Archive for Juli 2011

Indonesia memiliki aneka ragam suku bangsa yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Aneka ragam suku bangsa juga diikuti dengan aneka ragam budaya dan bahasa sehingga menjadikan bangsa Indonesia rawan akan perpecahan. Kondisi seperti inilah yang menginspirasi penjajah untuk melancarkan strategi ‘adu dombanya’ sehingga bangsa Indonesia terjajah hingga 353,5 tahun oleh Belanda dan Jepang. Kemerdekaan yang kita nikmati tidak lepas dari bahasa Indonesia sebagai pemersatu yang menghubungkan cita-cita suku bangsa sehingga menjadi satu bangsa yang utuh dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Peranan bahasa bagi bangsa Indonesia juga sebagai sarana utama untuk berpikir dan bernalar. Dengan bahasa ini pula manusia menyampaikan hasil pemikiran dan penalaran, sikap, serta perasannya. Bahasa juga berperan sebagai alat penerus dan pengembang kebudayaan sehingga nilai – nilai dalam masyarakat dapat diwariskan dari satu generasi ke generasi selanjutnya.
Bahasa Indonesia tidak lah ada dengan sendirinya dan memiliki sejarah yang panjang. Namun tidak semua putra bangsa mengetahui sejarah dan perkembangan bahasa Indonesia. Meminjam istilah bung Karno, “Jas Merah”, jangan pernah sekali-kali meninggalkan sejarah. Kita tidak akan mencintai apa yang ada hari ini tanpa melihat sejarah yang terjadi kemarin. Dengan memahami sejarah dan perkembangan bahasa kita akan menghargai bahasa ini dengan meneruskan cita-cita luhur bangsa.

Perkembangan Bahasa Indonesia Berdasarkan Prasasti
Penelusuran perkembangan bahasa Indonesia bisa dimulai dari pengamatan beberapa inskripsi (batu bertulis) atau prasasti yang merupakan bukti sejarah keberadaan bahasa Melayu di kepulauan Nusantara. Prasasti-prasasti itu mengungkapkan sesuatu yang menggunakan bahasa Melayu, atau setidak-tidaknya nenek moyang bahasa Melayu. Nama-nama prasasti adalah; (1) Kedukan Bukit (683 Masehi), (2) Talang Tuwo (684 Masehi), (3) Kota Kapur (686 Masehi), (4) Karang Brahi (686 Masehi), (5) Gandasuli (832 Masehi), (6) Bogor (942 Masehi), dan (7) Pagaruyung (1356) (Abas, 1987: 24).
Prasasti-prasasti itu memuat tulisan Melayu Kuno yang bahasanya merupakan campuran antara bahasa Melayu Kuno dan bahasa Sanskerta.
Prasasti Kedukan Bukit yang ditemukan di tepi Sungai Tatang di Sumatera Selatan, yang bertahun 683 Masehi atau 605 Saka ini dianggap prasasti yang paling tua, yang memuat nama Sriwijaya.
Prasasti Talang Tuwo, bertahun 684 Masehi atau 606 Saka, menjelaskan tentang konstruksi bangunan Taman Srikestra yang dibangun atas perintas Hyang Sri-Jayanaca sebagai lambang keselamatan raja dan kemakmuran negeri. Prasasti ini juga memuat berbagai mantra suci dan berbagai doa untuk keselamatn raja.
Prasasti Kota Kapur di Pulau Bangsa dan prasasti Karang Brahi di Kambi, keduanya bertahun 686 Masehi atau 608 Saka, isinya hampir sama, yaitu permohonan kepada Yang Maha Kuasa untuk keselamatan kerajaan Sriwijaya, agar menghukum para penghianat dan orang-orang yang memberontak kedaulatan raja. Juga berisi permohonan keselamatan bagi mereka yang patuh, taat, dan setia kepada raja Sriwijaya.
Masa Kerajaan Malaka, sekitar abad ke-15. Sejarah Melayu karya Tun Muhammad Sri Lanang adalah peninggalan karya sastra tertua yang ditulis pada masa ini. Sekitar tahun 1521, Antonio Pigafetta menyusun daftar kata(semacam kamus) Italy-Melayu yang pertama. Daftar itu dibuat di Tidore dan berisi kata-kata yang dijurnpai di sana.
Jika berbagai prasasti tersebut bertahun pada zaman Sriwijaya, bisa disimpulkan bahwa Bahasa Melayu Kuno pada zaman itu telah berperan sebagai lingua franca. Atau, ada kemungkinan sebagai bahasa resmi pada zaman Sriwijaya. Kesimpulan ini diperkiat oleh keterangan I Tsing tentang bahasa itu bahwa bersama dengan Bahasa Sanskerta, Bahasa Melayu (diistilahkan Kw’en Lun) memegang peranan penting di dalam kehidupan politik dan keagamaan di negara itu (Sriwijaya).
Banyak yang menyimpulkan pada saat itu Bahasa Melayu telah Berfungsi sebagai :
1. Bahasa Kebudayaan yaitu bahasa buku-buku yang berisi aturan-aturan hidup dan sastra.
2. Bahasa Perhubungan (Lingua Franca) antar suku di Indonesia.
3. Bahasa Perdagangan baik bagi suku yang ada di indonesia mapupun pedagang yang berasal dari luar indonesia.
4. Bahasa resmi kerajaan.
Kedudukan Resmi
Bahasa Indonesia adalah suatu varian bahasa Melayu. Dasar yang dipakai adalah bahasa Melayu Riau dari abad ke-19, namun mengalami perkembangan akibat penggunaanya sebagai bahasa kerja dan proses pembakuan di awal abad ke-20. Bahasa ini sejak dahulu telah digunakan sebagai bahasa perantara atau bahasa pergaulan. Bahasa melayu tidak hanya digunakan di Kepulauan Nusantara, tetapi juga digunakan hampir diseluruh Asia Tenggara.
Bahasa Indonesia digunakan untuk pertama kalinya dalam acara resmi yaitu pada tanggal 16 Juni 1927 dalam sidang Volksraad, waktu itu Jahja Datoek Kajo menggunakan bahasa Indonesia dalam pidatonya. Namun Bahasa Indonesia secara resmi diakui sebagai bahasa nasional pada saat Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa nasional merupakan usulan dari Muhammad Yamin, seorang politikus, sastrawan, dan ahli sejarah. Dalam pidatonya pada Kongres Nasional kedua di Jakarta, Yamin mengatakan bahwa : “Jika mengacu pada masa depan bahasa-bahasa yang ada di Indonesia dan kesusastraannya, hanya ada dua bahasa yang bisa diharapkan menjadi bahasa persatuan yaitu bahasa Jawa dan Melayu. Tapi dari dua bahasa itu, bahasa Melayulah yang lambat laun akan menjadi bahasa pergaulan atau bahasa persatuan.
Secara Sosiologis kita bisa mengatakan bahwa Bahasa Indonesia resmi di akui pada Sumpah Pemuda tanggal 28 Onktober 1928. Hal ini juga sesuai dengan butir ketiga ikrar sumpah pemuda yaitu “Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.” Namun secara Yuridis Bahasa Indonesia diakui pada tanggal 18 Agustus 1945 atau setelah Kemerdekaan Indonesia.
Ada empat faktor yang menyebabkan bahasa Melayu diangkat menjadi bahasa Indonesia yaitu :
1. Faktor Historis, Bahasa melayu sudah merupakan lingua franca di Indonesia, bahasa perhubungan dan bahasa perdangangan.
2. Faktor kesederhanaan sistem. Sistem bahasa Melayu sederhana, mudah dielajari karena dalam bahasa melayu tidak dikenal tingkatan bahasa (bahasa kasar dan bahasa halus).
3. Faktor Psikologis. Suku jawa, suku sunda dan suku suku yang lainnya dengan sukarela menerima bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional.
4. Faktor kesanggupan, bahasa melayu mempunyai kesanggupan untuk dipakai sebagai bahasa kebudayaan dalam arti yang luas.
Tahun 1933 berdiri sebuah angkatan sastrawan muda yang menamakan dirinya sebagai Pujangga Baru. Pujangga baru adalah nama majalah sastra pada waktu itu yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisyahbana. Perkembangan bahasa Indonesia banyak dipengaruhi oleh sastrawan Minangkabau, seperti Marah Rusli, Abdul Muis, Nur Sutan Iskandar, Sutan Takdir Alisyahbana, Hamka, Roestam Effendi, Idrus, dan Chairil Anwar. Sastrawan tersebut banyak mengisi dan menambah perbendaharaan kata, sintaksis, maupun morfologi bahasa Indonesia.
Tahun 1936 Sutan Takdir Alisyahbana menyusun Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia. Dan pada tanggal 25-28 Juni 1938 dilangsungkan Kongres Bahasa Indonesia I di Solo. Dari hasil kongres itu dapat disimpulkan bahwa usaha pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia telah dilakukan secara sadar oleh cendekiawan dan budayawan Indonesia saat itu. Akhirnya pada tanggal 18 Agustus 1945 ditandatanganilah Undang-Undang Dasar 1945, yang salah satu pasalnya (Pasal 36) menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara.
Bahasa Indonesia memiliki kedudukan yang sangat penting seperti yang tercantum dalam Ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 dengan bunyi, ”Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia dan Undang-Undang Dasar RI 1945 Bab XV (Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan) Pasal 36 menyatakan bahwa ”Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia”.
Dari Kedua hal tersebut, maka bahasa Indonesia memiliki kedudukan sebagai bahasa kebangsaan dan bahasa Negara.

Ejaan Ch. A. van Ophuijsen
Ejaan ialah penggambaran bunyi bahasa dengan kaidah tulis-menulis yang distandardisasikan. Keraf (dalam Sri Haryatmo 1988:51) mengatakan bahwa ejaan ialah keseluruhan peraturan bagaimana menggambarkan lambang-lambang bunyi ujaran dan bagaimana interrelasi antara lambang-lambang itu (pemisahannya, penggabungannya) dalam suatu bahasa. Sedangkan ejaan menurut Sri Haryatmo (2009) adalah seperangkat kaidah tulis-menulis yang meliputi kaidah penulisan huruf, kata, dan tanda baca.
Sebelum tahun 1900 setiap peneliti bahasa Indonesia (pada waktu itu bahasa Melayu) membuat sistem ejaannya sendiri-sendiri dalam menulis huruf, kata dan tanda baca. Tidak ada kesatuan dalam ejaan menjadikan tulisan-tulisan itu menjadi sulit dipahami karena cukup bervariasi. Pada tahun 1900, Ch. van Ophuysen mendapat perintah untuk menyusun ejaan Melayu dengan mempergunakan aksara Latin. Dalam usahanya itu ia sekedar mempersatukan bermacam-macam sistem ejaan yang sudah ada, dengan bertolak dari sistem ejaaan bahasa Belanda sebagai landasan pokok. Ditetapkannya Ejaan van Ophuyson merupakan hal yang sangat bermanfaat pada masa itu.
Ejaan Van Ophuijsen merupakan ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin. Charles Van Ophuijsen menyusun ejaan ini pada tahun 1896 dengan bantuan Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim. Pedoman tata bahasa yang kemudian dikenal dengan nama ejaan van Ophuijsen resmi diakui pemerintah kolonial pada tahun 1901 dan dimuat dalam Kitab Logat Melayu.
Intervensi pemerintah terhadap bahasa Melayu semakin kuat dengan dibentuknya Commissie voor de Volkslectuur ("Komisi Bacaan Rakyat" - KBR) pada tahun 1908. Pada tahun 1910 di bawah pimpinan D.A. Rinkes komisi ini melancarkan program Taman Poestaka dengan membentuk perpustakaan kecil di berbagai sekolah pribumi dan beberapa instansi milik pemerintah. Perkembangan program ini sangat pesat, dalam dua tahun telah terbentuk sekitar 700 perpustakaan.
Kemudian pada tahun 1917 diubah menjadi Balai Pustaka. Balai Pustaka banyak menerbitkan karya-karya sastra. Novel-novel yang diterbitkan seperti Siti Nurbaya dan Salah Asuhan. Pada ragam karya sastra prosa timbul genre baru ialah roman, yang sebelumnya belum pernah ada. Buku roman pertama Indonesia yang diterbitkan oleh Balai Pustaka berjudul Azab dan Sengsara karya Merari Siregar pada tahun 1920. Roman Azab dan Sengsara ini oleh para ahli dianggap sebagai roman pertama lahirnya sastra Indonesia. Isi roman Azab dan Sengsara sudah tidak lagi menceritakan hal-hal yang fantastis dan istanasentris, melainkan lukisan tentang hal-hal yang benar terjadi dalam masyarakat yang dimintakan perhatian kepada golongan orang tua tentang akibat kawin paksa dan masalah adat. Ejaan Van Ophuisjen tidak sekali jadi tapi tetap mengalami perbaikan dari tahun ke tahun dan baru pada tahun 1926 mendapat bentuk yang tetap.
Ciri-ciri dari ejaan Van Ophuijsen yaitu:
1. Huruf ï untuk membedakan antara huruf i sebagai akhiran dan karenanya harus disuarakan tersendiri dengan dipotong seperti mulaï dengan ramai. Juga digunakan untuk menulis huruf y seperti dalam Soerabaïa.
2. Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang, dsb.
3. Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer, dsb.
4. Tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan kata-kata ma’moer, ’akal, ta’, pa’, dsb.

Ejaan Suwandi
Pada Kongres Bahasa Indonesia tahun 1938 telah disarankan agar ejaan itu lebih banyak diinternasionalisasikan. Dan memang dalam perkembangan selanjutnya terutama sesudah Indonesia merdeka dirasakan bahwa ada beberapa hal yang kurang praktis yang harus disempurnakan. Sebenarnya perubahan ejaan itu telah dirancangkan waktu pendudukan Jepang.
Pada tanggal 19 Maret 1947 dikeluarkan penetapan baru oleh Menteri Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan Suwandi (SK No. 264/Bag.A/47) tentang perubahan ejaan bahasa Indonesia; sebab itu ejaan ini kemudian terkenal dengan nama Ejaan Suwandi.
Ejaan ini juga dikenal dengan nama ejaan Republik. Ciri-ciri ejaan ini yaitu:
1. Huruf oe diganti dengan u pada kata-kata guru, itu, umur, dsb.
2. Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k pada kata-kata tak, pak, rakjat, dsb.
3. Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2 seperti pada kanak2, ber-jalan2, ke-barat2-an.
4. Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mendampinginya.
Kongres Bahasa Indonesia II tahun 1954 di Medan kembali mempersoalkan masalah ejaan. Sesuai dengan usul Kongres, kemudian dibentuk sebuah panitia dengan SK No. 44876 tanggal 19 Juli 1956. Panitia ini berhasil merumuskan patokan-patokan baru pada tahun 1957. namun keputusan ini tidak dapat dilaksanakan karena ada usaha untuk mempersamakan ejaan Indonesia dan Melayu. Sebab itu pada akhir tahun 1959 sidang perutusan Indonesia dan Melayu berhasil merumuskan suatu konsep ejaan bersama yang kemudian dikenal dengan nama Ejaan Melindo (Melayu – Indonesia). Tetapi konsep ejaan ini juga tidak jadi diumumkan karena perkembangan politik kemudian.

Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)
Pada tahun 1966 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Sarino Mangunpranoto dibentuk sebuah Panitia Ejaan Bahasa Indonesia, yang bertugas menyusun konsep baru, yang merangkum segala usaha penyempurnaan yang terdahulu. Sesudah berkali-kali diadakan penyempurnaan, maka berdasarkan Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972 diresmikan ejaan baru yang mulai berlaku pada tanggal 17 Agustus 1972, yang dinamakan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD).
Ejaan ini menggantikan ejaan sebelumnya, Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi. Peresmiannya dilakukan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 16 Agustus 1972 melalui pidato kenegaraan di hadapan sidang DPR.
Sebelumnya pada tanggal 23 Mei 1972, sebuah pernyataan bersama telah ditandatangani oleh Menteri Pelajaran Malaysia pada masa itu, Tun Hussien Onn dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Mashuri. Pernyataan bersama tersebut mengandung persetujuan untuk melaksanakan asas yang telah disepakati oleh para ahli dari kedua negara tentang Ejaan Baru dan Ejaan Yang Disempurnakan. Pada tanggal 16 Agustus 1972, berdasarkan Keputusan Presiden No. 57, Tahun 1972, berlakulah sistem ejaan Latin (Rumi dalam istilah bahasa Melayu Malaysia) bagi bahasa Melayu dan bahasa Indonesia. Di Malaysia ejaan baru bersama ini dirujuk sebagai Ejaan Rumi Bersama (ERB).
Pada tanggal 12 Oktober 1972, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, menerbitkan buku "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan" dengan penjelasan kaidah penggunaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya No. 0196/1975 memberlakukan "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah".
Perbedaan-perbedaan antara EYD dan ejaan sebelumnya adalah:
* 'tj' menjadi 'c' : tjutji → cuci
* 'dj' menjadi 'j' : djarak → jarak
* 'oe' menjadi 'u' : oemoem -> umum
* 'j' menjadi 'y' : sajang → sayang
* 'nj' menjadi 'ny' : njamuk → nyamuk
* 'sj' menjadi 'sy' : sjarat → syarat
* 'ch' menjadi 'kh' : achir → akhir
* awalan 'di-' dan kata depan 'di' dibedakan penulisannya. Kata depan 'di' pada contoh "di rumah", "di sawah", penulisannya dipisahkan dengan spasi, sementara 'di-' pada dibeli, dimakan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.
Ada peristiwa penting yang mempengaruhi perkembangan Bahasa Indonesia. Pada tanggal 28 Oktober s.d 2 November 1978 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia III di Jakarta. Kongres yang diadakan dalam rangka memperingati Sumpah Pemuda yang ke-50 ini selain memperlihatkan kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan bahasa Indonesia sejak tahun 1928, juga berusaha memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia.
Kemudian tanggal 21-26 November 1983 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia IV di Jakarta. Kongres ini diselenggarakan dalam rangka memperingati hari Sumpah Pemuda yang ke-55. Dalam putusannya disebutkan bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia harus lebih ditingkatkan sehingga amanat yang tercantum di dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara, yang mewajibkan kepada semua warga negara Indonesia untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, dapat tercapai semaksimal mungkin.
Kongres Bahasa Indonesia ke-V diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 28 Oktober s.d. November 1988. Kongres ini dihadiri oleh kira-kira tujuh ratus pakar bahasa Indonesia dari seluruh Indonesia dan peserta tamu dari negara sahabat seperti Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, Belanda, Jerman, dan Australia. Kongres itu ditandatangani dengan dipersembahkannya karya besar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa kepada pencinta bahasa di Nusantara, yakni Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.
Tanggal 28 Oktober s.d 2 November 1993 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia VI di Jakarta. Pesertanya sebanyak 770 pakar bahasa dari Indonesia dan 53 peserta tamu dari mancanegara meliputi Australia, Brunei Darussalam, Jerman, Hongkong, India, Italia, Jepang, Rusia, Singapura, Korea Selatan, dan Amerika Serikat. Kongres mengusulkan agar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa ditingkatkan statusnya menjadi Lembaga Bahasa Indonesia, serta mengusulkan disusunnya Undang-Undang Bahasa Indonesia. Tanggal 26-30 Oktober 1998 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia VII di Hotel Indonesia, Jakarta. Kongres itu mengusulkan dibentuknya Badan Pertimbangan Bahasa.

KESIMPULAN
Bahasa Indonesia merupakan suatu varian bahasa Melayu yang digunakan sebagai bahasa resmi kerajaan sriwijaya. Sampai sekarang terus mengalami perkembangan.
Bahasa Indonesia resmi digunakan pada peristiwa sumpah pemuda atas usul Muhammad Yamin. Hingga kini Bahasa Indonesia mempunyai kedudukan berada di atas bahasa-bahasa daerah dan Bahasa Indonesia merupakan bahasa resmi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ejaan Bahasa Indonesia terus mengalami perkembangan. Dari ejaan Van Ophuisjen, ejaan Suwandi dan sampai Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) adalah sejarah penyempurnaan Bahasa Indonesia yang terus mengikuti zaman.

SARAN
Bahasa Indonesia adalah warisan leluhur bangsa Indonesia yang merupakan kekayaan tak ternilai harganya. Oleh karena itu, kita sebagai warga Negara harus menjaganya dengan cara mencintai dan mengembangkannya melalui seni bersastra.
Pemerintah hendaknya melakukan upaya penelitian secara lebih mendalam lagi mengenai sejarah bahasa Indonesia dan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangannya.

PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA

Minggu, 03 Juli 2011
0 Comments
On listen and do instruction, students listening and doing what teacher said. But on listen and make, students are asked for crossing creative process. For example;
The student have to make decision alone
There is particular time for thinking and giving comment about
There is occasion that students corporate one another

1. Prepharation
a) Find a topic
b) Collect materials that you need as instrument
c) Use getures to make them more understanding

2. A class activity
Starting with a topic and explain little about topic
Explain topic in English and show them what they have to do in English as you can as possible. Use gesture to make more clearly.
Repeat instructions for all students and then for a several groups or by one person.
When they begin ‘make’, go step around and give comment themwork in English.

3. The kinds of ‘listen and make’
a) Listen and color. Coloring is simple activity for young students.
b) Listen and Draw. Students can draw alone without insruction. But in this case, your goal is make them listen your instruction in English. On this time, students will draw what you said.
c) Liaten and make. There are many kinds activity that students do. There are doing with clay, plastic, peper, or card.
For example, in English states, many people send greeting cards on events like chrismast, valentine day, motherday, ect. On this case, you can give students instruction about what they have to do. With gestures you can make them more understand.

LISTEN AND MAKE

Dalam banyak hal, anak-anak cenderung meniru perilaku orang dewasa termasuk guru. Bahkan dewasa ini banyak anak lebih mempunyai kepercayaan kepada gurunya dibandingkan pada orang tua mereka sendiri. Maka dari itulah guru harus menunjukan sikap dan keteladanan yang baik dalam situasi formal maupun situasi informal.
Dalam situasi formal, guru harus memiliki kewibawaan untuk menunjang keberhasilan proses belajar mengajar. Namun dewasa ini guru sudah semakin kehilangan kewibawaannya. Hilangnya kewibawaan guru mengakibatkan situasi kelas menjadi sulit dikendalikan sehingga guru cenderung mengambil tindakan kekerasan untuk mengendalikan kelas. Selain itu, sikap guru di luar kelas yang kadang tidak patut untuk diteladani dan semakin memperburuk citra guru di hadapan murid-muridnya.
Guru tidak hanya dituntut kecerdasannya saja, tetapi harus memiliki kepribadian yang patut untuk ditiru. Maka dari itu, standar kompetensi kepribadian guru harus dikuasai agar perilakunya dapat menunjang keberhasilan pendidikan di Indonesia. Kompetensi kepribadian guru juga harus dipahami dan diamalkan sebagai cermin pribadi guru yang khas. Untuk mengetahui pentingnya unsur kepribadian guru terhadap siswa maka pembaca akan penulis ajak untuk mengetahui sejauh mana pengaruh kepribadian guru terhadap siswa. Selain itu, dalam tulisan ini juga akan membahas realitas kepribadian guru di lapangan.

Kepribadian Guru
Kepribadian merupakan terjemahan dari bahasa inggris dari “personality”. Kata personality sendiri berasal dari bahasa asing pesona yang berarti, topeng yang digunakan aktor dalam setiap pertunjukan atau permainan. Dalam kehidupan sehari-hari kata kepribadian digunakan untuk menggambarkan: (1) identitas diri, jati diri; (2) kesan seseorang tentang diri anda atau orang lain; (3) fungsi-fungsi diri yang sehat atau bermasalah. Kepribadian (Suparji : 2009) merupakan representatif dari karakteristik seseorang yang konsisten dilihat dari tingkah lakunya. Pada intinya bahwa kepribadian dan karakteristik seseorang yang tercermin dalam tingkah laku sehari-hari.
Kepribadian merupakan organisasi dari faktor-faktor biologis, psikologis dan sosiologis yang unsur-unsurnya meliputi; pengetahuan pengetahuan, perasaan dan dorongan naluri. Unsur pertama adalah pengetahuan, pengetahuan merupakan suatu unsur yang mengisi akal dan alam jiwa orang yang sadar. Pengetahuan terdiri dari seluruh penggambaran, apersepsi, pengamatan, konsep, dan fantasi yang dimiliki seorang individu secara sadar. Unsur yang kedua adalah perasaan, perasaan adalah suatu keadaan dalam kesadaran manusia yang karena pengetahuannya dinilai sebagai keadaan yang positif atau negatif. Dan yang ketiga adalah dorongan naluri. Dorongan naluri tidak dipengaruhi oleh pengetahuan individu. Tetapi sudah terkandung dalam gen individunya.
Ngalim (1990) mengemukakan bahwa kepribadian itu dinamis tidak statis. Ia menunjukan tingkah laku yang terintegrasi dan merupakan interaksi antara kesanggupan-kesanggupan bawaan yang ada pada individu dan lingkungannya. Ia bersifat psiko-fisik, yang berarti bahwa faktor jasmaniah maupun rohaniah individu itu bersama-sama memegang peranan dalam kepribadian. Ia juga bersifat unik, bersifat khas yang membedakannya dari individu lain.
Menurut penulis, kepribadian merupakan kualitas jati diri seseorang baik fisik maupun psikis yang bersifat khas yang terbentuk dari lahir dan karena proses pengalaman hidupnya. Aspek kepribadian individu dapat dibentuk, oleh karena itu pendidikan guru harus menunjang terbentuknya kepribadian guru yang mantap agar nilai-nilai standar kepribadian guru dapat terinternalisasikan dengan baik.
Guru adalah pendidik professional yang tugas utamanya mentransfer ilmu pengetahuan, sikap dan ketrampilan. Profesi guru adalah suatu bentuk pengabdian yang penuh cinta kasih dan kelembutan budi. Guru harus mampu menjadi teladan yang dapat digugu dan ditiru, menggugah semangat belajar siswanya dan mendorong siswa agar berfikir maju.
Kepribadian guru merupakan identitas khas seorang pendidik yang menunjang profesinya sebagai pendidik profesional. Kepribadian yang baik sangat menentukan keberhasilan proses pembelajaran. Siswa akan mudah mengikuti guru yang disegani dan disukainya sehingga siswa akan cepat menyerap materi yang diberikan guru. Dan yang terpenting, kepribadian guru tidak boleh mendua ketika di dalam dan di luar kelas.

Kompetensi Kepribadian Guru
Guru merupakan insan dewasa yang mengajarkan pengetahuan, ketrampilan dan sikap pada siswa harus memiliki kompetensi kepribadian yang sekurang-kurangnya mencakup : (1) beriman dan bertakwa; (2) berakhlak mulia; (3) arif dan bijaksana; (4) demokratis; (5) mantap; (6) berwibawa; (7) stabil; (8) dewasa; (9) jujur; (10) sportif; (11) menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat; (12) secara obyektif mengevaluasi kinerja sendiri; dan (13) mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan (PP no.74 thn 2008). Kemampuan kepribadian lebih menyangkut jati diri seorang guru sebagai pribadi yang religius, bermoral, berkarakter dan pembelajar.
Yang pertama, guru harus religius dan bermoral. Hal ini jelas penting mengingat guru harus membantu siswa menjadi insan beriman, bertakwa serta berakhlak mulia. Apabila guru tidak beriman, bertaqwa dan berakhlak mulia maka akan sulit membentuk siswa agar memiliki sifat tersebut. Yang kedua guru harus memiliki karakter yang kharismatik. Segala sikapnya menunjukan sifat yang arif dan bijaksana, mantap, berwibawa, sportif, dewasa dan jujur. Sifat ini sangat diperlukan untuk menjaga kehormatan guru dan menunjang keberhasilan belajar siswa. Siswa akan cenderung selalu mengikuti manusia dewasa yang menjaga kehormatannya. Yang kedua, guru merupakan insan pembelajar. Prinsip belajar seumur hidup harus dipegang erat-erat agar kualitas guru tidak usang oleh kemajuan jaman. Guru harus tahan kritik, setiap kritik harus ditanggapi dengan positif. Disamping itu juga guru dituntut secara objektif mau mengevaluasi diri sendiri dan mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan.
Kepribadian adalah sesuatu yang abstrak, sukar dilihat secara nyata. Kepribadian hanya dapat diketahui melalui penampilan, tindakan dan ucapan. Tampilan kepribadian yang harus dimiliki guru kelas berdasarkan Permendiknas no. 16 tahun 2007 adalah :
a. Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia. Guru harus menghargai peserta didik tanpa membedakan keyakinan yang dianut, suku, adat-istiadat, daerah asal, dan gender. Selain itu, guru juga bersikap sesuai dengan norma agama yang dianut, hukum dan norma sosial yang berlaku dalam masyarakat serta kebudayaan nasional Indonesia yang beragam.
b. Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat. Guru menunjukan perilaku jujur dalam pikiran dan tindakan, tegas, dan manusiawi. Perilaku guru mencerminkan ketakwaan dan akhlak mulia. Berperilaku yang dapat diteladani oleh peserta didik dan anggota masyarakat di sekitarnya.
c. Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa.
d. Menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri.
e. Menjunjung tinggi kode etik profesi guru. Guru harus memahami dan menerapkan kode etik guru. Asas dasar yang menjadi kesepakatan guru itu harus senantiasa mewarnai perilaku guru.

Pengaruh Kepribadian Guru Terhadap Siswa
Karakter kepribadian seorang guru akan sangat mempengaruhi siswa dalam pembelajaran. Aspek kewibawaan dan keteladanan guru merupakan dua hal yang sangat penting dalam proses pembelajaran siswa. Mengajarkan sesuatu pada siswa membutuhkan kewibawaan agar siswa mau diatur dengan senang hati. Kewibawaan harus diawali dengan keteladanan yang baik. Baik keteladanan dalam lingkup sekolah maupun dalam lingkup masyarakat. Guru harus senantiasa menjaga wibawanya dengan selalu bersikap baik sesuai dengan norma dan nilai yang berlaku di masyarakat. Guru, bagi siswa lebih-lebih guru SD adalah sosok yang sempurna. Oleh siswa, guru dijadikan sosok manusia ideal yang akan ditiru perilakunya dan cara berpikirnya. Kepribadian guru mempunyai pengaruh cukup signifikan terhadap minat belajar siswa dan iklim emosional kelas.
Kepribadian guru yang buruk dapat mengakibatkan siswa menganggap remeh gurunya sendiri sehingga siswa menjadi malas belajar. Kasus seperti ini karena siswa tidak merasa segan terhadap guru. Siswa enggan diajar oleh guru tersebut. Kepribadian guru yang baik akan memahami kelakuan anak didiknya sesuai dengan perkembangan jiwa yang sedang dilaluinya. Setiap pertanyaan dari siswa dipahami secara obyektif tanpa dikaitkan dengan prasangka dan emosi yang tidak menyenangkan. Guru yang tidak tahan kritik kerap bersikap negatif dalam menanggapi pertanyaan siswa yang dianggap mengancam harga dirinya. Namun perasaan emosi guru yang mempunyai kepribadian terpadu tampak lebih stabil, optimis dan menyenangkan. Dia dapat memikat hati siswanya, karena setiap anak merasa diterima dan disayangi oleh guru, betapapun sikap dan tingkah lakunya.
Dalam proses pembelajaran, kepribadian guru akan mewarnai iklim emosional kelas. Kepribadian guru akan termanifestasikan dalam bentuk sikap dan perilaku selama mengajar. Guru yang ramah dan penyayang akan menciptakan iklim yang kondusif dan memberikan aura positif terhadap perkembangan psikis siswa. Siswa akan merasa aman, nyaman dan senang belajar di kelas. Siswa juga akan termotivasi untuk belajar dan mau menaati peraturan yang dikeluarkan oleh guru. Sebaliknya, Guru yang keras dan pemarah akan menimbulkan iklim kelas yang mencekam. Kelas yang mencekam dan tidak menyenangkan dapat menimbulkan dampak negatif bagi siswa. Guru yang otoriter membuat siswa merasa tegang dan malas belajar. Biasanya siswa melakukan protes dalam bentuk kenakalan seperti membuat gaduh, tidak memperhatikan pelajaran dan lain-lain. Kondisi kelas yang seperti ini tentu akan menurunkan prestasi belajar siswa.

Realitas Kepribadian Guru di Lapangan
Realitas kepribadian guru sampai saat ini belum bisa dikatakan membanggakan. Guru banyak terlibat kasus-kasus yang menyangkut tindakan bisnis dalam sekolah, perlakuan asusila terhadap siswa dan kekerasan serta penipuan. Kartono (2009) mengemukakan bahwa saat ini sekolah didominasi oleh mekanisme pasar. Sekolah dijadikan ajang bisnis, sebagai contoh pada saat penerimaan siswa, siswa dijadikan konsumen tekstil, sepatu dan atribut-atribut sekolah. Termasuk juga saat masa liburan, siswa diwajibkan mengikuti kegiatan tour ke tempat wisata. Selain itu, masih marak budaya titip, prioritas anak pejabat, surat sakti dan main uang telah berjalan layaknya jual beli seperti di pasar. Guru menjalankan tugasnya bukan lagi sebagai panggilan jiwa tetapi sekedar untuk mencari keuntungan finansial.
Lebih dari itu, Meier (dalam Barnawi: 2010) menyatakan bahwa tindakan semacam itu merupakan suatu bentuk korupsi dalam dunia pendidikan. Korupsi dalam pendidikan pada umumnya berupa, pertama; orang tua mungkin disarankan untuk membeli buku atau alat bantu mengajar yang ditulis oleh guru anaknya. Kedua; orang tua disarankan untuk membayar sekolah khusus dimana setelah jam sekolah berlangsung, gurunya akan mengajar anaknya materi inti dari kurikulum yang diajarkan. Dalam konteks ini guru berbisnis trik dan tips yang jitu dalam menyelesaikan soal ujian di mana trik-trik itu mungkin tidak diberikan di jam pembelajaran intrakurikuler. Ketiga; orang tua disarankan memberi sumbangan untuk dana pembangunan dan kegiatan ekstrakurikuler sekolah.
Lebih dari itu, tindakan guru saat ini kerap tidak sesuai dengan norma agama dan norma sosial. Di Ciputat seorang guru SD melakukan tindakan asusila yaitu menyodomi tiga orang muridnya sendiri (Berita8 News :18/4/2011). Bukan hanya di Ciputat, kasus asusila juga terjadi di Tapanuli Tengah. Seorang guru SD memaksa dua siswinya melakukan oral seks. Lebih parah lagi oral seks tersebut dilakukannya didepan kelas dan disaksikan oleh murid-murid yang lain. Dan untuk menutupi tindakan bejat tersebut sang guru mengancam murid-muridnya jika melaporkan tindakannya yang menyimpang tersebut (Indonesia-Headline :17/11/2008).
Nampaknya guru-guru kita mulai kehilangan kewibawaannya. Efeknya mereka sulit menegakan disiplin di sekolah dan menjadikan kekerasan sebagai alternatifnya. Di Tanjungbalai Guru terlibat kasus kekerasan bukan hanya di SMA atau SMP tetapi juga di tingkat SD (Warta : 23/1/2008).
Pribadi guru yang malas biasanya akan mengambil jalan pintas untuk mencapai tujuan. Apapun caranya, meskipun harus dengan cara menipu. Ribuan guru yang sudah PNS di propinsi Riau belum menampilkan pribadi yang jujur. Mereka meramai-ramai menipu pemerintah dengan cara memalsukan tanda tangan untuk memperoleh penetapan angka kredit (PAK). Mereka juga menggunakan karya ilmiah asli tapi palsu (aspal) dalam memperoleh kenaikan jabatan. Mereka mengerjakan tindakan yang tidak jujur ini dengan bantuan para joki (Imam Subari:2010).
KESIMPULAN
Kepribadian guru merupakan identitas khas seorang pendidik yang menunjang profesinya sebagai pendidik profesional. Kepribadian yang baik sangat menentukan keberhasilan proses pembelajaran.
Kompetensi kepribadian guru lebih menyangkut jati diri seorang guru sebagai pribadi yang religius, bermoral, berkarakter dan pembelajar sepanjang hayat. Aspek kepribadian dapat dibentuk, oleh karena itu pendidikan guru harus menunjang terbentuknya kepribadian guru yang khas.
Kepribadian seorang guru sangat mempengaruhi siswa dalam pembelajaran. Oleh karena itu guru harus menjaga sifat-sifat keteladanannya agar memiliki wibawa dalam mengatur siswa dalam pembelajaran.
Keberadaan guru di Indonesia saat ini tengah mengalami paradoks. Guru-guru telah kehilangan identitasnya sebagai agen pencerah. Guru yang sehari-harinya mengajarkan nilai moral dan religius tetapi malah mereka sendiri yang melanggar nilai-nilai tersebut. Kondisi ini sangat memprihatinkan, padahal filosofi istilah guru sangatlah baik. Guru adalah sebutan insan yang patut di-gugu dan di-tiru.

SARAN
Kepribadian guru adalah aspek penting dalam dunia pendidikan. Oleh karena itu kompetensi kepribadian guru yang telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah No. 74 harus di internalisasikan dengan baik melalui proses pendidikan guru. Harapannya, nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dapat mendarah daging secara utuh dalam pribadi guru.
Pemerintah hendaknya bersikap tegas terhadap guru yang tidak sesuai dengan standar kompetensi kepribadian guru. Sanksi yang ringan sampai yang berat harus dibuat agar menimbulkan efek jera sehingga citra guru tetap terjaga sebagai profesi yang berwibawa.

Telaah Kompetensi Kepribadian Guru

- Copyright © Mohammad Arifin - Blogger Templates - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -