Oleh: Mohammad Arifin
Mahasiswa STKIP Islam Bumiayu
Latar belakang munculnya pembelajaran konteksual di Indonesia ialah karena melihat dari kondisi pendidikan di Indonesia yang cukup memperihatinkan baik secara makro maupun secara mikro. Secara makro kondisi pendidikan indonesia dilihat dari lingkup internasional. Berdasarkan penelitian International Education Achievment (IEA), Indonesia menempati urutan ke-30 dari 38 negara dalam hal kemampuan membaca siswa SD. Sementara itu penelitian yang dilakukan oleh The Third International Mathematics and Science study repeat(1999) menunjukan kemampuan siswa Indonesia dalam bidang matematika dan IPA indonesia menempati urutan 34 dan 32 dari 38 negara. Pada tahun 2003 menurut UNDP, Indonesia menempati urutan 112 dari 175 negara.
Secara mikro, kondisi pendidikan Indonesia dapat dilihat dalam pembelajaran di sekolah. Banyak siswa yang mampu menyajikan tingkat hafalan yang tinggi namun tidak dapat memahami apa yang dihapalkan. Tiadak sedikit siswa yang tidak mampu menghubungkan antara pengetahuan yang ia dapatkan dengan bagaimana cara memanfaatkannya. Siswa kesulitan memahami konsep akademik yang diajarkan secara abstrak melalui metode ceramah. Padahal siswa sangat membutuhkan konsep-konsep yang akan membantu pada tempat hidup mereka kelak.
Pembelajaran kontekstual berfungsi untuk membantu guru dalam mengaitkan isi mata pelajaran dengan situasi dunia dan membantu guru dalam memotivasi siswa membuat hubungan antara pelajaran dengan kehidupan sehari-hari siswa.
Definisi
Pembelajaran kontekstual (2009) adalah pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi nyata sehingga mendorong siswa untuk menerapkannya dalam kehidupan mereka.
Direktorat Pembinaan SMP menyebutkan Pembelajaran kontekstual merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan/keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan/konteks ke permasalahan/-konteks lainnya.
Dari dua penegertian di atas maka diketahui bahwa pembelajaran kontekstual ialah suatu proses yang bertujuan membantu siswa memahami materi pelajaran dengan cara mengaitkannya dengan konteks kehidupan sehari-hari sehingga siswa dapat memanfaatkan pengetahuan yang ia dapat dalam kehidupan nyata.
Tujuh Komponen CTL
Ada tujuh komponen CTL atau pembelajaran kontekstual yang harus menjadi landasan dalam pengembangannya. Ketujuh komponen itu ialah;
1. Konstruktivisme
Konstruktivisme menghendaki siswa membangun pemahamannya sendiri melalui pengetahuan yang ia miliki. Dengan kata lain, pada dasarnya siswa mempunyai modal awal pengetahuan yang harus dikembangkan. Pembelajaran harus dikemas “mengkonstruksi”, bukan menerima pengetahuan.
2. Inquiry (menemukan)
Inquiry adalah proses dimana siswa menemukan kasus. Di sini siswa belajar menggunakan ketrampilan berfikir kritis. Proses ini merupakan proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman.
3. Questioning (bertanya)
Pada proses ini guru mengembangkan keingin tahuan siswa melalui bertanya. Guru memotivasi siswa agar memiliki keingin tahuan yang tinggi untuk menggali informasi atau meyakinkan apa yang dipelajari.
4. Learning Community
Guru membangun masyarakat belajar melalui kerja sama antar siswa. Masyarakat belajar akan terikat dalam kelompok belajar. Di sini siswa dapat berbagi pengalaman dan ide. Di samping itu juga belajar bersama-sama tentunya akan lebih baik daripada belajar sendiri-sendiri.
5. Modelling (Pemodelan)
Pemodelan adalah proses mempragakan sesuatu sebagai contoh yang dapat dicontoh oleh siswa. Pemodelan bisa melibatkan guru, outsider atau siswa itu sendiri. Misalnya, guru mempergakan praktek shalat, Pengrajin mempragakan pembuatan hasil karyanya atau bahkan siswa pemenang lomba pidato mempragakan kemampuannya.
6. Reflecting (Refleksi)
Refleksi adalah proses internalisasi atau pengendapan pengalaman yang telah yang telah dipelajaran. Cara ini yang dilakukan siswa untuk membangun struktur kognitif siswa yang baru. Pembelajaran kontekstual menghendaki siswa merenung atau mengingat kembali pengalaman belajarnya.
7. Authentic Assesment (penilaian nyata)
Penilaian dilakukan dengan memperhatikan berbagai aspek. Tidak seperti penilaian konvensional yang hanya memperhatikan aspek intelektual (hasil tes), pembelajaran kontekstual memperhatikan aspek afektif dan motorik yang terlihat dalam proses dan hasil. Dengan kata lain penilaian dilakukan secara terus menerus selama proses pembelajaran.
Penilaian autentik bertujuan mengevaluasi kemampuan siswa dalam konteks dunia nyata. Dengan kata lain, siswa belajar bagaimana mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilannya ke dalam tugas-tugas yang autentik.
Melalui penilaian autentik ini, diharapkan ber-bagai informasi yang absah/benar dan akurat dapat terjaring berkaitan dengan apa yang benar-benar diketahui dan dapat dilakukan oleh siswa atau tentang kualitas program pendidikan.
Pola Pembelajaran Kontekstual
Ada tiga langkah utama yang dilakukan guru dalam pembelajaran kontekstual. Langkah-langkah utama itu berupa pendahuluan, inti dan penutup.
1. Pendahuluan
Pada tahap ini guru menjelaskan kompetensi yang harus dicapai, prosedur pembelajaran dan tanya jawab seputar tugas yang harus dikerjakan siswa. Dalam menjelaskan kompentensi usahakan guru tidak hanya menjelaskan secara datar namun perlu juga guru menjelaskan manfaat proses pembelajaran dan pentingnya materi bagi siswa. Prosedur pembelajarannya ialah siswa dibagi menjadi beberapa kelompok dan melaksanakan penggalian data sesuai dengan petunjuk guru. Tanya jawab sebelum pelaksanaan diperlukan untuk menghindari ketidakjelasan dalam proses yang akan dilaksanakan.
2. Inti
Kegiatan ini berlangsung di dalam maupun di luar kelas (lapangan). Di lapangan siswa melakukan wawancara dan mencatat semua hal yang ia temukan. Di dalam kelas siswa mendiskusikan hasil temuan, melaporkan hasil diskusi dan menjawab pertanyaan dari kelompok lain.
3. Penutup
Dalam kegiatan penutup ialah membuat kesimpulan dan merefleksikan apa yang baru saja dipelajarinya.
Pembelajaran kontekstual dapat memberikan pengalaman berharga bagi siswa. Siswa tidak akan mudah lupa dengan pengalaman belajarnya. Di banyak negara, pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan minat dan prestasi belajar siswa.
Sumber: Hamruni.2009. Strategi dan Model-model pembelajaran Aktif Menyenangkan. UIN Sunan Kalijaga: Yogyakarta.