PENGELOLAAN PROGRAM YANG BERDAMPAK PADA MURID

PROGRAM CLASS MEETING

 

Oleh :

Mohammad Arifin, S.Pd

CGP Kota Semarang

 

Peristiwa (Fact)

Menurut KHD, maksud pendidikan itu adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun anggota masyarakat. Sebagai pemimpin pembelajaran, guru harus mengupayakan program yang mengoptimalkan perkembangan kodrat anak sebagai anggota masyarakat. Para murid perlu diberikan ruang yang cukup untuk menampilkan Suara, Pilihan, dan Kepemilikan, agar tumbuh jiwa kepemimpinannya.

Dengan memperhatikan prasarana lapangan sekolah yang cukup, dan kecenderungan murid yang aktif maka program Class Meeting menjadi relevan untuk diterapkan. Setelah dilakukan wawancara terhadap rekan guru, murid dan orangtua, banyak murid yang menghendaki kegiatan non akademik pasca penilaian akhir semester. Kegiatan dimaksud ialah berupa perlombaan atau permainan yang menantang dan menyenangkan. Lebih-lebih selama dua tahun ini, kegiatan Class Meeting tidak dilakukan dikarenakan pandemi Covid-19.

Aksi nyata yang dilakukan penulis ialah dengan mengadakan Class Meeting. Class Meeting adalah kegiatan akhir semester yang mempertemukan para murid antar kelas dalam berbagai kegiatan yang menyenangkan dan menantang untuk menumbuhkan jiwa kepemimpinan murid. Kegiatan tersebut bertujuan untuk: (1) mendorong terjadinya interaksi dan kerja sama antar murid; (2) melatih anak untuk mengambil kontrol atas dirinya dan bertanggung jawab; (3) menumbuhkan kreativitas murid dalam mencapai tujuan yang diinginkan; (4) menjaga kekompakan, kebersamaan dan solidaritas antar murid; (5) mengembangkan bakat non akademik murid dan memberikannya penghargaan; dan (6) menyegarkan kembali pikiran murid setelah menghadapi penilaian akhir semester.

Kegiatan classmeeting dilakukan dengan beberapa tahap. Pertama, melakukan diskusi dan koordinasi dengan kepala sekolah dan rekan sejawat. Kegiatan ini penting dilakukan untuk mencari dukungan dan memperoleh hasil yang maksimal. Pada tahap ini pula langsung dilakukan pembentukan panitia Class Meeting. Panitia tersebut diambilkan dari kelas 5 (lima) yang dianggap cukup matang untuk mengemban tanggung jawab. Di Sekolah tempat saya bertugas kebetulan terdapat mahasiswa dari kampus mengajar. Jadi para mahasiswa tersebut ikut berperan aktif dalam upaya membentuk panitia dari pihak murid.

                                            

Pembentukkan Panitia Class Meeting dengan didampingi mahasiswa “Kampus Mengajar”


Kedua, koordinasi dan perencanaan kegiatan. Pada tahap ini, panitia Class Meeting dibimbing oleh penulis dan beberapa mahasiswa program kampus mengajar untuk merancang kegiatan. Dengan memperhatikan suara, pilihan dan kepemilikan murid maka dipilihlah kegiatan Class Meeting berupa perlombaan antar kelas. Perancangan kegiatan melibatkan pendapat murid dan kebebasan murid yang menjadi panitia dalam membuat pilihan-pilihan.

Koordinasi dan perencanaan kegiatan berlangsung di ruang perpustakaan. Dengan didampingi saya dan 3 orang mahasiswa para murid menentukan nama perlombaan yang akan dilaksanakan selama 2 hari. Adapun lomba-lomba yang disepakati ialah sebagai berikut.

No

Kelas rendah

Kelas tinggi

1

Lomba makan kerupuk 

Lomba kelereng

2

Lomba senam wajah

Lomba pecah air

3

Lomba ekstafet karet

Lomba lari pusing

 

Ketiga, perlombaan antar kelas. Perlombaan dilakukan dalam dua hari. Dimana hari pertama untuk kelas rendah dan hari kedua untuk kelas tinggi. Pengelompokkan lomba untuk kelas rendah dan kelas tinggi dilakukan untuk memperhatikan tingkat kematangan murid. Selain itu juga untuk memperhatikan ketercukupan waktu yang disediakan.  

Sebelum memulai pelaksanaan lomba, beberapa murid yang menjadi panitia selalu melaksanakan briefing. Tempat briefing ialah di ruang perpustakaan. Kegiatan briefing dilakukan untuk memperjelas apa saja yang harus dikerjakan dan menentukan siapa yang melakukan. Ketua panitia membagi anggota untuk menyiapkan alat dan bahan, menyiapkan peserta lomba, dan menertibkan para penonton.

                                       

Pengaturan Peserta Lomba di Hari Pertama

Pelaksanaan Lomba Hari Pertama

                                       

Briefing Dipimpin oleh Ketua Panitia di Hari Kedua

 

 

                                       

Perlombaan Makan Kerupuk di hari Kedua

 

Keempat, selebrasi dan penghargaan. Selebrasi dan penghargaan merupakan acara puncak Class Meeting. Seluruh murid berkumpul di halaman sekolah untuk mendapatkan pengarahan dan hiburan. Selain itu, para murid juga menyaksikan pemberian apresiasi kepada para pemenang lomba. Pada momen ini pula diberikan nasihat agar tetap rendah hati kepada para pemenang. Bagi yang belum menang agar tetap semangat dan jangan putus asa. Sebab, setiap diri adalah juara bagi diri sendiri karena sudah berbuat lebih baik dari sebelumnya. Acara selebrasi dan penghargaan dilakukan untuk memupuk rasa kebersamaan, kekompakan dan apresiasi terhadap prestasi murid.

Selebrasi sebagai Puncak Class Meeting


                           

Penghargaan untuk Para Juara


Pada kegiatan Class Meeting nampak jelas dapat memupuk kepemimpinan murid karena pembentukan panitia Class Meeting dari pihak murid. Ketua panitia dan anggotannya memperoleh tantangan untuk menyuarakan harapannya, membuat pilihan-pilihan kegiatan dan menentukan sendiri keputusan yang diambil. Dengan demikian para murid merasa memiliki segenap proses belajar yang dilakukannya.

Hasil yang diperoleh dari kegiatan Class Meeting berkaitan erat dengan tujuan kegiatan tersebut. Dengan kegiatan Class Meeting  telah mendorong interaksi antar murid dan bekerja sama dalam sejumlah aktivitas. Para murid terlatih untuk mengontrol diri untuk patuh pada peraturan kegiatan sekaligus bertanggung jawab terhadap pilihan tindakan yang dilakukan. Dengan diberikannya tantangan untuk mengatur suatu kegiatan, kreativitas murid bertumbuh dan berkembang. Murid-murid yang memiliki bakat di luar akadamik menjadi terasah melalui kegiatan organisasi dan perlombaan. Selain itu, para murid dapat menjadi lebih rileks setelah menghadapi penilaian akhir semester.

Perasaan (Feeling)

Kegiatan Class Meeting dengan melibatkan murid sebagai panitia merupakan baru pertama dilakukan. Hal tersebut membuat saya merasa khawatir apakah para murid dapat melaksanakan tugas dengan baik atau tidak. Namun perasaan saya menjadi lebih tenang setelah melihat para murid antusias dan aktif dalam merancang dan melaksanakan kegiatan. Secara umum, para murid dapat berperan aktif dengan baik dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan.

Di sisi lain, saya merasa senang dengan melaksanakan aksi nyata Class Meeting ini. Meskipun istilah Class Meeting sudah biasa namun praktik tersebut masih perlu dioptimalkan di sekolah tempat saya bekerja. Sebelum adanya pandemi, kegiatan tersebut sudah dikerjakan namun yang berperan dalam perencanaan dan pelaksanaan  masih dipegang oleh para rekan guru. Para murid belum diberi kesempatan untuk berorganisasi membentuk kepanitian, merancang kegiatan lomba dan melaksanakan acara perlombaan.

Pembelajaran (Finding)

Pembelajaran yang saya peroleh dari aksi nyata  pelaksanaan program Class Meeting ialah ternyata di tingkat sekolah dasar, kegiatan Class Meeting dapat berjalan dengan melibatkan murid sebagai panitia. Meskipun demikian, peran guru dalam mendampingi murid masih dibutuhkan dengan proporsi lebih besar dibandingkan dengan kegiatan Class Meeting di tingkat sekolah menengah. Murid menjadi senang dan tertantang dengan menjadi panitia karena merupakan pengalaman pertama dalam berorganisasi dan mengelola kegiatan. Kemampuan murid dalam berkomunikasi dan mengemukakan pendapat menjadi terasah dengan adanya kegiatan tersebut. Hal lain yang penting ialah dengan kepantiaan dari murid maka para murid lainnya merasakan bahwa kegiatan Class Meeting adalah milik mereka dan dapat disesuaikan dengan ekspresi mereka

Penerapan ke Depan (Future)

Dengan pengalaman aksi nyata Class Meeting maka saya berpikir untuk mengembangkan kegiatan tersebut di tahun-tahun yang akan datang. Para murid yang memiliki bakat dan minat berorganisasi dapat berkembang dengan baik melalui aktivitas kepanitiaan. Ke depan keterlibatan murid lebih ditingkatkan lagi untuk mempromosikan suara, pilihan dan kepemilikan murid. Bentuk kegiatan tidak harus berupa perlombaan namun bisa kegiatan lain yang menyenangkan, menantang, meningkatkan interaksi antar kelas, dan mengasah kemampuan non akademik. Agar kegiatan berjalan dengan lancar, dilakukan upaya komunikasi dengan kepala sekolah untuk memperoleh dukungan kebijakan dan pembiayaan. Selain itu,  para guru dan tenaga kependidikan juga dilibatkan untuk memperoleh keberhasilan kegiatan.

 

*****





REFLEKSI AKSI NYATA MODUL 3.3

Kamis, 23 Juni 2022
0 Comments

 

PENGAMBILAN KEPUTUSAN SEBAGAI PEMIMPIN PEMBELAJARAN 


Assalamu'alaikum Wr.Wb.

Salam bahagia untuk kita semua.

Perkenalkan, nama saya Mohammad Arifin. Saya adalah Calon Guru Penggerak Kota Semarang Angkatan 4. Saya bertugas di SD Negeri Kemijen 04 Semarang. Saat ini saya dengan menempuh pendidikan guru penggerak yang saat ini memasuki modul 3.1 Pengambilan Keputusan sebagai Pemimpin Pembelajaran. Dalam kesempatan ini, saya akan menuliskan kesimpulan atau sintesis dari keseluruhan materi yang telah didapat.

Bob Talbert pernah mengatakan, “Teaching kids to count is fine but teaching them what counts is best”, yang artinya mengajarkan anak menghitung itu baik, namun mengajarkan mereka apa yang berharga/utama adalah yang terbaik. Nasihat tersebut menagjarkan kita untuk tidak hanya mengajarkan pengetahuan dan keterampilan melainkan juga harus mengajarkan hal-hal yang utama atau berharga dalam kehidupan. Lebih-lebih sekolah juga memainkan peran sebagai institusi moral yang dirancang untuk mengajarkan norma-norma sosial.

Sebagai pemimpin pembelajaran, guru memiliki posisi yang strategis untuk menjadi teladan dalam mewujudkan profil pelajar pancasila. Keputusan-keputusan yang diambil guru akan merefleksikan nilai-nilai yang dijunjung tinggi guru tersebut dan menjadi rujukan atau teladan bagi seluruh warga sekolah. Pengambilan keputusan yang dilakukan seorang guru perlu mempertimbangkan banyak hal sehingga seyogyanya menyediakan waktu, perhatian, dan pikiran dalam proses pengambilan keputusan. Dalam konteks ini, para guru diharapkan mampu memutuskan hal-hal baik dan utama dengan cara-cara yang baik pula. Marilah kita mulai membahasnya dengan membahas pemikiran guru bangsa kita, Ki Hadjar Dewantara.

 

A.    Pengaruh Pratap Triloka terhadap Pengambilan Keputusan

Sosok Ki Hadjar Dewantara tidak bisa dilepaskan dalam sejarah perjalanan pendidikan di Indonesia. Pejuang kemerdekaan yang lahir dengan nama Raden Mas Soewardi Soerjaningrat itu memiliki jasa besar dalam mempelopori pendidikan nasional. Beliau adalah pendiri perguruan Taman Siswa yang merupakan pelopor terbentuknya sistem pendidikan khas Indonesia menuju manusia merdeka lahir dan batin. Meskipun beliau mempelajari ilmu paedagogi dari eropa akan tetapi konsep pendidikan yang dikemukakannya sangat membumi dan berakar pada budaya nasional. Bisa dikatakan beliau adalah seorang filsuf pendidikan dan kebudayaan bagi bangsanya sendiri. Berkat jasa-jasa beliau, tanggal 02 Mei yang merupakan tanggal lahirnya, diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional.

Salah satu pemikiran beliau yang masyhur adalah Pratap Triloka. Ada tiga semboyan pratap triloka yang menjadi landasan pendidik hingga saat ini, yaitu ing ngarso sung tulodho (di depan memberi teladan), ing madyo mangun karso (di tengah membangun semangat), dan tut wuri handayani (di belakang memberi dorongan, pengaruh dan motivasi). Pelaksanaan pratap tersebut bersendikan kodrat alam, kemerdekaan, dan berjiwa kekeluargaan atau sistem among. Kebahagiaan dan keselamatan murid merupakan tujuan utama pendidikan.

Sebagai seorang pemimpin pembelajaran, filosofi Pratap Triloka memiliki pengaruh besar terhadap pengambilan keputusan. Setiap anak memiliki kodratnya masing-masing maka tugas guru adalah menuntun segala kodrat yang ada pada anak agar tidak kehilangan arah dan yang bisa membahayakan dirinya. Dalam menuntun, anak juga diberi kebebasan untuk menentukan keputusannya sendiri sehingga dapat menemukan kemerdekaannya dalam mengambil keputusan yang tepat dan bertanggung jawab.

Sebagai pemimpin pembelajaran perlu senantiasa berpedoman pada Pratap Triloka dalam setiap pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan adalah proses yang dilakukan melalui pertimbangan tertentu dalam memilih alternatif yang terbaik untuk menyelesaikan berbagai persoalan. Keputusan yang diambil guru harus senantiasa mencerminkan keteladanan sehingga patut untuk dicontoh. Namun tidak boleh selalu di depan untuk dicontoh tetapi juga sesekali memerankan diri menjadi teman yang membangun semangat dan kesadaran bagi murid-muridnya. Selain itu, agar tumbuh kreativitas murid maka seorang guru perlu mundur ke belakang untuk memberikan dorongan dan motivasi kepada murid. Gaya pemimpin semacam itulah yang mencerminkan guru yang berpihak pada murid karena dapat memberi contoh, menghidupkan semangat, dan mendorong keputusan mandiri murid yang menumbuhkan kreativitas.

 

B.     Pengaruh Nilai-nilai dalam Pengambilan Keputusan

Disadari maupun tidak, setiap diri memiliki nilai-nilai hidup yang yakini dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai yang ada pada diri seseorang menggambarkan hal-hal yang benar atau hal-hal yang penting dan mendasar. Nilai-nilai individu berkembang pada masa-masa awal kehidupan sebagai hasil dari interaksi dan pengalaman individu dengan orang yang berpengaruh dalam kehidupannya. Nilai-nilai personal bersifat intrinsik dan bukan standar eksternal yang diterapkan pada diri sendiri. Nilai-nilai personal seseorang bagaikan fenomena gunung es yang terlihat kecil di permukaan namun begitu besar dan dalam di alam bahwa sadar.

Nilai personal merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan. Alasannya ialah perbuatan manusia mencerminkan pikirannya sedangkan pikirannya merupakan refleksi dari nilai-nilai yang dipercayainya. Pemimpin pembelajaran akan sulit menyembunyikan nilai-nilai yang dianutnya sebab nilai-nilai tersebut akan nampak pada ucapan dan tindakannya. Dengan kata lain, nilai-nilai yang dianut seseorang akan mewarnai atau menjiwai setiap keputusan yang diambil.

Mengingat besarnya pengaruh nilai-nilai personal terhadap setiap keputusan yang diambil maka sangat penting bagi pemimpin pembelajaran untuk memiliki nilai-nilai kebajikan dalam hidupnya. Terutama nilai-nilai kebajikan yang bersifat universal sehingga cocok untuk berbagai pihak. Lebih-lebih proses pengambilan keputusan tidak serta merta didasarkan atas intuisi semata melainkan didasarkan pula atas kebajikan universal, kepentingan murid, dan dapat dipertanggungjawabkan. Contoh nilai-nilai kebajikan universal ialah: Keadilan, Tanggung Jawab, Kejujuran, Bersyukur, Lurus Hati, Berprinsip, Integritas, Kasih Sayang, Rajin, Komitmen, Percaya Diri, Kesabaran, dan masih banyak lagi.

Sebagai contoh ialah nilai reflektif. Nilai ini akan berpengaruh besar terhadap proses guru dalam mengambil keputusan. Guru yang menganut nilai reflektif akan selalu melewati proses refleksi atas keputusan yang akan diambil. Nilai refleksi ini sangat penting untuk mempertimbangkan bahwa apakah keputusan yang akan diambil sudah benar atau belum, sudah berpihak pada murid atau tidak. Lebih-lebih fenomena dilemma etika sering terjadi baik dalam tugas keprofesian maupun dalam kehidupan sehari-hari.

 

C.    Pengambilan Keputusan melalui Coaching

Pada modul 2, saya telah mendapatkan bimbingan dan fasilitasi materi coaching. Kegiatan coaching merupakan sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil, dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi. Peran coach dalam coaching lebih kepada membantu coachee untuk belajar daripada mengajarinya. Materi tersebut sangat membantu dalam menggali akar masalah dalam diri, dan menggunakan potensi dalam diri untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Dalam pembelajaran coaching, Calon Guru Penggerak (CGP) bukan hanya belajar secara teoritis namun juga belajar secara praktik. Secara teoritis, CGP disajikan materi pelajaran untuk dipahami dan didiskusikan serta dielaborasikan dengan pemahaman instruktur. Secara praktis, CGP melakukan praktik coaching dengan rekan guru CGP dan dengan murid di sekolah. Model coaching yang didalami ialah model TIRTA. Model tersebut mengarahkan pada tahap-tahap penentuan Tujuan, Identitifikasi masalah, penentuan Rencana aksi, dan penentuan upaya-upaya sebagai bentuk TAnggung jawab.

Dalam pengambilan dan pengujian keputusan melalui pendekatan coaching dengan model TIRTA sudah cukup efektif dalam memupuk kemandirian dalam mengambil keputusan secara bertanggung jawab. Keterampilan coaching sangat membantu guru dalam membersamai murid untuk memaksimalkan potensi yang dimilikinya. Pertanyaan-pertanyaan reflektif dalam coaching dapat menstimulus coachee untuk berpikir kritis, mendalam dan memotivasi. Pertanyaan-pertanyaan pengujian keputusan yang dapat digunakan dalam coaching contohnya ialah seperti: bagaimana dengan nilai-nilai kebajikan universal? Bagaimana kebermanfaatannya dengan orang banyak? Bagaimana pertanggungjawaban atas keputusan yang diambil? Biasanya coachee akan merasakan potensinya tergali dan berkembang sehingga menambah keyakinan dirinya sendiri.

Keterampilan coaching akan membantu guru dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk memprediksi hasil, dan melihat berbagai pilihan sehingga pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan baik. Guru dapat mengidentifikasi masalah dan membuat keputusan yang berpihak pada murid. Terutama untuk mengatasi masalah-masalah yang mengandung dilemma etika dan bujukan moral. Selain itu, guru juga dapat membantu murid-muridnya untuk membuat keputusan sendiri secara bertanggung jawab. Sebab, guru diharapkan mampu memahami kondisi sosial emosional murid dan menggali potensi yang dimiliki murid-muridnya.

 

D.    Pengaruh Kemampuan Guru dalam Mengelola dan Menyadari Aspek Sosial Emosionalnya Terhadap Pengambilan Keputusan.

Biasanya guru dihadapkan pada situasi yang sulit. Setiap pilihan mengandung konsekuensi yang tidak mudah. Lebih-lebih saat menghadapi permasalahan yang dilematis dan kompleks. Sering terjadi, pilihan-pilihan yang ada tidak mampu mengakomodir semua harapan para pemangku kepentingan. Dibutuhkan keberanian dan kepercayaan diri untuk menghadapi konsekuensi dari keputusan yang kita ambil. Guru harus tetap tenang dan fokus pada solusi. Guru harus sadar dengan berbagai pilihan dan konsekuensi yang terjadi serta berupaya meminimalisir kesalahan.

Kesadaran penuh (mindful) dalam proses pengambilan keputusan sangat dibutuhkan untuk mengarahkan diri pada keputusan yang paling berpihak pada kepentingan murid-murid. Kompetensi yang dibutuhkan ialah kesadaran diri (self awareness), pengelolaan diri (self management), kesadaran sosial (social awareness) dan keterampilan berhubungan sosial (relationship skills). Kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya sendiri sangat penting karena berpengaruh pada proses dan hasil pengambilan keputusan. Keputusan yang salah akan berdampak buruk pada kepentingan murid.

 

E.     Pembahasan Studi Kasus yang Fokus pada Masalah Moral atau Etika kembali kepada Nilai-Nilai yang Dianut.

Setiap pembahasan mengenai studi kasus pada masalah moral atau etika selalu kembali pada nilai-nilai yang dianut guru. Moral dan etika sifatnya sangat pribadi dan tertanam sejak kecil melalui pengalaman hidup dan orang-orang yang berpengaruh bagi pihak yang bersangkutan. Keputusan baik atau buruk terhadap suatu peristiwa selalu dipandu oleh nilai-nilai yang dianut oleh guru. Dalam hal ini sangat jelas bahwa nilai-nilai sangat menentukan terhadap keputusan yang diambil seseorang.

Pembahasan studi kasus yang berfokus pada moral dan etika memerlukan kesadaran diri dan keterampilan berhubungan sosial. Untuk memudahkannya, kita dapat menggunakan konsep Sembilan Langkah Pengambilan dan Pengujian Keputusan. Langkah pertamanya ialah mengenali nilai-nilai yang bertentangan. Apakah benar melawan benar atau benar melawan salah. Jika benar melawan benar maka kasus tersebut adalah dilemma etika sehingga nilai-nilai yang dianut seseorang memegang peranan penting terhadap paradigma dan prinsip apa yang diambil. Namun jika kasus yang dibahas ialah benar melawan salah maka kasus tersebut tergolong pada bujukan moral yang mana nilai-nilai kebajikan yang dianut seorang guru otomatis akan berperan sebagai filter dalam merumuskan keputusan yang tepat sesuai norma-norma yang berlaku.

 

F.     Pengambilan Keputusan yang Tepat Berdampak Pada Lingkungan yang Positif, Kondusif, Aman dan Nyaman.

Pemimpin pembelajaran harus berupaya untuk melakukan pengambilan keputusan yang paling tepat. Pengambilan keputusan yang tepat akan berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, aman dan nyaman. Keputusan yang tepat akan memuaskan lebih banyak pihak terutama bagi murid. Dengan begitu lingkungan belajar akan lebih positif, kondusif bagi pembelajaran, aman, dan nyaman untuk proses pembelajaran.

Untuk memastikan lingkan yang positif, kondusif, aman dan nyaman maka dalam pengambilan keputusan seharusnya didasarkan pada aspek penting, yaitu nilai-nilai kebajikan universal, kepentingan murid dan tanggung jawab. Hasilnya akan lebih mudah memuaskan pihak-pihak yang berkepentingan. Dalam menghadapi dilemma etika, guru harus mampu menganalisis pengambilan keputusan yang berpegang teguh pada nilai-nilai universal, 4 paradigma dilemma etika, 3 prinsip pengambilan keputusan serta 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Dalam 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan terdapat langkah refleksi pada bagian akhirnya. Hal tersebut memungkinkan seseorang untuk mengubah keputusannya jika diketahui tidak tepat setelah dilakukan refleksi. Meskipun setiap keputusan tidak serta merta akan memenuhi kepentingan semua pihak namun setidaknya dapat mengutamakan skala prioritas, kebermanfaatan, dan peminimalan dampak negatif sehingga lingkungan yang kondusif bagi murid tetap terjaga.

 

G.    Kesulitan-Kesulitan Dihadapi untuk Menjalankan Pengambilan Keputusan.

Menghadirkan hal baru tidak selalu mudah. Di lingkungan saya, tidak luput dari kesulitan-kesulitan penerapan pengambilan keputusan dilemma etika. Adapun kesulitan-kesulitan yang saya hadapi di antaranya ialah:

1.      Perbedaan persepsi dan cara pandang untuk menerima hal-hal baru dari rekan sejawat.

2.      Belum adanya pemahaman yang sama tentang dilemma etika dan bujukan moral.

3.      Adanya mempertahankan pola pikir lama yang menjadi landasan berpikir sehari-hari.

4.   Rendahnya keberanian dalam memutuskan dilemma etika sebagai akibat dari pengalaman buruk masa lalu.

5. Warga sekolah kurang memiliki komitmen yang tinggi dalam menjalankan keputusan bersama.

Apabila disimpulkan, kesulitan yang dihadapi dalam menjalankan pengambilan keputusan kembali pada masalah perubahan paradigma di lingkungan saya. Perubahan paradigma merupakan kunci penerimaan dan penerapan hal-hal baru yang positif.

 

H.    Pengaruh Pengambilan Keputusan yang Kita Ambil dengan Pengajaran yang Memerdekakan Murid-Murid Kita.

Keputusan yang kita ambil akan mempengaruhi pengajaran yang memerdekakan murid-murid kita. Keputusan yang tepat akan menciptakan lingkungan yang positif, kondusif, aman, dan nyaman. Kondisi tersebut tentu akan memerdekakan murid-murid secara lahir dan batin. Dengan kata lain, keberpihakan pada murid seperti menghargai perbedaan kebutuhan belajar dan karakteristik anak akan mendorong konsep merdeka belajar. Sebaliknya, keputusan yang tidak berpihak pada murid akan berpotensi pada rendahnya kemerdekaan murid dalam belajar. Pengambilan keputusan mencakup berbagai aspek dalam pembelajaran mulai dari perencanaan, proses, penggunaan media, hingga penilaian pembelajaran.

 

I.       Seorang Pemimpin Pembelajaran dalam mengambil Keputusan dapat Mempengaruhi Kehidupan atau Masa Depan Murid-Muridnya.

Anak-anak adalah ciptaan Tuhan, dan ciptakan Tuhan tidak ada yang gagal. Setiap anak direncanakan baik oleh Tuhan di masa depannya. Mereka adalah tunas-tunas bangsa dan pemimpin kita di masa tua. Kesalahan dalam mendidik titipan Tuhan ini akan menghambat masa depannya. Dalam hal ini peran guru sangat penting dan strategis dalam mempengaruhi kehidupan dan masa depan murid-murid.

Ki Hadjar Dewantara mengibaratkan guru sebagai petani dan murid-murid sebagai tanamanannya. Tugas petani adalah merawat tanaman agar tumbuh dengan subur sesuai dengan kodratnya.Untuk menghasilkan tanaman yang baik maka perawatannya juga harus maksimal. Salah perawatan akan mengurangi kualitas tanaman yang dihasilkannya nanti. Sama halnya dengan murid yang sedang memperoleh didikan dari guru. Pendidikan yang memaksimalkan perkembangan anak akan menghasilkan murid-murid yang memiliki masa depannya cerah.

Pendidikan yang baik tidak lepas dari keputusan-keputusan yang diambil guru sebagai pemimpin pembelajaran. Keputusan harus dipertimbangkan dengan matang melalui proses yang sistematis karena guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran. Proses pembelajaran diibaratkan sebagai proses perawatan untuk memaksimalkan perkembangan potensi anak. Proses pembelajaran yang baik akan membawa kesuksesan bagi anak dan pembelajaran yang buruk akan menyulitkan masa depan anak.

 

J.      Kesimpulan Akhir

Guru bertugas menuntun segala kodrat yang ada pada diri anak baik kondrat zaman maupun kodrat alam untuk mencapai kemerdekaan murid dalam belajar. Dalam menuntun guru perlu mengdepankan pratap triloka: ing ngarso sung thulodo, ing madyo mbangun karso, dan tut wuri handayani. Keputusan-keputusan yang diambil guru sebagai pemimpin pembelajaran hendaknya dilakukan secara bertanggung jawab. Artinya, pengambil keputusan mampu membuat pilihan-pilihan yang konstruktif terkait perilaku pribadi dan interaksi sosial berdasarkan standar etika, pertimbangan keamanan dan keselamatan, serta norma sosial.

Dibutuhkan nilai-nilai kebajikan universal untuk dapat menentukan keputusan yang tepat dan risiko yang paling kecil serta berpihak pada kepentingan murid. Contoh nilai-nilai kebajikan misalnya: keadilan, komitmen, kreativitas, kerja sama, dan percaya diri. Selain itu, dibutuhkan pula kesadaran penuh (mindfullness) dalam pengambilan keputusan. Dalam kondisi sadar penuh, perasaan seseorang akan lebih tenang dan pikiran menjadi jernih sehingga keputusan menjadi lebih responsif dan reflektif. Kompetensi yang diperlukan ialah kesadaran diri (self awareness), pengelolaan diri (self management), kesadaran sosial (social awareness) dan keterampilan berhubungan sosial (relationship skills). Diperlukan kemampuan untuk mengelola dan menyadari aspek sosial emosional guru sendiri sehingga dapat menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.  

Keterampilan coaching dapat membantu dalam praktik pengambilan keputusan. Guru dapat menggunakan pertanyaan-pertanyaan tertentu untuk memprediksi hasil dan berbagai opsi dalam pengambilan keputusan. Guru harus membimbing murid agar para murid dapat menentukan keputusan terbaiknya untuk kebaikan hidup masa kini dan masa depan. Keterampilan coaching tidak hanya digunakan untuk murid melainkan juga dapat digunakan untuk rekan-rekan sejawat.

Pengambilan keputusan yang tepat akan berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman. Tahap-tahap yang dapat dilakukan ialah:

1.     Mengidentifikasi jenis paradigma yang sesuai dengan kasus yang dihadapi.

2.      Memilih 3 (tiga) prinsip yang dapat dilakukan untuk membuat keputusan.

3.     Menerapkan 9 (sembilan) langkah pengambilan dan pengujian keputusan.

4.      Bersikap reflektif, kritis, serta kreatif dalam menerapkan proses tersebut.

Demikianlah pembahasan koneksi antar materi modul 3.1 dengan modul-modul sebelumnya. Tentunya masih banyak kekurangan di sana-sini. Oleh sebab itu, kritik dan saran sangat kami harapkan untuk perbaikan ke depannya. Semoga bermanfaat. Aamiin.!

Wassalamu'alaikum Wr.Wb.

KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3.1.A.9

Rabu, 27 April 2022
0 Comments

 BUDAYA POSITIF

Pembuatan Kesepakatan Kelas 6a


Presentasi hasil diskusi nilai-nilai yang diyakini



Menyepakati nilai-nilai yang diyakini



Merumuskan dalam bentuk kalimat



Kesepakatan kelas dipajang di kelas


Budaya Positif_Kesepakatan Kelas

Senin, 11 April 2022
0 Comments

 

AKSI NYATA BUDAYA POSITIF

MENEMUKAN & MENERAPKAN

KEYAKINAN KELAS

 

I.      Latar Belakang

Setiap guru mendambakan terbentuknya budaya positif di lingkungan sekolahnya. Dengan adanya budaya positif, lingkungan sekolah dapat menjadi lingkungan yang positif, aman, dan nyaman untuk belajar. Murid-murid mampu berpikir, bertindak, dan mencipta dengan merdeka, mandiri, dan bertanggung jawab. Para murid mampu bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya karena didasarkan atas nilai-nilai kebajikan universal yang diyakininya.

Dalam upaya membentuk budaya positif, hal pertama yang perlu dilakukan ialah merumuskan keyakinan-keyakinan atau prinsip-prinsip dasar di kelas. Keyakinan-keyakinan murid digali dan dirumuskan bersama untuk dijalankan bersama. Suatu keyakinan akan lebih memotivasi seseorang dari dalam (instrinsik), sehingga lebih tergerak dan bersemangat untuk menjalankannya dibandingkan sekadar mengikuti serangkaian peraturan. Para murid lebih senang mendengarkan dan mendalami suatu keyakinan dibandingkan mendengarkan peraturan yang harus diikuti. Oleh sebab itu, mengupayakan aksi nyata budaya positif berupa menemukan dan menerapkan keyakinan kelas. Upaya ialah untuk membimbing murid-murid menemukan sendiri keyakinan mereka dan menerapkannya dalam bentuk perilaku.

 

II.      Tujuan

Aksi nyata budaya positif ini dilaksanakan  dengan tujuan agar:

1.   Murid mampu berkolaborasi untuk menyepakati keyakinan kelas.

2.   Murid dapat mengontrol diri untuk memilih tindakan yang mengacu pada keyakinan kelas.

3.   Murid mampu membangun motivasi dari dalam diri.

 

III.    Tolok Ukur

Untuk mengetahui keberhasilan kegiatan aksi nyata ini, perlu dibuat tolok ukur keberhasilan. Adapun tolok ukur keberhasilan pada aksi nyata ini adalah:

  1. Murid berperan aktif menemukan keyakinan kelas.
  2. Tersepakatinya keyakinan kelas.
  3. Terlihat perubahan keyakinan perilaku murid sesuai keyakinan kelas.
  4. Suasana kelas menjadi nyaman, aman dan menyenangkan.

 

IV.     Lini Masa & Pelaksanaan Tindakan

Lini masa dan pelaksanaan tindakan pada aksi nyata budaya positif yang penulis lakukan terdiri atas tahap perencanaan, pelaksanaan, dan refleksi. Adapun masing-masing tahapnya dapat diuraikan sebagai berikut.

A.   Perencanaan

Pada tahap perencanaan, penulis melakukan koordinasi dengan kepala sekolah, melakukan sosialisasi, dan menentukkan waktu pelaksanaan.

  1. Melakukan koordinasi dengan kepala sekolah.

Sebelum kegiatan dimulai, penulis mengajukan ijin dengan kepala sekolah dan melakukan koordinasi berkaitan dengan kegiatan yang akan dilaksanakan.

  1. Mensosialisasikan budaya positif kepada kepala sekolah dan rekan sejawat.

Kegiatan sosialisasi budaya positif kepada kepala sekolah dan rekan sejawat dalam upaya untuk memperoleh dukungan pelaksanaannya. Selain itu, diharapkan juga muncul saran atau kritik yang mendukung kesuksesan pelaksanaan.

  1. Menentukkan waktu pelaksanaan.

Waktu pelaksanaan pembuatan rumusan keyakinan kelas pada awal Januari 2022. Keyakinan kelas akan didalami dan dievaluasi secara terus menerus berdasarkan menyesuaikan perkembangan perilaku murid. Hasil dan proses perumusan keyakinan kelas disampaikan kepada rekan-rekan sejawat sebagai upaya berbagi pengalaman implementasi budaya positif.

 

B.   Pelaksanaan

  1. Melaksanakan Forum Group Discussion (FGD) untuk menentukan keyakinan kelas. Para murid dibagi menjadi beberapa kelompok. Tiap kelompok menentukan satu nilai yang akan dijadikan pedoman berperilaku di kelas. Nilai tersebut dijabarkan dalam bentuk model tabel “T”.  Selanjutnya dipresentasikan di depan kelas untuk mendapat masukan dan persetujuan kelompok lain.

Selain menentukan nilai-nilai yang menjadi keyakinan kelas, para murid melakukan diskusi pleno untuk membahas apa yang ingin didengar, dilihat dan berperilaku. Hasil diskusi dijadikan kesepakatan dalam bentuk model Tabel “Y” sebagai pedoman berperilaku di kelas.

  1. Memajang keyakinan kelas di dinding kelas. Keyakinan kelas yang telah dirumuskan ditempel di dinding kelas agar mudah dilihat.
  2. Melakukan pendalaman nilai-nilai kebajikan yang telah dijadikan keyakinan kelas. Pendalaman nilai-nilai kebajikan selalu dilakukan pada saat ada murid yang berperilaku tidak baik.

 

C.   Refleksi

  1. Melaksanakan umpan balik dengan murid tentang implementasi keyakinan kelas. Implementasi keyakinan kelas selalu dijadikan bahan untuk mengundang umpan balik murid. Apa yang perlu ditambahkan dan apa yang perlu diperbaiki dalam konsep keyakinan kelas.
  2. Meminta umpan balik dari kepala sekolah dan rekan sejawat. Melalui kegiatan berbagi pengalaman, penulis meminta umpan balik kepada kepala sekolah dan rekan guru.
  3. Melaksanakan tindakan perbaikan. Tindakan perbaikan dilakukan berdasarkan hasil temuan perilaku buruk murid. Perilaku murid yang tidak baik merupakan dasar untuk mendalami nilai-nilai atau melakukan perbaikan keyakinan kelas.

 

V.     Dukungan yang diperoleh

Kegiatan aksi nyata budaya positif menemukan dan menerapkan budaya positif membutuhkan banyak didukungan dari berbagai pihak. Adapun pihak-pihak yang mendukung kegiatan aksi nyata menemukan dan menerapkan budaya positif ini adalah sebagai berikut.

1.   Kepala sekolah sebagai penanggung jawab dan pengambil kebijakan. Kepala sekolah Ibu Purwanti Utari, S.Pd memberikan dukungan penuh terhadap pelaksanaan kegiatan. Bahkan rekan-rekan sejawat juga disarankan oleh kepala sekolah untuk ikut menerapkannya di kelas-kelas masing-masing.

2.   Murid sebagai pusat pembelajaran untuk menggali nilai-nilai kebajikan universal dan menyepakati sebagai keyakinan kelas. Murid-murid memberikan dukungan dengan cara aktif dalam proses merumuskan keyakinan kelas. Mereka juga saling mengingatkan nilai-nilai kebaikan kepada masing-masing murid.

3.   Rekan sejawat sebagai kolaborator sekaligus pemantau perkembangan perilaku murid sesuai keyakinan kelas. Terdapat rekan sejawat yang ikut memantau perkembangan perilaku murid. Selain, itu rekan sejawat tersebut juga ikut menguatkan pendalaman nilai-nilai keyakinan pada murid-murid yang kedapatan berperilaku tidak baik. Namun masih terdapat rekan sejawat yang belum optimal untuk berkolaborasi dalam upaya memantau perkembangan perilaku murid.

 

 

 

 

VI.        Kendala yang Dihadapi

Terdapat kendala dalam melaksanakan aksi nyata penerapan budaya positif. Ada kendala yang dihadapi ialah: 

  1. Nilai-nilai keyakinan kelas dirasa masih terlalu banyak sehingga relatif sulit diingat.
  2. Penerapan nilai-nilai keyakinan kelas belum terpantau secara optimal kepada seluruh murid.

 

VII.         Rencana Tindak Lanjut

Dengan memperhatikan kendala yang dihadapi maka penulis mencoba untuk membuat rencana tindak lanjut, yaitu:

1.    Nilai-nilai keyakinan kelas akan dikurangi dan dibuat pernyataan-pernyataan universal agar mudah diingat.

2.    Nilai-nilai yang sudah menjadi keyakinan kelas akan dipantau penerapannya dalam kehidupan sehari-hari di sekolah. Penulis akan meminta bantuan rekan sejawat lebih banyak lagi untuk memantau penerapan nilai-nilai keyakinan kelas ketika di luar ruang kelas.

 

VIII.      Penutup

Demikian, laporan kegiatan Aksi Nyata Modul 1.4 Budaya Positif dibuat sebagai bagian dari tugas Pendidikan Guru Peggerak Angkatan 4. Penulis menyadari bahwa laporan ini masih banyak kekurangan, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Terima kasih.



DOKUMENTASI













LAPORAN AKSI NYATA

Sabtu, 05 Februari 2022
0 Comments

- Copyright © Mohammad Arifin - Blogger Templates - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -