PENGELOLAAN PROGRAM YANG BERDAMPAK PADA MURID
PROGRAM CLASS MEETING
Oleh :
Mohammad
Arifin, S.Pd
CGP Kota Semarang
Peristiwa (Fact)
Menurut KHD,
maksud pendidikan itu adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak
agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya
baik sebagai manusia maupun anggota masyarakat. Sebagai pemimpin pembelajaran,
guru harus mengupayakan program yang mengoptimalkan perkembangan kodrat anak
sebagai anggota masyarakat. Para murid perlu diberikan ruang yang cukup untuk
menampilkan Suara, Pilihan, dan Kepemilikan, agar tumbuh jiwa kepemimpinannya.
Dengan
memperhatikan prasarana lapangan sekolah yang cukup, dan kecenderungan murid
yang aktif maka program Class Meeting
menjadi relevan untuk diterapkan. Setelah dilakukan wawancara terhadap rekan
guru, murid dan orangtua, banyak murid yang menghendaki kegiatan non akademik
pasca penilaian akhir semester. Kegiatan dimaksud ialah berupa perlombaan atau
permainan yang menantang dan menyenangkan. Lebih-lebih selama dua tahun ini,
kegiatan Class Meeting tidak
dilakukan dikarenakan pandemi Covid-19.
Aksi nyata yang
dilakukan penulis ialah dengan mengadakan Class
Meeting. Class Meeting adalah
kegiatan akhir semester yang mempertemukan para murid antar kelas dalam
berbagai kegiatan yang menyenangkan dan menantang untuk menumbuhkan jiwa
kepemimpinan murid. Kegiatan tersebut bertujuan untuk: (1) mendorong terjadinya
interaksi dan kerja sama antar murid; (2) melatih anak untuk mengambil kontrol
atas dirinya dan bertanggung jawab; (3) menumbuhkan kreativitas murid dalam
mencapai tujuan yang diinginkan; (4) menjaga kekompakan, kebersamaan dan
solidaritas antar murid; (5) mengembangkan bakat non akademik murid dan
memberikannya penghargaan; dan (6) menyegarkan kembali pikiran murid setelah
menghadapi penilaian akhir semester.
Kegiatan
classmeeting dilakukan dengan beberapa tahap. Pertama, melakukan diskusi dan koordinasi dengan kepala sekolah dan
rekan sejawat. Kegiatan ini penting dilakukan untuk mencari dukungan dan
memperoleh hasil yang maksimal. Pada tahap ini pula langsung dilakukan
pembentukan panitia Class Meeting.
Panitia tersebut diambilkan dari kelas 5 (lima) yang dianggap cukup matang
untuk mengemban tanggung jawab. Di Sekolah tempat saya bertugas kebetulan
terdapat mahasiswa dari kampus mengajar. Jadi para mahasiswa tersebut ikut
berperan aktif dalam upaya membentuk panitia dari pihak murid.
Pembentukkan Panitia Class Meeting dengan didampingi mahasiswa “Kampus Mengajar”
Kedua, koordinasi dan perencanaan
kegiatan. Pada tahap ini, panitia Class Meeting
dibimbing oleh penulis dan beberapa mahasiswa program kampus mengajar untuk
merancang kegiatan. Dengan memperhatikan suara, pilihan dan kepemilikan murid
maka dipilihlah kegiatan Class Meeting
berupa perlombaan antar kelas. Perancangan kegiatan melibatkan pendapat murid
dan kebebasan murid yang menjadi panitia dalam membuat pilihan-pilihan.
Koordinasi dan
perencanaan kegiatan berlangsung di ruang perpustakaan. Dengan didampingi saya
dan 3 orang mahasiswa para murid menentukan nama perlombaan yang akan
dilaksanakan selama 2 hari. Adapun lomba-lomba yang disepakati ialah sebagai
berikut.
No |
Kelas rendah |
Kelas tinggi |
1 |
Lomba makan kerupuk |
Lomba kelereng |
2 |
Lomba senam wajah |
Lomba pecah air |
3 |
Lomba ekstafet karet |
Lomba lari pusing |
Ketiga, perlombaan antar kelas.
Perlombaan dilakukan dalam dua hari. Dimana hari pertama untuk kelas rendah dan
hari kedua untuk kelas tinggi. Pengelompokkan lomba untuk kelas rendah dan kelas
tinggi dilakukan untuk memperhatikan tingkat kematangan murid. Selain itu juga
untuk memperhatikan ketercukupan waktu yang disediakan.
Sebelum memulai
pelaksanaan lomba, beberapa murid yang menjadi panitia selalu melaksanakan briefing. Tempat briefing ialah di ruang perpustakaan. Kegiatan briefing dilakukan
untuk memperjelas apa saja yang harus dikerjakan dan menentukan siapa yang
melakukan. Ketua panitia membagi anggota untuk menyiapkan alat dan bahan,
menyiapkan peserta lomba, dan menertibkan para penonton.
Pengaturan
Peserta Lomba di Hari Pertama
Pelaksanaan
Lomba Hari Pertama
Briefing Dipimpin oleh Ketua Panitia
di Hari Kedua
Perlombaan Makan Kerupuk di hari Kedua
Keempat, selebrasi dan penghargaan. Selebrasi
dan penghargaan merupakan acara puncak Class
Meeting. Seluruh murid berkumpul di halaman sekolah untuk mendapatkan
pengarahan dan hiburan. Selain itu, para murid juga menyaksikan pemberian
apresiasi kepada para pemenang lomba. Pada momen ini pula diberikan nasihat
agar tetap rendah hati kepada para pemenang. Bagi yang belum menang agar tetap
semangat dan jangan putus asa. Sebab, setiap diri adalah juara bagi diri
sendiri karena sudah berbuat lebih baik dari sebelumnya. Acara selebrasi dan
penghargaan dilakukan untuk memupuk rasa kebersamaan, kekompakan dan apresiasi
terhadap prestasi murid.
Selebrasi sebagai
Puncak Class Meeting
Penghargaan
untuk Para Juara
Pada kegiatan Class Meeting nampak jelas dapat memupuk
kepemimpinan murid karena pembentukan panitia Class Meeting dari pihak murid. Ketua panitia dan anggotannya
memperoleh tantangan untuk menyuarakan harapannya, membuat pilihan-pilihan
kegiatan dan menentukan sendiri keputusan yang diambil. Dengan demikian para
murid merasa memiliki segenap proses belajar yang dilakukannya.
Hasil yang
diperoleh dari kegiatan Class Meeting
berkaitan erat dengan tujuan kegiatan tersebut. Dengan kegiatan Class Meeting telah mendorong interaksi antar murid dan
bekerja sama dalam sejumlah aktivitas. Para murid terlatih untuk mengontrol
diri untuk patuh pada peraturan kegiatan sekaligus bertanggung jawab terhadap
pilihan tindakan yang dilakukan. Dengan diberikannya tantangan untuk mengatur
suatu kegiatan, kreativitas murid bertumbuh dan berkembang. Murid-murid yang
memiliki bakat di luar akadamik menjadi terasah melalui kegiatan organisasi dan
perlombaan. Selain itu, para murid dapat menjadi lebih rileks setelah
menghadapi penilaian akhir semester.
Perasaan (Feeling)
Kegiatan Class Meeting dengan melibatkan murid
sebagai panitia merupakan baru pertama dilakukan. Hal tersebut membuat saya
merasa khawatir apakah para murid dapat melaksanakan tugas dengan baik atau tidak.
Namun perasaan saya menjadi lebih tenang setelah melihat para murid antusias
dan aktif dalam merancang dan melaksanakan kegiatan. Secara umum, para murid
dapat berperan aktif dengan baik dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan.
Di sisi lain,
saya merasa senang dengan melaksanakan aksi nyata Class Meeting ini.
Meskipun istilah Class Meeting sudah
biasa namun praktik tersebut masih perlu dioptimalkan di sekolah tempat saya
bekerja. Sebelum adanya pandemi, kegiatan tersebut sudah dikerjakan namun yang
berperan dalam perencanaan dan pelaksanaan
masih dipegang oleh para rekan guru. Para murid belum diberi kesempatan
untuk berorganisasi membentuk kepanitian, merancang kegiatan lomba dan
melaksanakan acara perlombaan.
Pembelajaran (Finding)
Pembelajaran
yang saya peroleh dari aksi nyata
pelaksanaan program Class Meeting ialah ternyata di tingkat
sekolah dasar, kegiatan Class Meeting dapat berjalan dengan melibatkan
murid sebagai panitia. Meskipun demikian, peran guru dalam mendampingi murid
masih dibutuhkan dengan proporsi lebih besar dibandingkan dengan kegiatan Class Meeting di tingkat sekolah menengah. Murid menjadi senang dan
tertantang dengan menjadi panitia karena merupakan pengalaman pertama dalam
berorganisasi dan mengelola kegiatan. Kemampuan murid dalam berkomunikasi dan
mengemukakan pendapat menjadi terasah dengan adanya kegiatan tersebut. Hal lain
yang penting ialah dengan kepantiaan dari murid maka para murid lainnya
merasakan bahwa kegiatan Class Meeting
adalah milik mereka dan dapat disesuaikan dengan ekspresi mereka
Penerapan ke Depan (Future)
Dengan
pengalaman aksi nyata Class Meeting maka saya berpikir untuk
mengembangkan kegiatan tersebut di tahun-tahun yang akan datang. Para murid
yang memiliki bakat dan minat berorganisasi dapat berkembang dengan baik
melalui aktivitas kepanitiaan. Ke depan keterlibatan murid lebih ditingkatkan
lagi untuk mempromosikan suara, pilihan dan kepemilikan murid. Bentuk kegiatan
tidak harus berupa perlombaan namun bisa kegiatan lain yang menyenangkan,
menantang, meningkatkan interaksi antar kelas, dan mengasah kemampuan non
akademik. Agar kegiatan berjalan dengan lancar, dilakukan upaya komunikasi
dengan kepala sekolah untuk memperoleh dukungan kebijakan dan pembiayaan.
Selain itu, para guru dan tenaga
kependidikan juga dilibatkan untuk memperoleh keberhasilan kegiatan.
*****
REFLEKSI AKSI NYATA MODUL 3.3
PENGAMBILAN KEPUTUSAN SEBAGAI PEMIMPIN PEMBELAJARAN
Assalamu'alaikum Wr.Wb.
Salam
bahagia untuk kita semua.
Perkenalkan,
nama saya Mohammad Arifin. Saya adalah Calon Guru Penggerak Kota Semarang
Angkatan 4. Saya bertugas di SD Negeri Kemijen 04 Semarang. Saat ini saya
dengan menempuh pendidikan guru penggerak yang saat ini memasuki modul 3.1
Pengambilan Keputusan sebagai Pemimpin Pembelajaran. Dalam kesempatan ini, saya
akan menuliskan kesimpulan atau sintesis dari keseluruhan materi yang telah
didapat.
Bob
Talbert pernah mengatakan, “Teaching kids
to count is fine but teaching them what counts is best”, yang artinya mengajarkan
anak menghitung itu baik, namun mengajarkan mereka apa yang berharga/utama
adalah yang terbaik. Nasihat tersebut menagjarkan kita untuk tidak hanya
mengajarkan pengetahuan dan keterampilan melainkan juga harus mengajarkan
hal-hal yang utama atau berharga dalam kehidupan. Lebih-lebih sekolah juga
memainkan peran sebagai institusi moral yang dirancang untuk mengajarkan
norma-norma sosial.
Sebagai
pemimpin pembelajaran, guru memiliki posisi yang strategis untuk menjadi
teladan dalam mewujudkan profil pelajar pancasila. Keputusan-keputusan yang
diambil guru akan merefleksikan nilai-nilai yang dijunjung tinggi guru tersebut
dan menjadi rujukan atau teladan bagi seluruh warga sekolah. Pengambilan
keputusan yang dilakukan seorang guru perlu mempertimbangkan banyak hal
sehingga seyogyanya menyediakan waktu, perhatian, dan pikiran dalam proses pengambilan
keputusan. Dalam konteks ini, para guru diharapkan mampu memutuskan hal-hal
baik dan utama dengan cara-cara yang baik pula. Marilah kita mulai membahasnya
dengan membahas pemikiran guru bangsa kita, Ki Hadjar Dewantara.
A.
Pengaruh
Pratap Triloka terhadap Pengambilan Keputusan
Sosok
Ki Hadjar Dewantara tidak bisa dilepaskan dalam sejarah perjalanan pendidikan
di Indonesia. Pejuang kemerdekaan yang lahir dengan nama Raden Mas Soewardi
Soerjaningrat itu memiliki jasa besar dalam mempelopori pendidikan nasional.
Beliau adalah pendiri perguruan Taman Siswa yang merupakan pelopor terbentuknya
sistem pendidikan khas Indonesia menuju manusia merdeka lahir dan batin.
Meskipun beliau mempelajari ilmu paedagogi dari eropa akan tetapi konsep
pendidikan yang dikemukakannya sangat membumi dan berakar pada budaya nasional.
Bisa dikatakan beliau adalah seorang filsuf pendidikan dan kebudayaan bagi
bangsanya sendiri. Berkat jasa-jasa beliau, tanggal 02 Mei yang merupakan
tanggal lahirnya, diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional.
Salah
satu pemikiran beliau yang masyhur adalah Pratap Triloka. Ada tiga semboyan
pratap triloka yang menjadi landasan pendidik hingga saat ini, yaitu ing ngarso sung tulodho (di depan
memberi teladan), ing madyo mangun karso (di
tengah membangun semangat), dan tut wuri
handayani (di belakang memberi dorongan, pengaruh dan motivasi). Pelaksanaan pratap tersebut
bersendikan kodrat alam, kemerdekaan, dan berjiwa kekeluargaan atau sistem
among. Kebahagiaan dan keselamatan murid merupakan tujuan utama pendidikan.
Sebagai
seorang pemimpin pembelajaran, filosofi Pratap Triloka memiliki pengaruh besar
terhadap pengambilan keputusan. Setiap anak memiliki kodratnya masing-masing
maka tugas guru adalah menuntun segala kodrat yang ada pada anak agar tidak
kehilangan arah dan yang bisa membahayakan dirinya. Dalam menuntun, anak juga
diberi kebebasan untuk menentukan keputusannya sendiri sehingga dapat menemukan
kemerdekaannya dalam mengambil keputusan yang tepat dan bertanggung jawab.
Sebagai
pemimpin pembelajaran perlu senantiasa berpedoman pada Pratap Triloka dalam
setiap pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan adalah proses yang
dilakukan melalui pertimbangan tertentu dalam memilih alternatif yang terbaik
untuk menyelesaikan berbagai persoalan. Keputusan yang diambil guru harus
senantiasa mencerminkan keteladanan sehingga patut untuk dicontoh. Namun tidak
boleh selalu di depan untuk dicontoh tetapi juga sesekali memerankan diri
menjadi teman yang membangun semangat dan kesadaran bagi murid-muridnya. Selain
itu, agar tumbuh kreativitas murid maka seorang guru perlu mundur ke belakang untuk
memberikan dorongan dan motivasi kepada murid. Gaya pemimpin semacam itulah
yang mencerminkan guru yang berpihak pada murid karena dapat memberi contoh,
menghidupkan semangat, dan mendorong keputusan mandiri murid yang menumbuhkan
kreativitas.
B.
Pengaruh
Nilai-nilai dalam Pengambilan Keputusan
Disadari
maupun tidak, setiap diri memiliki nilai-nilai hidup yang yakini dan diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai yang ada pada diri seseorang
menggambarkan hal-hal yang benar atau hal-hal yang penting dan mendasar.
Nilai-nilai individu berkembang pada masa-masa awal kehidupan sebagai hasil
dari interaksi dan pengalaman individu dengan orang yang berpengaruh dalam
kehidupannya. Nilai-nilai personal bersifat intrinsik dan bukan standar
eksternal yang diterapkan pada diri sendiri. Nilai-nilai personal seseorang
bagaikan fenomena gunung es yang terlihat kecil di permukaan namun begitu besar
dan dalam di alam bahwa sadar.
Nilai
personal merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi proses pengambilan
keputusan. Alasannya ialah perbuatan manusia mencerminkan pikirannya sedangkan
pikirannya merupakan refleksi dari nilai-nilai yang dipercayainya. Pemimpin
pembelajaran akan sulit menyembunyikan nilai-nilai yang dianutnya sebab
nilai-nilai tersebut akan nampak pada ucapan dan tindakannya. Dengan kata lain,
nilai-nilai yang dianut seseorang akan mewarnai atau menjiwai setiap keputusan
yang diambil.
Mengingat
besarnya pengaruh nilai-nilai personal terhadap setiap keputusan yang diambil
maka sangat penting bagi pemimpin pembelajaran untuk memiliki nilai-nilai
kebajikan dalam hidupnya. Terutama nilai-nilai kebajikan yang bersifat
universal sehingga cocok untuk berbagai pihak. Lebih-lebih proses pengambilan
keputusan tidak serta merta didasarkan atas intuisi semata melainkan didasarkan
pula atas kebajikan universal, kepentingan murid, dan dapat
dipertanggungjawabkan. Contoh nilai-nilai kebajikan universal ialah: Keadilan,
Tanggung Jawab, Kejujuran, Bersyukur, Lurus Hati, Berprinsip, Integritas, Kasih
Sayang, Rajin, Komitmen, Percaya Diri, Kesabaran, dan masih banyak lagi.
Sebagai
contoh ialah nilai reflektif. Nilai ini akan berpengaruh besar terhadap proses
guru dalam mengambil keputusan. Guru yang menganut nilai reflektif akan selalu
melewati proses refleksi atas keputusan yang akan diambil. Nilai refleksi ini
sangat penting untuk mempertimbangkan bahwa apakah keputusan yang akan diambil
sudah benar atau belum, sudah berpihak pada murid atau tidak. Lebih-lebih
fenomena dilemma etika sering terjadi baik dalam tugas keprofesian maupun dalam
kehidupan sehari-hari.
C. Pengambilan Keputusan melalui Coaching
Pada
modul 2, saya telah mendapatkan bimbingan dan fasilitasi materi coaching. Kegiatan coaching merupakan sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada
solusi, berorientasi pada hasil, dan sistematis, dimana coach memfasilitasi
peningkatan performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan
pertumbuhan pribadi. Peran coach dalam coaching
lebih kepada membantu coachee untuk
belajar daripada mengajarinya. Materi tersebut sangat membantu dalam menggali
akar masalah dalam diri, dan menggunakan potensi dalam diri untuk menyelesaikan
masalah tersebut.
Dalam
pembelajaran coaching, Calon Guru Penggerak (CGP) bukan hanya belajar secara
teoritis namun juga belajar secara praktik. Secara teoritis, CGP disajikan
materi pelajaran untuk dipahami dan didiskusikan serta dielaborasikan dengan
pemahaman instruktur. Secara praktis, CGP melakukan praktik coaching dengan
rekan guru CGP dan dengan murid di sekolah. Model coaching yang didalami ialah model TIRTA. Model tersebut
mengarahkan pada tahap-tahap penentuan Tujuan,
Identitifikasi masalah, penentuan Rencana aksi, dan penentuan upaya-upaya
sebagai bentuk TAnggung jawab.
Dalam
pengambilan dan pengujian keputusan melalui pendekatan coaching dengan model TIRTA sudah cukup efektif dalam memupuk
kemandirian dalam mengambil keputusan secara bertanggung jawab. Keterampilan coaching sangat membantu guru dalam
membersamai murid untuk memaksimalkan potensi yang dimilikinya.
Pertanyaan-pertanyaan reflektif dalam coaching
dapat menstimulus coachee untuk
berpikir kritis, mendalam dan memotivasi. Pertanyaan-pertanyaan pengujian
keputusan yang dapat digunakan dalam coaching contohnya ialah seperti: bagaimana dengan nilai-nilai kebajikan
universal? Bagaimana kebermanfaatannya dengan orang banyak? Bagaimana
pertanggungjawaban atas keputusan yang diambil? Biasanya coachee akan merasakan potensinya
tergali dan berkembang sehingga menambah keyakinan dirinya sendiri.
Keterampilan
coaching akan membantu guru dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk memprediksi hasil, dan melihat berbagai
pilihan sehingga pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan baik. Guru dapat
mengidentifikasi masalah dan membuat keputusan yang berpihak pada murid.
Terutama untuk mengatasi masalah-masalah yang mengandung dilemma etika dan
bujukan moral. Selain itu, guru juga dapat membantu murid-muridnya untuk
membuat keputusan sendiri secara bertanggung jawab. Sebab, guru diharapkan
mampu memahami kondisi sosial emosional murid dan menggali potensi yang
dimiliki murid-muridnya.
D.
Pengaruh
Kemampuan Guru dalam Mengelola dan Menyadari Aspek Sosial Emosionalnya Terhadap
Pengambilan Keputusan.
Biasanya guru dihadapkan pada situasi yang sulit.
Setiap pilihan mengandung konsekuensi yang tidak mudah. Lebih-lebih saat
menghadapi permasalahan yang dilematis dan kompleks. Sering terjadi,
pilihan-pilihan yang ada tidak mampu mengakomodir semua harapan para pemangku
kepentingan. Dibutuhkan keberanian dan kepercayaan diri untuk menghadapi
konsekuensi dari keputusan yang kita ambil. Guru harus tetap tenang dan fokus
pada solusi. Guru harus sadar dengan berbagai pilihan dan konsekuensi yang
terjadi serta berupaya meminimalisir kesalahan.
Kesadaran penuh (mindful)
dalam proses pengambilan keputusan sangat dibutuhkan untuk mengarahkan diri
pada keputusan yang paling berpihak pada kepentingan murid-murid. Kompetensi
yang dibutuhkan ialah kesadaran diri (self
awareness), pengelolaan diri (self
management), kesadaran sosial (social
awareness) dan keterampilan berhubungan sosial (relationship skills). Kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari
aspek sosial emosionalnya sendiri sangat penting karena berpengaruh pada proses
dan hasil pengambilan keputusan. Keputusan yang salah akan berdampak buruk pada
kepentingan murid.
E.
Pembahasan
Studi Kasus yang Fokus pada Masalah Moral atau Etika kembali kepada Nilai-Nilai
yang Dianut.
Setiap
pembahasan mengenai studi kasus pada masalah moral atau etika selalu kembali
pada nilai-nilai yang dianut guru. Moral dan etika sifatnya sangat pribadi dan
tertanam sejak kecil melalui pengalaman hidup dan orang-orang yang berpengaruh
bagi pihak yang bersangkutan. Keputusan baik atau buruk terhadap suatu
peristiwa selalu dipandu oleh nilai-nilai yang dianut oleh guru. Dalam hal ini
sangat jelas bahwa nilai-nilai sangat menentukan terhadap keputusan yang
diambil seseorang.
Pembahasan
studi kasus yang berfokus pada moral dan etika memerlukan kesadaran diri dan
keterampilan berhubungan sosial. Untuk memudahkannya, kita dapat menggunakan
konsep Sembilan Langkah Pengambilan dan Pengujian Keputusan. Langkah pertamanya
ialah mengenali nilai-nilai yang bertentangan. Apakah benar melawan benar atau
benar melawan salah. Jika benar melawan benar maka kasus tersebut adalah
dilemma etika sehingga nilai-nilai yang dianut seseorang memegang peranan
penting terhadap paradigma dan prinsip apa yang diambil. Namun jika kasus yang
dibahas ialah benar melawan salah maka kasus tersebut tergolong pada bujukan
moral yang mana nilai-nilai kebajikan yang dianut seorang guru otomatis akan
berperan sebagai filter dalam merumuskan keputusan yang tepat sesuai
norma-norma yang berlaku.
F.
Pengambilan
Keputusan yang Tepat Berdampak Pada Lingkungan yang Positif, Kondusif, Aman dan
Nyaman.
Pemimpin pembelajaran harus berupaya untuk melakukan
pengambilan keputusan yang paling tepat. Pengambilan keputusan yang tepat akan
berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, aman dan nyaman. Keputusan
yang tepat akan memuaskan lebih banyak pihak terutama bagi murid. Dengan begitu
lingkungan belajar akan lebih positif, kondusif bagi pembelajaran, aman, dan
nyaman untuk proses pembelajaran.
Untuk memastikan lingkan yang positif, kondusif,
aman dan nyaman maka dalam pengambilan keputusan seharusnya didasarkan pada
aspek penting, yaitu nilai-nilai kebajikan universal, kepentingan murid dan
tanggung jawab. Hasilnya akan lebih mudah memuaskan pihak-pihak yang
berkepentingan. Dalam menghadapi dilemma etika, guru harus mampu menganalisis
pengambilan keputusan yang berpegang teguh pada nilai-nilai universal, 4
paradigma dilemma etika, 3 prinsip pengambilan keputusan serta 9 langkah
pengambilan dan pengujian keputusan. Dalam 9 langkah pengambilan dan pengujian
keputusan terdapat langkah refleksi pada bagian akhirnya. Hal tersebut
memungkinkan seseorang untuk mengubah keputusannya jika diketahui tidak tepat
setelah dilakukan refleksi. Meskipun setiap keputusan tidak serta merta akan
memenuhi kepentingan semua pihak namun setidaknya dapat mengutamakan skala
prioritas, kebermanfaatan, dan peminimalan dampak negatif sehingga lingkungan
yang kondusif bagi murid tetap terjaga.
G.
Kesulitan-Kesulitan
Dihadapi untuk Menjalankan Pengambilan Keputusan.
Menghadirkan
hal baru tidak selalu mudah. Di lingkungan saya, tidak luput dari
kesulitan-kesulitan penerapan pengambilan keputusan dilemma etika. Adapun
kesulitan-kesulitan yang saya hadapi di antaranya ialah:
1.
Perbedaan persepsi dan cara pandang
untuk menerima hal-hal baru dari rekan sejawat.
2.
Belum adanya pemahaman yang sama tentang
dilemma etika dan bujukan moral.
3.
Adanya mempertahankan pola pikir lama
yang menjadi landasan berpikir sehari-hari.
4. Rendahnya keberanian dalam memutuskan
dilemma etika sebagai akibat dari pengalaman buruk masa lalu.
5. Warga sekolah kurang memiliki komitmen
yang tinggi dalam menjalankan keputusan bersama.
Apabila
disimpulkan, kesulitan yang dihadapi dalam menjalankan pengambilan keputusan
kembali pada masalah perubahan paradigma di lingkungan saya. Perubahan
paradigma merupakan kunci penerimaan dan penerapan hal-hal baru yang positif.
H.
Pengaruh
Pengambilan Keputusan yang Kita Ambil dengan Pengajaran yang Memerdekakan
Murid-Murid Kita.
Keputusan
yang kita ambil akan mempengaruhi pengajaran yang memerdekakan murid-murid
kita. Keputusan yang tepat akan menciptakan lingkungan yang positif, kondusif,
aman, dan nyaman. Kondisi tersebut tentu akan memerdekakan murid-murid secara
lahir dan batin. Dengan kata lain, keberpihakan pada murid seperti menghargai
perbedaan kebutuhan belajar dan karakteristik anak akan mendorong konsep
merdeka belajar. Sebaliknya, keputusan yang tidak berpihak pada murid akan
berpotensi pada rendahnya kemerdekaan murid dalam belajar. Pengambilan
keputusan mencakup berbagai aspek dalam pembelajaran mulai dari perencanaan,
proses, penggunaan media, hingga penilaian pembelajaran.
I.
Seorang
Pemimpin Pembelajaran dalam mengambil Keputusan dapat Mempengaruhi Kehidupan
atau Masa Depan Murid-Muridnya.
Anak-anak
adalah ciptaan Tuhan, dan ciptakan Tuhan tidak ada yang gagal. Setiap anak
direncanakan baik oleh Tuhan di masa depannya. Mereka adalah tunas-tunas bangsa
dan pemimpin kita di masa tua. Kesalahan dalam mendidik titipan Tuhan ini akan
menghambat masa depannya. Dalam hal ini peran guru sangat penting dan strategis
dalam mempengaruhi kehidupan dan masa depan murid-murid.
Ki
Hadjar Dewantara mengibaratkan guru sebagai petani dan murid-murid sebagai
tanamanannya. Tugas petani adalah merawat tanaman agar tumbuh dengan subur
sesuai dengan kodratnya.Untuk menghasilkan tanaman yang baik maka perawatannya
juga harus maksimal. Salah perawatan akan mengurangi kualitas tanaman yang
dihasilkannya nanti. Sama halnya dengan murid yang sedang memperoleh didikan
dari guru. Pendidikan yang memaksimalkan perkembangan anak akan menghasilkan
murid-murid yang memiliki masa depannya cerah.
Pendidikan
yang baik tidak lepas dari keputusan-keputusan yang diambil guru sebagai
pemimpin pembelajaran. Keputusan harus dipertimbangkan dengan matang melalui
proses yang sistematis karena guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran.
Proses pembelajaran diibaratkan sebagai proses perawatan untuk memaksimalkan
perkembangan potensi anak. Proses pembelajaran yang baik akan membawa
kesuksesan bagi anak dan pembelajaran yang buruk akan menyulitkan masa depan
anak.
J.
Kesimpulan
Akhir
Guru
bertugas menuntun segala kodrat yang ada pada diri anak baik kondrat zaman
maupun kodrat alam untuk mencapai kemerdekaan murid dalam belajar. Dalam
menuntun guru perlu mengdepankan pratap triloka: ing ngarso sung thulodo, ing madyo mbangun karso, dan tut wuri handayani. Keputusan-keputusan
yang diambil guru sebagai pemimpin pembelajaran hendaknya dilakukan secara
bertanggung jawab. Artinya, pengambil keputusan mampu membuat pilihan-pilihan
yang konstruktif terkait perilaku pribadi dan interaksi sosial berdasarkan
standar etika, pertimbangan keamanan dan keselamatan, serta norma sosial.
Dibutuhkan
nilai-nilai kebajikan universal untuk dapat menentukan keputusan yang tepat dan
risiko yang paling kecil serta berpihak pada kepentingan murid. Contoh
nilai-nilai kebajikan misalnya: keadilan, komitmen, kreativitas, kerja sama,
dan percaya diri. Selain itu, dibutuhkan pula kesadaran penuh (mindfullness) dalam pengambilan
keputusan. Dalam kondisi sadar penuh, perasaan seseorang akan lebih tenang dan
pikiran menjadi jernih sehingga keputusan menjadi lebih responsif dan
reflektif. Kompetensi yang diperlukan ialah kesadaran diri (self awareness), pengelolaan diri (self management), kesadaran sosial (social awareness) dan keterampilan
berhubungan sosial (relationship skills).
Diperlukan kemampuan untuk mengelola dan menyadari aspek sosial emosional guru
sendiri sehingga dapat menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.
Keterampilan
coaching dapat membantu dalam praktik
pengambilan keputusan. Guru dapat menggunakan pertanyaan-pertanyaan tertentu
untuk memprediksi hasil dan berbagai opsi dalam pengambilan keputusan. Guru
harus membimbing murid agar para murid dapat menentukan keputusan terbaiknya
untuk kebaikan hidup masa kini dan masa depan. Keterampilan coaching tidak hanya digunakan untuk
murid melainkan juga dapat digunakan untuk rekan-rekan sejawat.
Pengambilan
keputusan yang tepat akan berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif,
kondusif, aman dan nyaman. Tahap-tahap yang dapat dilakukan ialah:
1. Mengidentifikasi jenis paradigma yang
sesuai dengan kasus yang dihadapi.
2.
Memilih 3 (tiga) prinsip yang dapat dilakukan
untuk membuat keputusan.
3. Menerapkan 9 (sembilan) langkah
pengambilan dan pengujian keputusan.
4.
Bersikap reflektif, kritis, serta
kreatif dalam menerapkan proses tersebut.
Demikianlah
pembahasan koneksi antar materi modul 3.1 dengan modul-modul sebelumnya. Tentunya
masih banyak kekurangan di sana-sini. Oleh sebab itu, kritik dan saran sangat
kami harapkan untuk perbaikan ke depannya. Semoga bermanfaat. Aamiin.!
Wassalamu'alaikum Wr.Wb.
KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3.1.A.9
AKSI
NYATA BUDAYA POSITIF
MENEMUKAN
& MENERAPKAN
KEYAKINAN
KELAS
I. Latar Belakang
Setiap
guru mendambakan terbentuknya budaya positif di lingkungan sekolahnya. Dengan
adanya budaya positif, lingkungan sekolah dapat menjadi lingkungan yang
positif, aman, dan nyaman untuk belajar. Murid-murid mampu berpikir, bertindak,
dan mencipta dengan merdeka, mandiri, dan bertanggung jawab. Para murid mampu
bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya karena didasarkan atas
nilai-nilai kebajikan universal yang diyakininya.
Dalam
upaya membentuk budaya positif, hal pertama yang perlu dilakukan ialah
merumuskan keyakinan-keyakinan atau prinsip-prinsip dasar di kelas.
Keyakinan-keyakinan murid digali dan dirumuskan bersama untuk dijalankan
bersama. Suatu keyakinan akan lebih memotivasi seseorang dari dalam
(instrinsik), sehingga lebih tergerak dan bersemangat untuk menjalankannya
dibandingkan sekadar mengikuti serangkaian peraturan. Para murid lebih senang
mendengarkan dan mendalami suatu keyakinan dibandingkan mendengarkan peraturan
yang harus diikuti. Oleh sebab itu, mengupayakan aksi nyata budaya positif
berupa menemukan dan menerapkan keyakinan kelas. Upaya ialah untuk membimbing
murid-murid menemukan sendiri keyakinan mereka dan menerapkannya dalam bentuk
perilaku.
II.
Tujuan
Aksi
nyata budaya positif ini dilaksanakan
dengan tujuan agar:
1. Murid
mampu berkolaborasi untuk menyepakati keyakinan kelas.
2. Murid
dapat mengontrol diri untuk memilih tindakan yang mengacu pada keyakinan kelas.
3. Murid
mampu membangun motivasi dari dalam diri.
III.
Tolok Ukur
Untuk
mengetahui keberhasilan kegiatan aksi nyata ini, perlu dibuat tolok ukur
keberhasilan. Adapun tolok ukur keberhasilan pada aksi nyata ini adalah:
- Murid berperan aktif menemukan keyakinan kelas.
- Tersepakatinya keyakinan kelas.
- Terlihat perubahan keyakinan perilaku murid sesuai
keyakinan kelas.
- Suasana kelas menjadi nyaman, aman dan
menyenangkan.
IV.
Lini
Masa & Pelaksanaan Tindakan
Lini
masa dan pelaksanaan tindakan pada aksi nyata budaya positif yang penulis
lakukan terdiri atas tahap perencanaan, pelaksanaan, dan refleksi. Adapun
masing-masing tahapnya dapat diuraikan sebagai berikut.
A.
Perencanaan
Pada
tahap perencanaan, penulis melakukan koordinasi dengan kepala sekolah,
melakukan sosialisasi, dan menentukkan waktu pelaksanaan.
- Melakukan koordinasi dengan kepala sekolah.
Sebelum
kegiatan dimulai, penulis mengajukan ijin dengan kepala sekolah dan melakukan
koordinasi berkaitan dengan kegiatan yang akan dilaksanakan.
- Mensosialisasikan budaya positif kepada kepala
sekolah dan rekan sejawat.
Kegiatan
sosialisasi budaya positif kepada kepala sekolah dan rekan sejawat dalam upaya
untuk memperoleh dukungan pelaksanaannya. Selain itu, diharapkan juga muncul
saran atau kritik yang mendukung kesuksesan pelaksanaan.
- Menentukkan waktu pelaksanaan.
Waktu
pelaksanaan pembuatan rumusan keyakinan kelas pada awal Januari 2022. Keyakinan
kelas akan didalami dan dievaluasi secara terus menerus berdasarkan
menyesuaikan perkembangan perilaku murid. Hasil dan proses perumusan keyakinan
kelas disampaikan kepada rekan-rekan sejawat sebagai upaya berbagi pengalaman
implementasi budaya positif.
B.
Pelaksanaan
- Melaksanakan Forum Group Discussion (FGD) untuk menentukan keyakinan kelas.
Para murid dibagi menjadi beberapa kelompok. Tiap kelompok menentukan satu
nilai yang akan dijadikan pedoman berperilaku di kelas. Nilai tersebut
dijabarkan dalam bentuk model tabel “T”.
Selanjutnya dipresentasikan di depan kelas untuk mendapat masukan
dan persetujuan kelompok lain.
Selain
menentukan nilai-nilai yang menjadi keyakinan kelas, para murid melakukan
diskusi pleno untuk membahas apa yang ingin didengar, dilihat dan berperilaku.
Hasil diskusi dijadikan kesepakatan dalam bentuk model Tabel “Y” sebagai
pedoman berperilaku di kelas.
- Memajang keyakinan kelas di
dinding kelas. Keyakinan kelas yang telah dirumuskan ditempel di dinding
kelas agar mudah dilihat.
- Melakukan pendalaman nilai-nilai
kebajikan yang telah dijadikan keyakinan kelas. Pendalaman nilai-nilai
kebajikan selalu dilakukan pada saat ada murid yang berperilaku tidak
baik.
C.
Refleksi
- Melaksanakan umpan balik dengan
murid tentang implementasi keyakinan kelas. Implementasi keyakinan kelas
selalu dijadikan bahan untuk mengundang umpan balik murid. Apa yang perlu
ditambahkan dan apa yang perlu diperbaiki dalam konsep keyakinan kelas.
- Meminta umpan balik dari kepala
sekolah dan rekan sejawat. Melalui kegiatan berbagi pengalaman, penulis
meminta umpan balik kepada kepala sekolah dan rekan guru.
- Melaksanakan tindakan perbaikan.
Tindakan perbaikan dilakukan berdasarkan hasil temuan perilaku buruk
murid. Perilaku murid yang tidak baik merupakan dasar untuk mendalami
nilai-nilai atau melakukan perbaikan keyakinan kelas.
V. Dukungan yang diperoleh
Kegiatan aksi nyata budaya positif menemukan
dan menerapkan budaya positif membutuhkan banyak didukungan dari berbagai
pihak. Adapun pihak-pihak yang mendukung kegiatan aksi nyata menemukan dan
menerapkan budaya positif ini adalah sebagai berikut.
1.
Kepala sekolah sebagai penanggung jawab dan
pengambil kebijakan. Kepala sekolah Ibu Purwanti Utari, S.Pd memberikan
dukungan penuh terhadap pelaksanaan kegiatan. Bahkan rekan-rekan sejawat juga
disarankan oleh kepala sekolah untuk ikut menerapkannya di kelas-kelas
masing-masing.
2.
Murid sebagai pusat pembelajaran untuk
menggali nilai-nilai kebajikan universal dan menyepakati sebagai keyakinan
kelas. Murid-murid memberikan dukungan dengan cara aktif dalam proses
merumuskan keyakinan kelas. Mereka juga saling mengingatkan nilai-nilai
kebaikan kepada masing-masing murid.
3.
Rekan sejawat sebagai kolaborator sekaligus
pemantau perkembangan perilaku murid sesuai keyakinan kelas. Terdapat rekan
sejawat yang ikut memantau perkembangan perilaku murid. Selain, itu rekan
sejawat tersebut juga ikut menguatkan pendalaman nilai-nilai keyakinan pada
murid-murid yang kedapatan berperilaku tidak baik. Namun masih terdapat rekan
sejawat yang belum optimal untuk berkolaborasi dalam upaya memantau
perkembangan perilaku murid.
VI.
Kendala
yang Dihadapi
Terdapat
kendala dalam melaksanakan aksi nyata penerapan budaya positif. Ada kendala
yang dihadapi ialah:
- Nilai-nilai
keyakinan kelas dirasa masih terlalu banyak sehingga relatif sulit
diingat.
- Penerapan
nilai-nilai keyakinan kelas belum terpantau secara optimal kepada seluruh
murid.
VII.
Rencana
Tindak Lanjut
Dengan
memperhatikan kendala yang dihadapi maka penulis mencoba untuk membuat rencana
tindak lanjut, yaitu:
1.
Nilai-nilai keyakinan kelas akan dikurangi
dan dibuat pernyataan-pernyataan universal agar mudah diingat.
2.
Nilai-nilai yang sudah menjadi keyakinan
kelas akan dipantau penerapannya dalam kehidupan sehari-hari di sekolah.
Penulis akan meminta bantuan rekan sejawat lebih banyak lagi untuk memantau
penerapan nilai-nilai keyakinan kelas ketika di luar ruang kelas.
VIII. Penutup
Demikian,
laporan kegiatan Aksi Nyata Modul 1.4 Budaya Positif dibuat sebagai bagian dari
tugas Pendidikan Guru Peggerak Angkatan 4. Penulis menyadari bahwa laporan ini
masih banyak kekurangan, kritik dan saran yang membangun sangat penulis
harapkan. Terima kasih.
DOKUMENTASI