma’moer, ’akal, ta’, pa’, dsb.

Ejaan Suwandi
Pada Kongres Bahasa Indonesia tahun 1938 telah disarankan agar ejaan itu lebih banyak diinternasionalisasikan. Dan memang dalam perkembangan selanjutnya terutama sesudah Indonesia merdeka dirasakan bahwa ada beberapa hal yang kurang praktis yang harus disempurnakan. Sebenarnya perubahan ejaan itu telah dirancangkan waktu pendudukan Jepang.
Pada tanggal 19 Maret 1947 dikeluarkan penetapan baru oleh Menteri Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan Suwandi (SK No. 264/Bag.A/47) tentang perubahan ejaan bahasa Indonesia; sebab itu ejaan ini kemudian terkenal dengan nama Ejaan Suwandi.
Ejaan ini juga dikenal dengan nama ejaan Republik. Ciri-ciri ejaan ini yaitu:
1. Huruf oe diganti dengan u pada kata-kata guru, itu, umur, dsb.
2. Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k pada kata-kata tak, pak, rakjat, dsb.
3. Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2 seperti pada kanak2, ber-jalan2, ke-barat2-an.
4. Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mendampinginya.
Kongres Bahasa Indonesia II tahun 1954 di Medan kembali mempersoalkan masalah ejaan. Sesuai dengan usul Kongres, kemudian dibentuk sebuah panitia dengan SK No. 44876 tanggal 19 Juli 1956. Panitia ini berhasil merumuskan patokan-patokan baru pada tahun 1957. namun keputusan ini tidak dapat dilaksanakan karena ada usaha untuk mempersamakan ejaan Indonesia dan Melayu. Sebab itu pada akhir tahun 1959 sidang perutusan Indonesia dan Melayu berhasil merumuskan suatu konsep ejaan bersama yang kemudian dikenal dengan nama Ejaan Melindo (Melayu – Indonesia). Tetapi konsep ejaan ini juga tidak jadi diumumkan karena perkembangan politik kemudian.

Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)
Pada tahun 1966 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Sarino Mangunpranoto dibentuk sebuah Panitia Ejaan Bahasa Indonesia, yang bertugas menyusun konsep baru, yang merangkum segala usaha penyempurnaan yang terdahulu. Sesudah berkali-kali diadakan penyempurnaan, maka berdasarkan Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972 diresmikan ejaan baru yang mulai berlaku pada tanggal 17 Agustus 1972, yang dinamakan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD).
Ejaan ini menggantikan ejaan sebelumnya, Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi. Peresmiannya dilakukan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 16 Agustus 1972 melalui pidato kenegaraan di hadapan sidang DPR.
Sebelumnya pada tanggal 23 Mei 1972, sebuah pernyataan bersama telah ditandatangani oleh Menteri Pelajaran Malaysia pada masa itu, Tun Hussien Onn dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Mashuri. Pernyataan bersama tersebut mengandung persetujuan untuk melaksanakan asas yang telah disepakati oleh para ahli dari kedua negara tentang Ejaan Baru dan Ejaan Yang Disempurnakan. Pada tanggal 16 Agustus 1972, berdasarkan Keputusan Presiden No. 57, Tahun 1972, berlakulah sistem ejaan Latin (Rumi dalam istilah bahasa Melayu Malaysia) bagi bahasa Melayu dan bahasa Indonesia. Di Malaysia ejaan baru bersama ini dirujuk sebagai Ejaan Rumi Bersama (ERB).
Pada tanggal 12 Oktober 1972, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, menerbitkan buku "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan" dengan penjelasan kaidah penggunaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya No. 0196/1975 memberlakukan "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah".
Perbedaan-perbedaan antara EYD dan ejaan sebelumnya adalah:
* 'tj' menjadi 'c' : tjutji → cuci
* 'dj' menjadi 'j' : djarak → jarak
* 'oe' menjadi 'u' : oemoem -> umum
* 'j' menjadi 'y' : sajang → sayang
* 'nj' menjadi 'ny' : njamuk → nyamuk
* 'sj' menjadi 'sy' : sjarat → syarat
* 'ch' menjadi 'kh' : achir → akhir
* awalan 'di-' dan kata depan 'di' dibedakan penulisannya. Kata depan 'di' pada contoh "di rumah", "di sawah", penulisannya dipisahkan dengan spasi, sementara 'di-' pada dibeli, dimakan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.
Ada peristiwa penting yang mempengaruhi perkembangan Bahasa Indonesia. Pada tanggal 28 Oktober s.d 2 November 1978 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia III di Jakarta. Kongres yang diadakan dalam rangka memperingati Sumpah Pemuda yang ke-50 ini selain memperlihatkan kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan bahasa Indonesia sejak tahun 1928, juga berusaha memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia.
Kemudian tanggal 21-26 November 1983 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia IV di Jakarta. Kongres ini diselenggarakan dalam rangka memperingati hari Sumpah Pemuda yang ke-55. Dalam putusannya disebutkan bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia harus lebih ditingkatkan sehingga amanat yang tercantum di dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara, yang mewajibkan kepada semua warga negara Indonesia untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, dapat tercapai semaksimal mungkin.
Kongres Bahasa Indonesia ke-V diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 28 Oktober s.d. November 1988. Kongres ini dihadiri oleh kira-kira tujuh ratus pakar bahasa Indonesia dari seluruh Indonesia dan peserta tamu dari negara sahabat seperti Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, Belanda, Jerman, dan Australia. Kongres itu ditandatangani dengan dipersembahkannya karya besar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa kepada pencinta bahasa di Nusantara, yakni Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.
Tanggal 28 Oktober s.d 2 November 1993 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia VI di Jakarta. Pesertanya sebanyak 770 pakar bahasa dari Indonesia dan 53 peserta tamu dari mancanegara meliputi Australia, Brunei Darussalam, Jerman, Hongkong, India, Italia, Jepang, Rusia, Singapura, Korea Selatan, dan Amerika Serikat. Kongres mengusulkan agar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa ditingkatkan statusnya menjadi Lembaga Bahasa Indonesia, serta mengusulkan disusunnya Undang-Undang Bahasa Indonesia. Tanggal 26-30 Oktober 1998 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia VII di Hotel Indonesia, Jakarta. Kongres itu mengusulkan dibentuknya Badan Pertimbangan Bahasa.

KESIMPULAN
Bahasa Indonesia merupakan suatu varian bahasa Melayu yang digunakan sebagai bahasa resmi kerajaan sriwijaya. Sampai sekarang terus mengalami perkembangan.
Bahasa Indonesia resmi digunakan pada peristiwa sumpah pemuda atas usul Muhammad Yamin. Hingga kini Bahasa Indonesia mempunyai kedudukan berada di atas bahasa-bahasa daerah dan Bahasa Indonesia merupakan bahasa resmi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ejaan Bahasa Indonesia terus mengalami perkembangan. Dari ejaan Van Ophuisjen, ejaan Suwandi dan sampai Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) adalah sejarah penyempurnaan Bahasa Indonesia yang terus mengikuti zaman.

SARAN
Bahasa Indonesia adalah warisan leluhur bangsa Indonesia yang merupakan kekayaan tak ternilai harganya. Oleh karena itu, kita sebagai warga Negara harus menjaganya dengan cara mencintai dan mengembangkannya melalui seni bersastra.
Pemerintah hendaknya melakukan upaya penelitian secara lebih mendalam lagi mengenai sejarah bahasa Indonesia dan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangannya.

PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA

Minggu, 03 Juli 2011
0 Comments
On listen and do instruction, students listening and doing what teacher said. But on listen and make, students are asked for crossing creative process. For example;
The student have to make decision alone
There is particular time for thinking and giving comment about
There is occasion that students corporate one another

1. Prepharation
a) Find a topic
b) Collect materials that you need as instrument
c) Use getures to make them more understanding

2. A class activity
Starting with a topic and explain little about topic
Explain topic in English and show them what they have to do in English as you can as possible. Use gesture to make more clearly.
Repeat instructions for all students and then for a several groups or by one person.
When they begin ‘make’, go step around and give comment themwork in English.

3. The kinds of ‘listen and make’
a) Listen and color. Coloring is simple activity for young students.
b) Listen and Draw. Students can draw alone without insruction. But in this case, your goal is make them listen your instruction in English. On this time, students will draw what you said.
c) Liaten and make. There are many kinds activity that students do. There are doing with clay, plastic, peper, or card.
For example, in English states, many people send greeting cards on events like chrismast, valentine day, motherday, ect. On this case, you can give students instruction about what they have to do. With gestures you can make them more understand.

LISTEN AND MAKE

Dalam banyak hal, anak-anak cenderung meniru perilaku orang dewasa termasuk guru. Bahkan dewasa ini banyak anak lebih mempunyai kepercayaan kepada gurunya dibandingkan pada orang tua mereka sendiri. Maka dari itulah guru harus menunjukan sikap dan keteladanan yang baik dalam situasi formal maupun situasi informal.
Dalam situasi formal, guru harus memiliki kewibawaan untuk menunjang keberhasilan proses belajar mengajar. Namun dewasa ini guru sudah semakin kehilangan kewibawaannya. Hilangnya kewibawaan guru mengakibatkan situasi kelas menjadi sulit dikendalikan sehingga guru cenderung mengambil tindakan kekerasan untuk mengendalikan kelas. Selain itu, sikap guru di luar kelas yang kadang tidak patut untuk diteladani dan semakin memperburuk citra guru di hadapan murid-muridnya.
Guru tidak hanya dituntut kecerdasannya saja, tetapi harus memiliki kepribadian yang patut untuk ditiru. Maka dari itu, standar kompetensi kepribadian guru harus dikuasai agar perilakunya dapat menunjang keberhasilan pendidikan di Indonesia. Kompetensi kepribadian guru juga harus dipahami dan diamalkan sebagai cermin pribadi guru yang khas. Untuk mengetahui pentingnya unsur kepribadian guru terhadap siswa maka pembaca akan penulis ajak untuk mengetahui sejauh mana pengaruh kepribadian guru terhadap siswa. Selain itu, dalam tulisan ini juga akan membahas realitas kepribadian guru di lapangan.

Kepribadian Guru
Kepribadian merupakan terjemahan dari bahasa inggris dari “personality”. Kata personality sendiri berasal dari bahasa asing pesona yang berarti, topeng yang digunakan aktor dalam setiap pertunjukan atau permainan. Dalam kehidupan sehari-hari kata kepribadian digunakan untuk menggambarkan: (1) identitas diri, jati diri; (2) kesan seseorang tentang diri anda atau orang lain; (3) fungsi-fungsi diri yang sehat atau bermasalah. Kepribadian (Suparji : 2009) merupakan representatif dari karakteristik seseorang yang konsisten dilihat dari tingkah lakunya. Pada intinya bahwa kepribadian dan karakteristik seseorang yang tercermin dalam tingkah laku sehari-hari.
Kepribadian merupakan organisasi dari faktor-faktor biologis, psikologis dan sosiologis yang unsur-unsurnya meliputi; pengetahuan pengetahuan, perasaan dan dorongan naluri. Unsur pertama adalah pengetahuan, pengetahuan merupakan suatu unsur yang mengisi akal dan alam jiwa orang yang sadar. Pengetahuan terdiri dari seluruh penggambaran, apersepsi, pengamatan, konsep, dan fantasi yang dimiliki seorang individu secara sadar. Unsur yang kedua adalah perasaan, perasaan adalah suatu keadaan dalam kesadaran manusia yang karena pengetahuannya dinilai sebagai keadaan yang positif atau negatif. Dan yang ketiga adalah dorongan naluri. Dorongan naluri tidak dipengaruhi oleh pengetahuan individu. Tetapi sudah terkandung dalam gen individunya.
Ngalim (1990) mengemukakan bahwa kepribadian itu dinamis tidak statis. Ia menunjukan tingkah laku yang terintegrasi dan merupakan interaksi antara kesanggupan-kesanggupan bawaan yang ada pada individu dan lingkungannya. Ia bersifat psiko-fisik, yang berarti bahwa faktor jasmaniah maupun rohaniah individu itu bersama-sama memegang peranan dalam kepribadian. Ia juga bersifat unik, bersifat khas yang membedakannya dari individu lain.
Menurut penulis, kepribadian merupakan kualitas jati diri seseorang baik fisik maupun psikis yang bersifat khas yang terbentuk dari lahir dan karena proses pengalaman hidupnya. Aspek kepribadian individu dapat dibentuk, oleh karena itu pendidikan guru harus menunjang terbentuknya kepribadian guru yang mantap agar nilai-nilai standar kepribadian guru dapat terinternalisasikan dengan baik.
Guru adalah pendidik professional yang tugas utamanya mentransfer ilmu pengetahuan, sikap dan ketrampilan. Profesi guru adalah suatu bentuk pengabdian yang penuh cinta kasih dan kelembutan budi. Guru harus mampu menjadi teladan yang dapat digugu dan ditiru, menggugah semangat belajar siswanya dan mendorong siswa agar berfikir maju.
Kepribadian guru merupakan identitas khas seorang pendidik yang menunjang profesinya sebagai pendidik profesional. Kepribadian yang baik sangat menentukan keberhasilan proses pembelajaran. Siswa akan mudah mengikuti guru yang disegani dan disukainya sehingga siswa akan cepat menyerap materi yang diberikan guru. Dan yang terpenting, kepribadian guru tidak boleh mendua ketika di dalam dan di luar kelas.

Kompetensi Kepribadian Guru
Guru merupakan insan dewasa yang mengajarkan pengetahuan, ketrampilan dan sikap pada siswa harus memiliki kompetensi kepribadian yang sekurang-kurangnya mencakup : (1) beriman dan bertakwa; (2) berakhlak mulia; (3) arif dan bijaksana; (4) demokratis; (5) mantap; (6) berwibawa; (7) stabil; (8) dewasa; (9) jujur; (10) sportif; (11) menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat; (12) secara obyektif mengevaluasi kinerja sendiri; dan (13) mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan (PP no.74 thn 2008). Kemampuan kepribadian lebih menyangkut jati diri seorang guru sebagai pribadi yang religius, bermoral, berkarakter dan pembelajar.
Yang pertama, guru harus religius dan bermoral. Hal ini jelas penting mengingat guru harus membantu siswa menjadi insan beriman, bertakwa serta berakhlak mulia. Apabila guru tidak beriman, bertaqwa dan berakhlak mulia maka akan sulit membentuk siswa agar memiliki sifat tersebut. Yang kedua guru harus memiliki karakter yang kharismatik. Segala sikapnya menunjukan sifat yang arif dan bijaksana, mantap, berwibawa, sportif, dewasa dan jujur. Sifat ini sangat diperlukan untuk menjaga kehormatan guru dan menunjang keberhasilan belajar siswa. Siswa akan cenderung selalu mengikuti manusia dewasa yang menjaga kehormatannya. Yang kedua, guru merupakan insan pembelajar. Prinsip belajar seumur hidup harus dipegang erat-erat agar kualitas guru tidak usang oleh kemajuan jaman. Guru harus tahan kritik, setiap kritik harus ditanggapi dengan positif. Disamping itu juga guru dituntut secara objektif mau mengevaluasi diri sendiri dan mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan.
Kepribadian adalah sesuatu yang abstrak, sukar dilihat secara nyata. Kepribadian hanya dapat diketahui melalui penampilan, tindakan dan ucapan. Tampilan kepribadian yang harus dimiliki guru kelas berdasarkan Permendiknas no. 16 tahun 2007 adalah :
a. Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia. Guru harus menghargai peserta didik tanpa membedakan keyakinan yang dianut, suku, adat-istiadat, daerah asal, dan gender. Selain itu, guru juga bersikap sesuai dengan norma agama yang dianut, hukum dan norma sosial yang berlaku dalam masyarakat serta kebudayaan nasional Indonesia yang beragam.
b. Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat. Guru menunjukan perilaku jujur dalam pikiran dan tindakan, tegas, dan manusiawi. Perilaku guru mencerminkan ketakwaan dan akhlak mulia. Berperilaku yang dapat diteladani oleh peserta didik dan anggota masyarakat di sekitarnya.
c. Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa.
d. Menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri.
e. Menjunjung tinggi kode etik profesi guru. Guru harus memahami dan menerapkan kode etik guru. Asas dasar yang menjadi kesepakatan guru itu harus senantiasa mewarnai perilaku guru.

Pengaruh Kepribadian Guru Terhadap Siswa
Karakter kepribadian seorang guru akan sangat mempengaruhi siswa dalam pembelajaran. Aspek kewibawaan dan keteladanan guru merupakan dua hal yang sangat penting dalam proses pembelajaran siswa. Mengajarkan sesuatu pada siswa membutuhkan kewibawaan agar siswa mau diatur dengan senang hati. Kewibawaan harus diawali dengan keteladanan yang baik. Baik keteladanan dalam lingkup sekolah maupun dalam lingkup masyarakat. Guru harus senantiasa menjaga wibawanya dengan selalu bersikap baik sesuai dengan norma dan nilai yang berlaku di masyarakat. Guru, bagi siswa lebih-lebih guru SD adalah sosok yang sempurna. Oleh siswa, guru dijadikan sosok manusia ideal yang akan ditiru perilakunya dan cara berpikirnya. Kepribadian guru mempunyai pengaruh cukup signifikan terhadap minat belajar siswa dan iklim emosional kelas.
Kepribadian guru yang buruk dapat mengakibatkan siswa menganggap remeh gurunya sendiri sehingga siswa menjadi malas belajar. Kasus seperti ini karena siswa tidak merasa segan terhadap guru. Siswa enggan diajar oleh guru tersebut. Kepribadian guru yang baik akan memahami kelakuan anak didiknya sesuai dengan perkembangan jiwa yang sedang dilaluinya. Setiap pertanyaan dari siswa dipahami secara obyektif tanpa dikaitkan dengan prasangka dan emosi yang tidak menyenangkan. Guru yang tidak tahan kritik kerap bersikap negatif dalam menanggapi pertanyaan siswa yang dianggap mengancam harga dirinya. Namun perasaan emosi guru yang mempunyai kepribadian terpadu tampak lebih stabil, optimis dan menyenangkan. Dia dapat memikat hati siswanya, karena setiap anak merasa diterima dan disayangi oleh guru, betapapun sikap dan tingkah lakunya.
Dalam proses pembelajaran, kepribadian guru akan mewarnai iklim emosional kelas. Kepribadian guru akan termanifestasikan dalam bentuk sikap dan perilaku selama mengajar. Guru yang ramah dan penyayang akan menciptakan iklim yang kondusif dan memberikan aura positif terhadap perkembangan psikis siswa. Siswa akan merasa aman, nyaman dan senang belajar di kelas. Siswa juga akan termotivasi untuk belajar dan mau menaati peraturan yang dikeluarkan oleh guru. Sebaliknya, Guru yang keras dan pemarah akan menimbulkan iklim kelas yang mencekam. Kelas yang mencekam dan tidak menyenangkan dapat menimbulkan dampak negatif bagi siswa. Guru yang otoriter membuat siswa merasa tegang dan malas belajar. Biasanya siswa melakukan protes dalam bentuk kenakalan seperti membuat gaduh, tidak memperhatikan pelajaran dan lain-lain. Kondisi kelas yang seperti ini tentu akan menurunkan prestasi belajar siswa.

Realitas Kepribadian Guru di Lapangan
Realitas kepribadian guru sampai saat ini belum bisa dikatakan membanggakan. Guru banyak terlibat kasus-kasus yang menyangkut tindakan bisnis dalam sekolah, perlakuan asusila terhadap siswa dan kekerasan serta penipuan. Kartono (2009) mengemukakan bahwa saat ini sekolah didominasi oleh mekanisme pasar. Sekolah dijadikan ajang bisnis, sebagai contoh pada saat penerimaan siswa, siswa dijadikan konsumen tekstil, sepatu dan atribut-atribut sekolah. Termasuk juga saat masa liburan, siswa diwajibkan mengikuti kegiatan tour ke tempat wisata. Selain itu, masih marak budaya titip, prioritas anak pejabat, surat sakti dan main uang telah berjalan layaknya jual beli seperti di pasar. Guru menjalankan tugasnya bukan lagi sebagai panggilan jiwa tetapi sekedar untuk mencari keuntungan finansial.
Lebih dari itu, Meier (dalam Barnawi: 2010) menyatakan bahwa tindakan semacam itu merupakan suatu bentuk korupsi dalam dunia pendidikan. Korupsi dalam pendidikan pada umumnya berupa, pertama; orang tua mungkin disarankan untuk membeli buku atau alat bantu mengajar yang ditulis oleh guru anaknya. Kedua; orang tua disarankan untuk membayar sekolah khusus dimana setelah jam sekolah berlangsung, gurunya akan mengajar anaknya materi inti dari kurikulum yang diajarkan. Dalam konteks ini guru berbisnis trik dan tips yang jitu dalam menyelesaikan soal ujian di mana trik-trik itu mungkin tidak diberikan di jam pembelajaran intrakurikuler. Ketiga; orang tua disarankan memberi sumbangan untuk dana pembangunan dan kegiatan ekstrakurikuler sekolah.
Lebih dari itu, tindakan guru saat ini kerap tidak sesuai dengan norma agama dan norma sosial. Di Ciputat seorang guru SD melakukan tindakan asusila yaitu menyodomi tiga orang muridnya sendiri (Berita8 News :18/4/2011). Bukan hanya di Ciputat, kasus asusila juga terjadi di Tapanuli Tengah. Seorang guru SD memaksa dua siswinya melakukan oral seks. Lebih parah lagi oral seks tersebut dilakukannya didepan kelas dan disaksikan oleh murid-murid yang lain. Dan untuk menutupi tindakan bejat tersebut sang guru mengancam murid-muridnya jika melaporkan tindakannya yang menyimpang tersebut (Indonesia-Headline :17/11/2008).
Nampaknya guru-guru kita mulai kehilangan kewibawaannya. Efeknya mereka sulit menegakan disiplin di sekolah dan menjadikan kekerasan sebagai alternatifnya. Di Tanjungbalai Guru terlibat kasus kekerasan bukan hanya di SMA atau SMP tetapi juga di tingkat SD (Warta : 23/1/2008).
Pribadi guru yang malas biasanya akan mengambil jalan pintas untuk mencapai tujuan. Apapun caranya, meskipun harus dengan cara menipu. Ribuan guru yang sudah PNS di propinsi Riau belum menampilkan pribadi yang jujur. Mereka meramai-ramai menipu pemerintah dengan cara memalsukan tanda tangan untuk memperoleh penetapan angka kredit (PAK). Mereka juga menggunakan karya ilmiah asli tapi palsu (aspal) dalam memperoleh kenaikan jabatan. Mereka mengerjakan tindakan yang tidak jujur ini dengan bantuan para joki (Imam Subari:2010).
KESIMPULAN
Kepribadian guru merupakan identitas khas seorang pendidik yang menunjang profesinya sebagai pendidik profesional. Kepribadian yang baik sangat menentukan keberhasilan proses pembelajaran.
Kompetensi kepribadian guru lebih menyangkut jati diri seorang guru sebagai pribadi yang religius, bermoral, berkarakter dan pembelajar sepanjang hayat. Aspek kepribadian dapat dibentuk, oleh karena itu pendidikan guru harus menunjang terbentuknya kepribadian guru yang khas.
Kepribadian seorang guru sangat mempengaruhi siswa dalam pembelajaran. Oleh karena itu guru harus menjaga sifat-sifat keteladanannya agar memiliki wibawa dalam mengatur siswa dalam pembelajaran.
Keberadaan guru di Indonesia saat ini tengah mengalami paradoks. Guru-guru telah kehilangan identitasnya sebagai agen pencerah. Guru yang sehari-harinya mengajarkan nilai moral dan religius tetapi malah mereka sendiri yang melanggar nilai-nilai tersebut. Kondisi ini sangat memprihatinkan, padahal filosofi istilah guru sangatlah baik. Guru adalah sebutan insan yang patut di-gugu dan di-tiru.

SARAN
Kepribadian guru adalah aspek penting dalam dunia pendidikan. Oleh karena itu kompetensi kepribadian guru yang telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah No. 74 harus di internalisasikan dengan baik melalui proses pendidikan guru. Harapannya, nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dapat mendarah daging secara utuh dalam pribadi guru.
Pemerintah hendaknya bersikap tegas terhadap guru yang tidak sesuai dengan standar kompetensi kepribadian guru. Sanksi yang ringan sampai yang berat harus dibuat agar menimbulkan efek jera sehingga citra guru tetap terjaga sebagai profesi yang berwibawa.

Telaah Kompetensi Kepribadian Guru

William H.N. mengartikan perencanaan sebagai suatu tindakan untuk menentukan apa yang akan dilakukan. Sedangkan Sudjana (2000) mengartikan perencanaan sebagai suatu proses yang sistematis dalam pengambilan keputusan tentang tindakan yang akan dilakukan pada masa mendatang.
Pembelajaran adalah suatu proses yang dilakukan oleh guru untuk membimbing, membantu dan mengarahkan peserta didik untuk memiliki pengalaman belajar. Pembelajaran juga merupakan aktivitas guru dan peserta didik sebagai suatu proses interaksi untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Perencanaan pembelajaran atau instructional design adalah suatu program bagaimana mengajarkan apa-apa yang sudah dirumuskan dalam kurikulum. Dalam hal ini kurikulum menjadi acuan utama di dalam penyusunan program pengajaran. Lebih rinci lagi perencanaan adalah proses penyusunan materi pengajaran, penggunaan media pembelajaran, penggunaan pendekatan dan metode pembelajaran, dan penilaian dalam suatu alokasi waktu yang akan dilaksanakan pada masa tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Perencanaan Pembelajaran didasarkan pada asumsi bahwa perencanaan yang baik akan membawa hasil yang baik pula. Perencanaan pembelajaran dikembangkan memperbaiki kualitas pengajaran Ada banyak sudut pandang yang digunakan untuk mendefinisikan arti perencanaan pembelajaran. Perencanaan pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu proses, sebagai suatu disiplin ilmu, sebagai suatu sains, sebagai realitas, sebagai suatu sistem dan sebagai teknologi. Perencanaan pembelajaran dapat dilihat sebagai suatu proses pengembangan pengajaran secara sistematik yang digunakan secara khusus teori-teori pembelajaran dan pengajaran untuk menjamin kualitas pembelajaran. Dipandang sebagai disiplin ilmu, karena perencanaan pembelajaran merupakan cabang dari pengetahuan yang senantiasa memperhatikan hasil-hasil penelitian dan teori-teori tentang strategi pengajaran dan implementasinya terhadap strategi-strategi tersebut.
Perencanaan pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu sains karena mengkreasi secara detail spesifikasi dari pengembangan implementasi, evaluasi dan pemeliharaan akan situasi maupun fasilitas pembelajaran terhadap unit-unit yang luas maupun yang lebih sempit dari mata pelajaran dengan segala tingkat kompleksitasnya. Pola kreasi dapat dikembangkan dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sehingga potensi untuk menemukan trobosan-trobosan yang lebih baru menjadi terbuka lebar.
Perencanaan pembelajaran merupakan suatu ide pengajaran dari waktu ke waktu dalam suatu proses yang dikerjakan perencana mengecek secara cermat bahwa semua kegiatan telah sesuai dengan tuntutan sain dan dilaksanakan secara sistematik. Pemahaman tersebut mengarahkan pada pengertian perencanaan pembelajaran sebagai suatu realitas. Selain itu dapat juga dikatakan sebagai suatu system karena seluruh susunannya berasal dari sumber-sumber dan prosedur-prosedur untuk menyelenggarakan pembelajaran.
Sebagai suatu teknologi, perencanaan pembelajaran merupakan suatu perencanaan yang mendorong penggunaan teknik-teknik yang dapat mengembangkan tingkat intelektual kognitif dan teori-teori konstruktif terhadap solusi dan problem pembelajaran.
Perencanaan yang disiapkan dengan cermat dan sistematis dapat membantu perkembangan siswa secara maksimal. Oleh karena itu perencanaan pembelajaran perlu memperhatikan berbagai aspek, seperti aspek teori belajar dan karakteristik siswa. Selain itu, hendaknya diarahkan untuk membantu proses belajar siswa secara individual. Pengembangannya dengan pendekatan system. Dalam artian bahwa setiap komponen dalam pengajaran memiliki pengaruh antara satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, setiap masalah suatu komponen haruslah segera diatasi agar tidak mempengaruhi komponen yang lainnya. Tidak kalah pentingnya, di dalam penggunaan Sumber dan alat bantu belajar yang selalu mengikuti perkembangan zaman agar peserta didik dapat berfikir maju dan mampu bersaing di tataran global.
Perencanaan pembelajaran yang dikembangkan secara cermat dan sistematis dapat memberikan manfaat besar bagi guru. Di antaranya ialah dapat memberikan pemahaman yang jelas mengenai tujuan pendidikan. Membantu guru memperjelas pemikirannya tentang tujuan pendidikan. Menambah keyakinan guru atas penggunaan prosedur dan nilai-nilai yang digunakan. Membuat guru merasa percaya diri dalam mengajar. Membantu guru menjaga kegairahan dalam mengajar dan menyajikan materi yang up to date.
Di dalam pengembangannya, UU No.20 tahun 2003 tentang sisdiknas harus menjadi acuan utama dalam merencanakan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan nasional yaitu, untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, berahlak mulia, sehat jasmani dan rohani, berilmu pengetahuan, cakap dan kreatif serta mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Ada empat komponen esensial yang harus ada dalam perencanaan. Yaitu, tujuan pembelajaran, materi atau bahan ajar, strategi yang digunakan dan cara penilaiannya. Tujuan pembelajaran akan mempengaruhi jenis materi yang akan disampaikan. Materi yang digunakan akan turut menentukan strategi ataupun metode yang akan dipakai. Demikian pula strategi akan menentukan cara penilaian yang akan digunakan. Dan pada akhirnya hasil penilaian akan digunakan menjadi dasar tujuan pembelajaran berikutnya. Jadi, Keempat komponen akan saling mempengaruhi antara satu dengan yang lainnya. Sehingga demikian apabila ada suatu masalah dalam satu komponen maka komponen lain akan menerima imbasnya.
Pada dasarnya komponen-komponen yang ada merupakan jawaban atas tiga pertanyaan mendasar. Kemampuan apa yang harus dimiliki siswa ?. Prosedur dan sumber mana yang dapat digunakan untuk mencapai kemampuan tersebut ?. dan bagaimanakah caranya kita mengetahui bahwa kemampuan tersebut telah dikuasai siswa ?.

Memahami Perencanaan Pembelajaran

Rabu, 16 Maret 2011
0 Comments
Oleh: Mohammad Arifin
Mahasiswa STKIP Islam Bumiayu

Latar belakang munculnya pembelajaran konteksual di Indonesia ialah karena melihat dari kondisi pendidikan di Indonesia yang cukup memperihatinkan baik secara makro maupun secara mikro. Secara makro kondisi pendidikan indonesia dilihat dari lingkup internasional. Berdasarkan penelitian International Education Achievment (IEA), Indonesia menempati urutan ke-30 dari 38 negara dalam hal kemampuan membaca siswa SD. Sementara itu penelitian yang dilakukan oleh The Third International Mathematics and Science study repeat(1999) menunjukan kemampuan siswa Indonesia dalam bidang matematika dan IPA indonesia menempati urutan 34 dan 32 dari 38 negara. Pada tahun 2003 menurut UNDP, Indonesia menempati urutan 112 dari 175 negara.
Secara mikro, kondisi pendidikan Indonesia dapat dilihat dalam pembelajaran di sekolah. Banyak siswa yang mampu menyajikan tingkat hafalan yang tinggi namun tidak dapat memahami apa yang dihapalkan. Tiadak sedikit siswa yang tidak mampu menghubungkan antara pengetahuan yang ia dapatkan dengan bagaimana cara memanfaatkannya. Siswa kesulitan memahami konsep akademik yang diajarkan secara abstrak melalui metode ceramah. Padahal siswa sangat membutuhkan konsep-konsep yang akan membantu pada tempat hidup mereka kelak.
Pembelajaran kontekstual berfungsi untuk membantu guru dalam mengaitkan isi mata pelajaran dengan situasi dunia dan membantu guru dalam memotivasi siswa membuat hubungan antara pelajaran dengan kehidupan sehari-hari siswa.

Definisi
Pembelajaran kontekstual (2009) adalah pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi nyata sehingga mendorong siswa untuk menerapkannya dalam kehidupan mereka.
Direktorat Pembinaan SMP menyebutkan Pembelajaran kontekstual merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan/keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan/konteks ke permasalahan/-konteks lainnya.
Dari dua penegertian di atas maka diketahui bahwa pembelajaran kontekstual ialah suatu proses yang bertujuan membantu siswa memahami materi pelajaran dengan cara mengaitkannya dengan konteks kehidupan sehari-hari sehingga siswa dapat memanfaatkan pengetahuan yang ia dapat dalam kehidupan nyata.

Tujuh Komponen CTL
Ada tujuh komponen CTL atau pembelajaran kontekstual yang harus menjadi landasan dalam pengembangannya. Ketujuh komponen itu ialah;
1. Konstruktivisme
Konstruktivisme menghendaki siswa membangun pemahamannya sendiri melalui pengetahuan yang ia miliki. Dengan kata lain, pada dasarnya siswa mempunyai modal awal pengetahuan yang harus dikembangkan. Pembelajaran harus dikemas “mengkonstruksi”, bukan menerima pengetahuan.
2. Inquiry (menemukan)
Inquiry adalah proses dimana siswa menemukan kasus. Di sini siswa belajar menggunakan ketrampilan berfikir kritis. Proses ini merupakan proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman.
3. Questioning (bertanya)
Pada proses ini guru mengembangkan keingin tahuan siswa melalui bertanya. Guru memotivasi siswa agar memiliki keingin tahuan yang tinggi untuk menggali informasi atau meyakinkan apa yang dipelajari.
4. Learning Community
Guru membangun masyarakat belajar melalui kerja sama antar siswa. Masyarakat belajar akan terikat dalam kelompok belajar. Di sini siswa dapat berbagi pengalaman dan ide. Di samping itu juga belajar bersama-sama tentunya akan lebih baik daripada belajar sendiri-sendiri.
5. Modelling (Pemodelan)
Pemodelan adalah proses mempragakan sesuatu sebagai contoh yang dapat dicontoh oleh siswa. Pemodelan bisa melibatkan guru, outsider atau siswa itu sendiri. Misalnya, guru mempergakan praktek shalat, Pengrajin mempragakan pembuatan hasil karyanya atau bahkan siswa pemenang lomba pidato mempragakan kemampuannya.
6. Reflecting (Refleksi)
Refleksi adalah proses internalisasi atau pengendapan pengalaman yang telah yang telah dipelajaran. Cara ini yang dilakukan siswa untuk membangun struktur kognitif siswa yang baru. Pembelajaran kontekstual menghendaki siswa merenung atau mengingat kembali pengalaman belajarnya.
7. Authentic Assesment (penilaian nyata)
Penilaian dilakukan dengan memperhatikan berbagai aspek. Tidak seperti penilaian konvensional yang hanya memperhatikan aspek intelektual (hasil tes), pembelajaran kontekstual memperhatikan aspek afektif dan motorik yang terlihat dalam proses dan hasil. Dengan kata lain penilaian dilakukan secara terus menerus selama proses pembelajaran.
Penilaian autentik bertujuan mengevaluasi kemampuan siswa dalam konteks dunia nyata. Dengan kata lain, siswa belajar bagaimana mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilannya ke dalam tugas-tugas yang autentik.
Melalui penilaian autentik ini, diharapkan ber-bagai informasi yang absah/benar dan akurat dapat terjaring berkaitan dengan apa yang benar-benar diketahui dan dapat dilakukan oleh siswa atau tentang kualitas program pendidikan.

Pola Pembelajaran Kontekstual
Ada tiga langkah utama yang dilakukan guru dalam pembelajaran kontekstual. Langkah-langkah utama itu berupa pendahuluan, inti dan penutup.
1. Pendahuluan
Pada tahap ini guru menjelaskan kompetensi yang harus dicapai, prosedur pembelajaran dan tanya jawab seputar tugas yang harus dikerjakan siswa. Dalam menjelaskan kompentensi usahakan guru tidak hanya menjelaskan secara datar namun perlu juga guru menjelaskan manfaat proses pembelajaran dan pentingnya materi bagi siswa. Prosedur pembelajarannya ialah siswa dibagi menjadi beberapa kelompok dan melaksanakan penggalian data sesuai dengan petunjuk guru. Tanya jawab sebelum pelaksanaan diperlukan untuk menghindari ketidakjelasan dalam proses yang akan dilaksanakan.
2. Inti
Kegiatan ini berlangsung di dalam maupun di luar kelas (lapangan). Di lapangan siswa melakukan wawancara dan mencatat semua hal yang ia temukan. Di dalam kelas siswa mendiskusikan hasil temuan, melaporkan hasil diskusi dan menjawab pertanyaan dari kelompok lain.
3. Penutup
Dalam kegiatan penutup ialah membuat kesimpulan dan merefleksikan apa yang baru saja dipelajarinya.

Pembelajaran kontekstual dapat memberikan pengalaman berharga bagi siswa. Siswa tidak akan mudah lupa dengan pengalaman belajarnya. Di banyak negara, pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan minat dan prestasi belajar siswa.

Sumber: Hamruni.2009. Strategi dan Model-model pembelajaran Aktif Menyenangkan. UIN Sunan Kalijaga: Yogyakarta.

C T L

Senin, 17 Januari 2011
0 Comments

oleh : arifin

Mahasiswa STKIP Islam Bumiayu

Pepatah mengatakan bahwa sesuatu yang abadi di dunia ini adalah perubahan. Tiada sesuatu yang bertahan statis di dunia ini. Segalanya mengalami perubahan, demikian halnya dengan kondisi masyarakat juga mengalami perubahan, itulah sebabnya setiap organisasi atau lembaga harus memiliki kemampuan untuk berubah. Apabila tidak melakukan perubahan maka organisasi tidak akan dapat bertahan lama.

Pada kondisi yang sangat kompetitif seperti saat ini, sekolah didorong untuk menghasilkan produk atau layanan yang kompetitif. Produk dan layanan yang mampu memenuhi harapan dan kebutuhan stakeholder. Perlu diketahui bahwa seiring dengan perubahan berbagai kondisi makro di masyarakat, kebutuhan dan harapan stakeholder mengalami perubahan yang cepat. Oleh karena itu, Sekolah/madrasah perlu menyusaikan diri dengan cara melakukan perubahan.

Seiring dengan perubahan ataupun dengan tidak adanya perubahan dalam sekolah/madrasah selalu diikuti oleh adanya risiko. Melihat hal itu, sekolah/madrasah perlu mempunyai mekanisme pengelolaan perubahan dan resiko agar mampu bertahan hidup lebih lama. Mekanisme pengelolaan yang penulis maksud adalah manajemen perubahan dan manajemen risiko.

DEFINISI

Manajemen perubahan adalah upaya yang dilakukan untuk mengelola akibat-akibat yang ditimbulkan karena terjadinya perubahan dalam organisasi. Perubahan dapat terjadi karena sebab-sebab yang berasal dari dalam maupun dari luar organisasi tersebut.

Ada tiga waktu perubahan yang dapat dipilih organisasi yang masing-masing memiliki konsekuensi yang berbeda. Pilihan pertama adalah pilihan yang paling baik namun sering kali paling sulit dilaksanakan, karena membutuhkan pemimpin yang visioner. Perubahan dilakukan secara evolusioner pada saat organisasi sedang dalam masa kejayaan. Perubahan ini disebut transformasi. Pilihan yang kedua adalah waktu perubahan yang dipilih atau mungkin baru disadari ketika organisasi mulai mengalami penurunan kinerja. Perubahan ini disebut dengan turnaround. Adapun pilihan yang ketiga adalah waktu perubahan yang dilakukan oleh organisasi ketika organisasi tersebut telah mengalami kebangkrutan dan hampir mati. Perubahan yang dilakukan pada tahap ini sudah termasuk dalam manajemen krisis.

Manajemen risiko adalah proses pengukuran atau penilaian risiko serta pengembangan strategi pengelolaannya. Manajemen risiko tradisional terfokus pada risiko-risiko yang timbul oleh penyebab fisik atau legal. (Wikipedia)

Bramantyo dalam Muhaimin,dkk. (2009) mengartikan mengartikan resiko sebagai keadaan ketidakpastian dan tingkat kepastiannya terukur secara kuantitatif. Ketidakpastian adalah suatu keadaan dimana ada beberapa kemungkinan kejadian dan setiap kejadian akan menyebabkan hasil yang berbeda. Tetapi, tingkat kemungkinan atau probabilitas itu sendiri tidak diketahui secara kuantitatif.

ARTI PENTING

Perubahan mempunyai manfaat bagi kelangsungan hidup suatu organisasi. Tanpa adanya perubahan maka dapat dipastikan bahwa organisasi tidak akan bertahan lama. Perubahan bertujuan agar organisasi tidak menjadi statis melainkan tetap dinamis dalam menghadapi perkembangan jaman dan kemajuan teknologi.

Manajemen perubahan bagi sekolah bermanfaat untuk berinovasi dalam rangka beradaptasi dengan lingkungan agar menjadi sekolah yang unggul. Sekolah yang mampu memenuhi harapan dan kebutuhan stakeholder secara simultan.

Adapun manajemen risiko bermanfaat juga untuk meminimalkan resiko atau paling tidak mendistribusikannya selama pengembangan dan idealnya resiko dalam organisasi dihapus dari aktivitas yang mempunyai jalur kritis.

PENGARUH MANAJEMEN PERUBAHAN DAN MANAJEMEN RISIKO DALAM DUNIA PENDIDIKAN

v MANAJEMEN PERUBAHAN

Dengan perubahan berbagai kondisi makro di masyarakat, dunia pendidikan pun melakukan perubahan. Misalnya, perubahan dalam upaya peningkatan mutu lembaga pendidikan pada era setelah reformasi yang ditandai dengan menguatnya keinginan untuk berubah dari pengelolaan yang bersifat sentralistis menuju pengelolaan yang bersifat desentralistis membuat pemerintah memunculkan berbagai paket kebijakan seperti; Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Peningkatan Mutu yang ditandai dengan kebijakan tentang Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah/Madrasah, Kurikulum Berbasis Kompetensi, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Dewan Pendidikan, Dewan Sekolah, Badan Standarisasi Nasional Pendidikan, dll.

Perubahan tentang masyarakat tentang pendidikan juga mengalami perubahan. Jika sebelumnya madrasah hanya dituntut untuk menghasilkan lulusan yang lebih menguasai ilmu agama dibandingkan dengan ilmu umum, sekarang para orang tua siswa meninginkan madrasah mampu menghasilkan lulusan yang menguasai ilmu agama dan umum.

Kondisi tersebut tentu menuntut perubahan dalam pengelolaan madrasah untuk menyiapkan siswanya pandai agama dan pandai dalam ilmu pengetahuan, olah raga, teknologi dan seni. Perubahan ini bukan hanya mengubah kurikulum tetapi juga perlu mengubah cara berfikir seluruh komponen madrasah. Perubahan ini akan mempengaruhi nilai-nilai madrasah dan pada akhirnya akan mempengaruhi perubahan budaya madrasah.

Perubahan yang paling mendasar adalah perubahan yang berkaitan dengan cara berfikir/cara pandang, maka komponen yang paling penting untuk perubahan adalah manusia. Itulah sebabnya sebuah organisasi akan mempunyai kemampuan adaptasi yang tinggi dan memiliki kemampuan melaksanakan perubahan yang baik jika memiliki manusia-manusia pembelajar.

Dengan kemampuan untuk melaksanakan perubahan itulah sekolah/madrasah akan memiliki kemampuan yang cukup untuk menjadi lembaga yang unggul. Untuk menjadi sekolah yang unggul ada beberapa komponen yang harus diperhatikan (Depdikbud, 1994) yang meliputi; (1) masukan (input) ; (2) Sarana dan prasarana yang menunjang; (3) Lingkungan belajar yang kondusif; (4) Guru dan tenaga kependidikan yang unggul; (5) Kurikulum yang memadai; (6) Kurun waktu belajar lebih lama; (7) Proses yang berkualitas dan hasilnya dapat dipertanggung jawabkan; (8) Bermanfaat bagi peserta didik dan lingkungan; (9) memiliki nilai lebih.

Terdapat beberapa proses yang dapat mendukung sekolah/madrasah untuk menjadi unggul, proses-proses tersebut meliputi:

1) Tidak elitis, menerima dan memajukan siswa.

2) Tidak membatasi kurikulum secara sempit pada yang dasar, memberikan kurikulum yang fleksibel, dan disesuaikan dengan kebutuhan siswa.

3) Tidak tertuju pada tes semata, pencapaian materi lebih disebabkan karena mereka dilatih proses berfikir tingkat tinggi.

4) Bekerja tidak terpaku pada program yang kaku, bekerja atas dasar komitmen dan kreatifitas pegawai

5) Kepala sekolah tidak otoriter, memilki visi dan memiliki upaya untuk mewujudkan visi tersebut.

6) Merekrut dan mempekerjakan staf dengan dasar keahlian, dan memiliki prosedur untuk mengeluarkan mereka yang tidak memberikan kontribusi terhadap misi sekolah.

7) Memilki pengembangan staf yang intensif

8) Memiliki tujuan yang jelas, penilaian yang baik serta dapat memperbaiki kekurangan dan menghindari kesalahan.

9) Guru dan siswa sama-sama memiliki tanggung jawab dalam pembelajaran.

10) Menempatkan kesejahteraan siswa di atas yang lain

11) Memiliki struktur yang memungkinkan pengambilan keputusan dan pemecahan masalah dilakukan secara kelompok dan bukan individual.

12) Memiliki pemimpin yang menggugah semangat dan partisipasi staf dan menggalang dukungan pihak luar.

13) Merayakan keberhasilan dan memberikan penghargaan kepada staf dan siswa yang berprestasi.

14) Fleksibel dalam hal cara, namun berpegang teguh pada tujuan.

Jika dilihat dari proses tersebut, tampak bahwa untuk menjadi sekolah unggul, harus memilki kemampuan untuk berubah. Kondisi tersebut ditunjukan dengan ciri bahwa sekolah yang baik adalah sekolah yang mampu memenuhi harapan dan kebutuhan stakeholder. Kebutuhan dan harapan stakeholder adalah sesuatu yang berubah-ubah, namun demikian adakalanya sekolah tidak hanya memenuhi tetapi juga mempengaruhi harapan dan kebutuhan mereka.

v MANAJEMEN RISIKO

Risiko merupakan sesuatu yang memiliki dampak terhadap pencapaian tujuan organisasi. Beberapa tipe risiko di lembaga pendidikan (Prince watercoper dalam muhaimin 2009), meliputi:

1) Risiko strategis, merupakan risiko yang berpengaruh terhadap kemampuan organisasi dalam mencapai tujuan.

2) Risiko keuangan, risiko yang mungkin akan berakibat berkurangnya asset.

3) Risiko Operasional, merupakan risiko yang berdampak pada kelangsungan proses dan prosedur internal untuk memenuhi hokum dan peraturan yang berlaku.

4) Risiko reputasi, merupakan risiko yang berdampak pada reputasi dan merek lembaga.

Kenaikan SPP misalnya, dapat mempengaruhi keputusan siswa dalam memilih sekolah/madrasah. Jika SPP dinaikan, sekolah/madrasah berharap akan dapat membiayai lebih banyak program unggulan, namun demikian jika tidak diantisipasi dan tidak mambandingkan dengan lingkungan kompetitif, maka akan dapat menurunkan perolehan siswa, yang tentu pada akhirnya akan dapat mempengaruhi pancapaian tujuan sekolah/madrasah tersebut. Namun demikian, jika SPP diturunkan juga akan memunculkan risiko, baik itu risiko keuangan dengan menurunnya sekolah/madrasah dalam pengadaan asset, maupun risiko reputasi, yaitu menurunnya reputasi sekolah/madrasah tersebut. Perubahan kurikulum juga memiliki risiko operasional, yaitu berkaitan dengan proses merancang, implementasinya dalam strategi pembelajaran sampai dengan proses evaluasi pembelajaran.

Perubahan kurikulum juga dapat mempengaruhi risiko tingkat kesesuaian antara peraturan dan perundangan yang berlaku dengan pedoman dan prosedur pelaksanaan internal. Hasil lulusan yang direncanakan harus memenuhi standar lulusan yang ditetapkan suatu Negara. Karena itu, sekolah harus pula mengubah berbagai proses dan prosedur pembelajaran untuk mencapai standar baru tersebut.

Pada akhirnya perubahan kurikulum yang dilakukan harus diikuti dengan berbagai perubahan-perubahan yang lain. Berbagai perubahan pada akhirnya akan merubah citra orang terhadap sekolah tersebut. Di dalam citra itulah reputasi sebuah lembaga terbangun.

Dengan demikian, setiap perubahan akan menimbulkan risiko, namun demikian tidak melakukan proses perubahan juga memiliki risiko. Oleh karena itu, sekolah harus mengidentifikasi risiko dan proses perencanaannya. Proses tersebut dapat dilihat pada table berikut ini.

Identifikasi Risiko

Kondisi saat ini

Kondisi yang akan datang

Risiko

strategis

keuangan

operasional

pemenuhan

reputasi

1

2

3

4

5

6

7

Kompetensi lulusan masih memenuhi standar minimal

Kompetensi lulusan harus mencapai standar internasional

Visi, misi lembaga perlu untuk dikembangkan, termasuk berbagai sasaran dan program-program baru dalam 4 tahun ke depan.

Membutuhkan sumber-sumber pendanaan baru.

Ketrampilan guru dan sarana dan prsarana harus ditingkatkan.

Prose perencanaan pembelajaran, strategi pembelajaran, dan evaluasi hasil belajar harus sesuai dengan jenis kompetensi yang akan dicapai.

Reutasi sekolah atau mandrasah akan meningkat

Setelah teridentifikasinya risiko seperti di atas kemudian dikembangkanlah berbagai skenario dari risiko yang ditimbulkan. Skenario dari risiko yang ditimbulkan ialah berupa kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. Di dalam tiap-tiap kemungkinan dideskripsikan kemungkinan berdasarkan jenis resiko yang meliputi; strategiis, keuangan, operasional, pemenuhan dan reputasi. Dan diidentifkasi propabilitas serapan oleh Stakeholder. Proses penyusunan tersebut tentunya didasarkan pada data yang ada. Jika belum ada maka perlu diawali dengan proses pengumpulan data melalui berbagai kegiatan pengukuran.

Setelah sekolah mampu melakukan identifikasi berbagai kemungkinan yang akan terjadi, pada tahap selanjutnya ialah sekolah harus melakukan pengukuran risiko. Menurut Bramantyo (2008) pengukuran selalu mengacu pada probabilitas dan dampak atau akibat. Proses selanjutnya dari manajemen risiko ialah merencanakan pengelolaan risiko yang akan terjadi atau risiko yang telah dipilih.

Maka dapat diambil kesimpulan bahwa manajemen perubahan adalah upaya yang dilakukan untuk mengelola akibat-akibat yang ditimbulkan karena terjadinya perubahan dalam organisasi. Sementara itu, manajemen risiko adalah proses pengukuran atau penilaian risiko serta pengembangan strategi pengelolaannya.

Manajemen Perubahan sangat bermanfaat untuk menjaga kelangsungan hidup organisasi. Organisasi harus mampu beradaptasi dengan lingkungan dan memiliki kemampuan untuk berubah karena organisasi dihadapkan pada lingkungan selalu berubah. Manajemen Risiko sangat bermanfaat untuk meninimalkan risiko dan bahkan menghapus risiko yang akan dihadapi.

Bagi dunia pendidikan (sekolah/madrasah) manajemen perubahan dan manajemen risiko mempunyai pengaruh yang sangat signifikan. Manajemen perubahan akan mempengaruhi kemampuan sekolah/madrasah dalam upaya menjadi lembaga yang unggul. Sementara itu manajemen risiko akan berpengaruh pada pencapaian visi dan misi sekolah/madrasah.

Manajemen Perubahan & Manajemen Risiko

Minggu, 09 Januari 2011
0 Comments

- Copyright © Mohammad Arifin - Blogger Templates - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -